Bromo terletak di Jawa Timur. Tepatnya di empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang. Sebagian besar penduduknya adalah Suku Tengger yang beragama Hindu. Hindu yang dianut kalau tidak salah agak berbeda dengan Hindu Bali. Hindu yang dianut adalah Hindu Majapahit.Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi. Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.
Memasuki Bromo, kita diharuskan lapor di pintu utama. Kemudian kita bisa memilih, jalan kaki ria, atau naik mobil. Selain itu juga ada kuda. Tinggal pinter-pinter nawar deh. Tapi semua jenis "kendaraan" ini hanya bisa mengantarkan ke pintu tangga naik puncak Bromo.
Perjalanan paling baik (menurutku) dilakukan pada malam hari. Walau agak gelap. Kita bisa sampai di atas puncak Bromo dini hari, sehingga kita bisa menikmati anugrah alam "sunrise". Baju hangat dan jaket tebal harus disiapkan bila tak mau menggigil kedinginan. Untuk sampai di atas Bromo, kita harus melewati tangga. Kalau tak salah hitung tangganya berjumlah 250 buah. Menaiki tangga kita harus atur strategi bila tak mau tenaga habis di tengah jalan. Istirahat ditengah tangga bisa dilakukan, sambil menikmati suara alam tentunya. Jika tak ada rintangan, kita bisa segera bisa segera sampai puncak Bromo. Segera setelah itu, bau belerang pasti langsung menghujam hidung kita. Harus hati-hati bila nafas tak mau tersengal.
Sembari mengatur nafas, kita bisa istirahat sambil menanti sunrise muncul.
Jika mentari sudah nampak, kita bisa menikmati hamparan pasir juga sebuah bangunan pura yang ada di kawah padang pasir. Bangunan pura ini biasanya digunakan untuk ritual keagamaan Hindu, terutama acara-acara besar seperti Kasodo. Kasodo adalah upacara yang dilakukan suku Tengger sebagai rasa syukur kepada pencipta atas rahmat panen yang melimpah.Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa. Biasanya mereka melarung berbagai jenis hasil alam ke dalam kawah belerang. Dan di dasar kawah biasanya sudah banyak orang menanti untuk memperebutkan. Sebuah ritual syukur yang harus terus dilestarikan.
Aku sendiri bersyukur karena pernah merasakan sensasi Bromo sebanyak dua kali. Yang pertama ketika masih duduk di bangku SMA. Kali itu, aku bersama teman-teman kelas ada program live in selama seminggu. Kita tinggal di rumah penduduk dengan harapan kita bisa mengamati dengan seksama segala macam kebiasaan, adat istiadat, dan berbagai keseharian suku Tengger. Kala itu kami berkesempatan juga mengikuti proses upacara Kasodo. Aku masih ingat, kita harus bersiap diri dari sore hari. Di sebuah balai desa sore hari setelah magrib sudah ramai sekali. Memang dari sinilah titik awal prosesi upacara Kasodo. Menginjak pk. 10 malam, arak-arakan pun di mulai. Arak-arakan ini menuju lembah padang pasir Bromo, tepatnya di sebuah Pura yang hanya satu-satunya ada disana. Di pura ini juga digelar lagi upacara. Tak semua orang boleh memasuki area Pura. Hanya orang tertentu saja yang boleh masuk. Setelah upacara di Pura, segera semua hasil alam di arak dan kemudian di larung ke kawah Bromo. Masih ingat benar dalam ingatan, kala itu, padang pasir Bromo dipenuhi lautan manusia yang ingin menyaksikan upacara Kasodo. Ketika banyak orang seperti ini, kita harus ekstra hati-hati. Dan benar saja. Karena berdesakan dompet dan kamera poket teman saya berpindah tangan. Dari 25 orang rombongan kelas, hanya 3 orang saja, termasuk aku, yang mampu naik dan menyaksikan langsung proses pelarungan dan perebutan hasil bumi di kawah Bromo.
Kesempatan kedua datang ketika teman-teman seperjuangan mengajak "liburan". Gak jelas alasannya mengapa Bromo yang akhirnya kami pilih. Tapi setelah berembuk, memang Bromo akhirnya menjadi tujuan kami. Kali ini suasananya tak seramai kepergian pertama karena memang tidak ada upacara Kasodo. Namun tetap saja perjalanan kali ini menarik sebab kami lakukan di tengah malam. Setelah melapor di pos utama, kami memutuskan berjalan kaki di tengah kegelapan malam. Tawaran naik jeep kami tolak karena kami ingin benar-benar menikmati perjalananan kali ini. Karena kami tidak membawa penerangan yang cukup, perjalanan kali ini benar-benar menjadi sangat berat. Feeling dan insting menjadi pemandu kami. Setelah beberapa kali "tersesat", kami pun akhirnya sampai juga ditangga menuju puncak Bromo. Tarik ulur nafas kami lakukan untuk menghemat tenaga. Sambil bernyanyi kecil dan bercanda, kami ayunkan kaki selangkah demi selangkah. Menikmati setiap tapak itulah yang kami lakukan. Dan setelah berjuang hampir dua jam, akhirnya tapakan terakhir pun kami dapat. Dan bussssssssssssh, bau belerang segera menyeruak hidung kami.
No comments:
Post a Comment