Sunday, January 27, 2008

Matinya Sang Jendral

Minggu siang, 13.10 WIB, Pak Harto tutup usia. Kurang lebih 2 mingguan, mantan presiden ke-2 ini di rawat di RSPP. Semua orang pasti merasa kehilangan. Tak tanggung-tanggung, SBY menyatakan hari berkabung selama 7 hari bagi putra Kemusuk, Jogja ini. Memang ada yang benci, tapi juga tak kalah banyaknya yang masih cinta sang The Smiling General. Serentak semua media tumplek blek cerita tentang Pak Harto. TV, media yang paling relatif lebih cepat dalam pemberitaan sepanjang hari sepanjang malam bahkan hingga hari ini terus menerus menayangkan sepak terjangnya. TPI malah menayangkan film perang jaman dulu. Aje gile. Tuh film kan udah jadul banget ya. Hampir semua media memang tertuju ke Sang Jendral. Hanya yang menjadi pertanyaan kemudian adalah mengapa seolah-olah semua media khususnya TV memberitakan sisi HUMANISnya Sang Jendral saja? Padahal belum lama, media serentak "menghakimi" Sang Jendral agar kasusnya di usut lagi. Apakah ketika seseorang sudah meninggal kemudian yang diberitakan yang "baik-baiknya saja"? Kok rasanya ramai-ramai "membela" Sang Jendral? Tak tahulah aku!
Pak Harto "memimpin" kita 32 tahun. Waktu terlama sang penguasa di jagad bumi manapun. Segala polah tingkahnya selama itu pasti membawa dampak positif tapi juga negatif. Tak bisa dipungkiri, perekonomian jamannya Pak Harto memang relatif stabil, walau juga banyak tanda tanya; namun disisi lain kebebasan pers di kekang kuat-kuat. Belum lagi kebebasan berespresi termasuk pembatasan partai politik yang semuanya dikontrol habis Sang Jendral. Cap PKI dan tahanan politik adalah jawaban bagi mereka yang membangkang. Otoriter adalah senjatanya. Tangan besi adalah amunisinya. Mungkin ini warisan jiwa militerisme yang masih tertanam kuat di hati sanubarinya.
Hingga akhirnya gelombang badai ekonomi dan reformasi tak mampu lagi di kekang Sang Jendral. Dengan terpaksa, Sang Jendral akhirnya menyerahkan tongkat kekuasaan kepada Habibie. Waktu telah banyak berlalu. Kasus dugaan KKN yang menyeret Sang Jendral masih debatable. Antara pemaafan dan penghentian kasusnya mengemuka. Bahkan harian ibu kota, dengan "cantik" membahas kasus Pak Harto antara "pemaafan dan pemakluman". "Maaf" adalah urusan moral, bukan hukum. Sementara "maklum" lebih pada urusan pembiaran alias cenderung "yo wislah". Untuk urusan "pemaafan", meminjam istilah Fajroel Rahman, memangnya kita bangsa halal hihalal, maaf memaafkan? Layaknya ritual tahunan yang biasa kita lakukan ketika musim lebaran tiba? Kita semua pasti setuju untuk "memaafkan" Sang Jendral karena kita bangsa pemaaf. Tapi disisi lain kita juga sepakat 1000% kalau kasus hukum Sang Jendral tetap harus dituntaskan setuntas tuntasnya.
Selamat Jalan Jendral!

Wednesday, January 23, 2008

Pasang Surut

Tiap bulan, kawasan Muara Baru selalu menjadi langganan air pasang. Maklum saja, daerah ini lebih rendah dari kawasan lainnya.
Walau sering dilanda pasang, namun pemerintah agaknya membiarkan fenomena alam ini terjadi. Suatu hari aku membuktikan sendiri, bibir pantai di ujung Muara Baru makin menjorok saja ke daratan. Mungkin ini akibat dari pemanasan global. Memang akibat pemanasan global, permukaan air laut makin naik ke daratan. Dan korban paling rentan adalah mereka yang tinggal di pesisir dan tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim ini. Menurut pakar perubahan iklim ITB, Armi Susandi, diperkirakan tahun 2050 pesisir Jakarta habis dilalap air laut, mulai dari kawasan Cilincing, Marunda hingga termasuk kawasan Bandara Soekarno Hatta yang merupakan halaman utama masuk ke Indonesia. Jika memang tak ada perubahan pola hidup & konsumsi yang signifikan, kita hanya akan bisa menyesali kejadian ini. Sampai detik ini masih terjadi perdebatan sengit, apakah global warming itu sebagai proses alamiah biasa atau karena ulah manusia. Disatu sisi banyak yang mengatakan bahwa ini akibat menurunnya "kualitas" bumi secara alami. Ibarat umur manusia, umur bumi pun sudah tua. Runutannya karena tua adalah sakit dan kemudian mati. Demikian pula dengan bumi kita. Tapi memang tidak bisa dipungkiri ulah manusia pun menjadi laju kerusakan alam dan perubahan iklim makin cepat. Bulan-bulan yang harusnya turun hujan malah kemarau panjang. Sebaliknya di saat satu tempat kebanjiran, tapi ditempat lain kering kerontang. Ini semua tidak lepas dari aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan. Ulah manusia itu banyak. Misalnya menggunakan BBM berlebihan, listrik berlebihan, menggunakan barang yang tidak ramah lingkungan, dll.
Meminjam istilah dari KLH: BUMI KITA MAKIN PANAS, APA KITA HANYA KIPAS-KIPAS?

Sunday, January 20, 2008

Das Sein Das Sollen

Hari itu kuliah kedua yang masuk dosen pengganti. Tak tahu jelas apa yang terjadi dengan dosen utama. Tapi memang mereka sekantor. Sama-sama di RCTI.
Aku masuk kelas agak telat karena harus bimbingan skripsi. Untuk bimbingan ini lumayan lancar. Seperti bimbingan pada umumnya, revisi adalah hal yang lumrah.
Kembali ke kuliah. Hari itu dosen pengganti namanya Anto. Katanya pernah kerja bareng sama Boim dan Hilman garap serial Lupus, makanya sering dikenal juga sebagai Anto Lupus. Mas Anto, begitu kita biasa memanggil. Orangnya masih muda. Makanya ketika memberi kuliah sangat energik. Dengan paparan teori dan praktis yang komplit, membuat kita gak ngantuk denger kuliahnya. Apalagi jam-jam menjelang makan siang. Nyam.......nyam................
Hari itu Mas Anto cuma me-review beberapa materi saja (karena ini pesannya dosen utama). Tapi selain itu juga dia menambahkan banyak hal. Pengalaman yang segudang, mulai dari kuliah di AS, jadi tukang panggul lampu, dll membuat suasana kuliah sangat menarik. Dia juga terlibat dalam pembuatan "Juli di bulan Juni" yang memenangkan FFI beberapa tahun lalu. Memang menarik mendengar pengalaman orang lain. Harapannya tentu aku bisa mengikuti jejaknya. Semoga.
Hari itu dia menerangkan bagan triangulasi, yakni: Produser, Penulis, dan Sutradara. Dia menerangkan tugas dan wewenangnya. Kata dia, Produser lebih banyak ngurusi soal budgeting, Penulis ya nulis skenario. Kali ini, dia menjelaskan lebih banyak tentang sutradara. Baginya, sutradara itu sama dengan DECOPAUSED. Maksudnya adalah sutradara adalah orang yang membagi babak pengadeganan, membagi scene, moving camera, dan time laps. Istilah DECOPAUSED sendiri baru kali ini aku dengar.
Dia juga menyoroti tentang kesamaan program TV yang satu dengan yang lain. Baginya itu sah-sah saja. Dia menambahkan; "SEMUA ITU TIDAK ADA YANG SALAH. YANG ADA CUMA "PREFER". Namun dari semua itu yang lebih penting adalah KREATIVITAS. Yang namanya KREATIF itu tidak ada yang salah. Tidak ada benar salah. Tidak ada lebih kurang. Orang kreatif itu bukan cuma di kepala, tapi harus ada di kertas kerja. Bener juga kata Mas Anto. Yang penting kerja aja deh daripada berteori dan berwacana melulu. Wacana boleh tapi harus ada implementasinya yang nyata. Apa yang kita bicarakan memang kadang terasa seperti mimpi tinggi, pada tingkatan di lapangan masih perlu di modifikasi. Itu artinya rasio yang ada di kepala meski diselaraskan dengan emperikal ketika di eksekusi!

Thursday, January 17, 2008

Taman Sari

Data berbagai sumber mengatakan Tamansari adalah taman kerajaan atau pesanggrahan Sultan Yogya dan keluarganya. Sebenarnya selain Taman Sari, Kesultanan Yogyakata memiliki beberapa pesanggrahan seperti Warungboto, Manukberi, Ambarbinangun dan Ambarukmo. Kesemuanya berfungsi sebagai tempat tetirah dan bersemadi Sultan beserta keluarga. Disamping komponen-komponen yang menunjukkan sebagai tempat peristirahatan, pesanggrahan-pesanggrahan tersebut selalu memiliki komponen pertahanan. Begitu juga hanya dengan Tamansari.
Letak Taman Sari tak jauh dari Keraton. Bisa ditempuh dengan jalan kaki. Tapi kalau tak mau betis membesar, bisa minta anter abang becak. Cukup 5 ribu saja sekali jalan. Tempatnya memang agak "blusukan", karena harus melewati gang-gang pasar. Tapi "blusukan" ini gak sia-sia, karena kita akan mendapatkan pemandangan yang menarik. Walau telah dihimpit pemukiman penduduk, bangunan ini masih menyisakan pesona tersendiri. Tapi ada juga jalan lain. Terutama jika rombongan bis pariwisata. Jalannya agak memutar, tapi bisa langsung parkir di sekitar Taman Sari. Jika ingin mengetahui seluk beluk lebih mendalam, lebih baik minta di anter penduduk setempat, sehingga mendapatkan cerita yang komplit tentang Taman Sari. Setelah lelah keliling, kita juga bisa melihat-lihat berbagai lukisan di sekitar area ini. Kita bisa membeli sebagai kenang-kenangan. Bisa juga memesan untuk diantarkan ke rumah jika kita tak mau repot. Jadi kalau sempat jalan-jalan ke Yogya, jangan lupa mampir ke sini.

Sambil Menyelam Minum Air


Bermain air laut ternyata mengasyikkan juga.
Apalagi ditambah belajar "snorkling". Kita bisa lihat keanekaragaman hayati laut.
Andai manusia bisa hidup di laut, pasti lebih asyik.
Tiap hari kita bisa melihat ikan warna warni & berbagai jenis seliweran tepat di depan kita.

Bromo Nan Menawan

Bromo terletak di Jawa Timur. Tepatnya di empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang. Sebagian besar penduduknya adalah Suku Tengger yang beragama Hindu. Hindu yang dianut kalau tidak salah agak berbeda dengan Hindu Bali. Hindu yang dianut adalah Hindu Majapahit.Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi. Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.

Memasuki Bromo, kita diharuskan lapor di pintu
utama. Kemudian kita bisa memilih, jalan kaki ria, atau naik mobil. Selain itu juga ada kuda. Tinggal pinter-pinter nawar deh. Tapi semua jenis "kendaraan" ini hanya bisa mengantarkan ke pintu tangga naik puncak Bromo.

Perjalanan paling baik (menurutku) dilakukan pada malam hari. Walau agak gelap. Kita bisa sampai di atas puncak Bromo dini hari, sehingga kita bisa menikmati anugrah alam "sunrise". Baju hangat dan jaket tebal harus disiapkan bila tak mau menggigil kedinginan. Untuk sampai di atas Bromo, kita harus melewati tangga. Kalau tak salah hitung tangganya berjumlah 250 buah. Menaiki tangga kita harus atur strategi bila tak mau tenaga habis di tengah jalan. Istirahat ditengah tangga bisa dilakukan, sambil menikmati suara alam tentunya. Jika tak ada rintangan, kita bisa segera bisa segera sampai puncak Bromo. Segera setelah itu, bau belerang pasti langsung menghujam hidung kita. Harus hati-hati bila nafas tak mau tersengal.


Sembari mengatur nafas, kita bisa istirahat sambil menanti sunrise muncul.
Jika mentari sudah nampak, kita bisa menikmati hamparan pasir juga sebuah bangunan pura yang ada di kawah padang pasir. Bangunan pura ini biasanya digunakan untuk ritual keagamaan Hindu, terutama acara-acara besar seperti Kasodo. Kasodo adalah upacara yang dilakukan suku Tengger sebagai rasa syukur kepada pencipta atas rahmat panen yang melimpah.Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa
. Biasanya mereka melarung berbagai jenis hasil alam ke dalam kawah belerang. Dan di dasar kawah biasanya sudah banyak orang menanti untuk memperebutkan. Sebuah ritual syukur yang harus terus dilestarikan.

Aku sendiri bersyukur karena pernah merasakan sensasi Bromo sebanyak dua kali. Yang pertama ketika masih duduk di bangku SMA. Kali itu, aku bersama teman-teman kelas ada program live in selama seminggu. Kita tinggal di rumah penduduk dengan harapan kita bisa mengamati dengan seksama segala macam kebiasaan, adat istiadat, dan berbagai keseharian suku Tengger. Kala itu kami berkesempatan juga mengikuti proses upacara Kasodo. Aku masih ingat, kita harus bersiap diri dari sore hari. Di sebuah balai desa sore hari setelah magrib sudah ramai sekali. Memang dari sinilah titik awal prosesi upacara Kasodo. Menginjak pk. 10 malam, arak-arakan pun di mulai. Arak-arakan ini menuju lembah padang pasir Bromo, tepatnya di sebuah Pura yang hanya satu-satunya ada disana. Di pura ini juga digelar lagi upacara. Tak semua orang boleh memasuki area Pura. Hanya orang tertentu saja yang boleh masuk. Setelah upacara di Pura, segera semua hasil alam di arak dan kemudian di larung ke kawah Bromo. Masih ingat benar dalam ingatan, kala itu, padang pasir Bromo dipenuhi lautan manusia yang ingin menyaksikan upacara Kasodo. Ketika banyak orang seperti ini, kita harus ekstra hati-hati. Dan benar saja. Karena berdesakan dompet dan kamera poket teman saya berpindah tangan. Dari 25 orang rombongan kelas, hanya 3 orang saja, termasuk aku, yang mampu naik dan menyaksikan langsung proses pelarungan dan perebutan hasil bumi di kawah Bromo.

Kesempatan kedua datang ketika teman-teman seperjuangan mengajak "liburan". Gak jelas alasannya mengapa Bromo yang akhirnya kami pilih. Tapi setelah berembuk, memang Bromo akhirnya menjadi tujuan kami. Kali ini suasananya tak seramai kepergian pertama karena memang tidak ada upacara Kasodo. Namun tetap saja perjalanan kali ini menarik sebab kami lakukan di tengah malam. Setelah melapor di pos utama, kami memutuskan berjalan kaki di tengah kegelapan malam. Tawaran naik jeep kami tolak karena kami ingin benar-benar menikmati perjalananan kali ini. Karena kami tidak membawa penerangan yang cukup, perjalanan kali ini benar-benar menjadi sangat berat. Feeling dan insting menjadi pemandu kami. Setelah beberapa kali "tersesat", kami pun akhirnya sampai juga ditangga menuju puncak Bromo. Tarik ulur nafas kami lakukan untuk menghemat tenaga. Sambil bernyanyi kecil dan bercanda, kami ayunkan kaki selangkah demi selangkah. Menikmati setiap tapak itulah yang kami lakukan. Dan setelah berjuang hampir dua jam, akhirnya tapakan terakhir pun kami dapat. Dan bussssssssssssh, bau belerang segera menyeruak hidung kami.

Terbujur Hidup-Hidup

Terbujur hidup terasa sakit!
Terbujur mati, mungkin tidak sakit karena sudah tidak bisa merasakan apapun.
Berbahagialah yang masih bisa merasakan "kesakitan".

Hening

Hening. Sunyi. Menjadi serial kontemplasi tersendiri.

Kelaparan


Kelaparan! Adalah kondisi yang sangat dihindari kita semua.
Cara apapun akhirnya kita lakukan demi menyuapi "cacing" perut kita.
Tak terkecuali bakar ikan laut di tengah pulau.

Wednesday, January 16, 2008

Waspadalah Waspadalah!!!

Hari itu kami liputan seperti biasa. Jadwal sudah kami buat sedemikian rupa sesuai dengan jalur transportasinya. Setidaknya ada tiga tempat yang memang harus kami tuju. Lokasi satu dan dua berjalan sesuai rencana. Segera setelah itu kami pun meluncur ke Suaka Marga Satwa Muara Angke (SMMA). Taman alami satu-satunya di Jakarta. Di taman ini masih terdapat satwa monyet ekor panjang, burung air, manggrove, dll. Siapapun yang masuk ke taman alami ini harus memiliki ijin, yang dikeluarkan dinas terkait.
Segera setelah memarkir kendaraan kami langsung masuk ke SMMA. Ketika kami datang, sebagian pekerja tengah sibuk merenovasi pintu masuk SMMA, termasuk pemasangan papan nama SMMA yang baru. Kebetulan salah satu polisi hutan mengawasi jalannya pemasangan papan nama ini. Namanya Pak Edy.
"Pak kami ingin mengambil gambar di dalam SMMA" ijin Irena, temanku ke Pak Edy.
"Udah ada ijin" tanya Pak Edy.
"Belum Pak" ujar Rena.
"Kalau mau masuk SMMA harus ada ijin, apalagi liputan seperti ini" terang Pak Edy.
"Iya sih Pak, tapi kami hanya sebentar kok". "Gak lama Pak". "Lagian kami hanya menambah gambar yang kurang" bujuk Rena.
"Coba telpon ke kantor deh, ini nomernya" terang Pak Edy. "Bukannya apa, nanti takutnya ada apa-apa, saya yang tidak enak".
Akhirnya setelah lobbying yang ramah, kami pun diijinkan masuk ke SMMA dengan ditemani Pak Edy.
Begitu kami masuk, ternyata sudah banyak perubahan. Dulu jalan bambu yang menjadi jalan masuk ke dalam SMMA, diganti kayu. Beberapa bagian bangunan juga di renovasi. Suasananya masih sama. Asri. Pohon bakau masih tumbuh di kanan kiri. Beberapa monyet juga menyambut kami. Namun disisi sungai terlihat beberapa gubuk liar nelayan. Hal ini tentu merusak kesejukan SMMA. Sekedar informasi, gubuk liar ini pernah ditertibkan beberapa waktu yang lalu.
Setelah memilih view yang kami anggap tepat, PTC pun kami lakukan. Walau harus dilakukan beberapa kali, akhirnya selesai juga tugas ini. Sebelum bergegas, aku masih menyempatkan diri mengambil gambar monyet yang saling mencuri kutu sambil menggendong anaknya yang masih kecil.
Setelah pamit ke Pak Edy, kami pun bergegas ke mobil. Tapi alangkah terkejutnya kami ketika mendapati kaca belakang sebelah kiri hancur berserakan. Bekas congkelan dan hantaman batu masih tersisa.
"Ya Allah" pekik Rena. "Gila tas g diambil" ujarnya setelah melongok ke dalam mobil.
"Apa aja isinya Ren" tanyaku. "Semua ilang, dompet, hp, atm Mas" ujar Rena.
"Ya udah tenang dulu" ujarku menghibur. "Iya, wah sialan tuh orang" umpat Rena kesal.
Kejadian itu berlangsung sangat singkat. Padahal kami meninggalkan mobil tak lebih dari 20 menit.
"Ya udah kita mampir BCA dulu deh" pinta Rena. Namun sayang BCA yang ada di kompleks perkantoran itu tidak ada petugas.
"Lagi makan siang Mbak" ujar salah satu teller. "Hah makan siang?" tanyaku dalam hati. Padahal sekarang kan udah jam 3 sore. Sial.
Di perjalanan kami masih membahas bagaimana pencoleng itu beraksi.
"Masih untung Mas, kamera gak di ambil" hibur Rena.
"Iya sih, namanya juga musibah" timpalku.
Kejadian yang kami alami, tentu menjadi bahan pelajaran berharga bagi semua orang untuk terus waspada di tengah kejamnya kehidupan kota besar.
Memang benar kata bang Napi: Waspadalah Waspadalah!

Sunday, January 13, 2008

BBM Jelantah, Energi Murah & Ramah

Kita semua pasti tahu apa yang disebut minyak jelantah. Itu lho minyak habis pakai. Entah dipakai sekali hingga berkali-kali. Kalau kita pernah beli gorengan, kita pasti akan menemui minyak goreng yang warnanya hitam pekat. Nah itu juga bisa dikategorikan minyak jelantah. Beberapa ahli kesehatan mengatakan bahwa, penggunaan konsumsi minyak goreng jelantah, apalagi sudah dipakai berkali-kali, berdampak pada kesehatan manusia. Berbagai sumber mengatakan, salah satu penyakit yang mengincar adalah penyumbatan pembuluh darah dan pembuluh jantung. Yang perlu menjadi catatan, umumnya minyak goreng digunakan untuk menggoreng dengan suhu minyak mencapai 200-3000C. Pada suhu ini, ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh rusak, sehingga tinggal asam lemak jenuh saja. Resiko terhadap meningkatnya kolesterol darah tentu menjadi semakin tinggi. Selain itu vitamin yang larut di dalamnya seperti vitamin A,D,E, dan K ikut rusak. Yang jelas, fungsi nutrisi dari minyak goreng menjadi jauh menurun, bahkan berpengaruh negatif terhadap tubuh.

Minyak goreng yang telah digunakan, akan mengalami beberapa reaksi yang menurunkan mutunya. Dalam Winarno (1986) disebutkan bahwa mutu minyak goreng tergantung dari titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein. Akrolein adalah sejenis aldehid yang tidak didinginkan karena dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng akan mengalami peruraian molekul-molekul, sehingga titik asapnya turun. Bila minyak digunakan berulangkali, maka semakin cepat terbentuk akrolein sehingga membuat batuk orang yang memakan hasil gorengannya.

Jelantah juga mudah mengalami reaksi oksidasi sehingga jika disimpan cepat berbau tengik. Selain itu jelantah juga disukai jamur aflatoksi sebagai tempat berkembangbiak. Jamur ini menghasilkan racun aflatoksin yang dapat menyebebkan berbagai penyakit, terutama hati/liver.
Alasan ekonomi memang menjadi alasan sebagian besar masyarakat mengkonsumsi minyak jelantah ini. Apalagi harga minyak goreng di pasaran makin melambung dari hari ke hari. Lalu apa yang mesti dilakukan dengan minyak jelantah ini? Dibuang sayang. Tapi kalau dipakai malah bikin jiwa terancam melayang. Serem kan. Ha.............
Beberapa ahli pun telah menguji coba pemanfaatan minyak jelantah ini. Salah satunya dengan mengolahnya menjadi BBM alias bahan bakar minyak. Salah satu pihak yang mengupayakan energi baru ini adalah PT BEE. Caranya tidak terlalu sulit. Kebetulan, sabtu kemarin aku dan Irena, teman kantorku berkunjung ke tempat pembuatan biodiesel minyak jelantah ini. Kami janjian di Hotel Salak, Bogor, Jawa Barat. Kebetulan PT yang mengembangkan minyak jelantah ini masih satu grup dengan Hotel Salak.
Tak lama setelah kami menunggu di lobi, seorang berbadan bongsor dan rambut lurus menghampiri kami. Sejurus kemudian mendatangi kami.
"Mohon maaf sudah menunggu lama" ujarnya seraya menyalami kami.
Kami pun terlibat pembicaraan hangat. Selidik aku melihat name tag yang menggantung di baju sebelah kirinya. Di sana tertera Widodo Bayu. "Wah kok namanya hampir sih sama aku ya". "Maklum tadi waktu memperkenalkan diri aku tak begitu jelas mendengarnya". "Wah kok bisa samaan begini ya". "Mungkin memang nama baik" gumanku dalam hati. Ha..................
Sekitar 15 menit kami berbincang. Sejurus kemudian Pak Widodo menawarkan kami untuk melihat langsung proses pembuatan minyak jelantah menjadi biodiesel. "Gak jauh kok tempatnya" ujar Pak Wid menyakinkan.
Tak lama kami sudah terlibat diskusi lagi di dalam Avanza. Dan memang benar kata Pak Wid, tak sampai 1/2 jam, akhirnya kami sampai ke tempat pengolahan biodiesel. Aku tak tahu pasti nama daerahnya. Yang aku ingat sepanjang jalan kami melalui perumahan Taman Yasmin. Setelah itu belok kanan. Dan tempat yang kami tuju ada disebelah kanan jalan.
"Yuk kita langsung ke bawah aja" ajak Pak Wid.
"Mudah dan tak terlalu lama prosesnya" cerita Pak Widodo sambil berjalan.
"Setidaknya ada tiga tahap dalam memprosesnya"ujar Pak Widodo mulai menerangkan.
Pertama, minyak jelantah ditakar, kemudian dimasukkan ke dalam mesin yang disebut mini biodiesel reaktor. Lalu diaduk beberapa saat sebelum ditambahkan metanol dan KOH. Kedua zat kimia inilah yang digunakan dalam memproses jelantah menjadi biodiesel. Dibutuhkan waktu 30-40 menit untuk proses pertama ini. Kemudian residu dari proses pencampuran ini dibuang. Residu ini biasanya disebut gliseril.
Kedua, tahap pencucian. Dari proses pertama, minyak jelantah yang telah tercampur dengan metanol & KOH, kemudian dicuci dengan air sebanyak dua kali. Proses pencucian ini dimaksudkan untuk membersihkan minyak jelantah dari metanol dan KOH.
Ketiga, proses pembakaran. Proses ini bertujuan untuk membersihkan minyak jelantah dari air. Dengan pembakaran yang dilakukan, air yang masih terkandung di dalam minyak jelantah akan menguap sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal. Proses pembakaran tergantung berapa banyak minyak jelantah yang akan dibakar. Semakin banyak, maka semakin lama. Ibaratnya, ketika kita akan merebus air seliter dan 10 liter tentu memakan waktu yang berbeda. Setelah itu, tinggal pendinginan. Minyak jelantah yang sudah dingin ini kemudian disebut biodiesel, dan langsung dapat digunakan layaknya solar dan bbm lainnya. Warna biodisel ini sepintas sama dengan warna minyak goreng curah di pasaran. Yang membedakan adalah baunya saja.
"Mas kita coba masukkan minyak jelantah ini ke mobil ya"ajak Pak Wid.
"Ok Pak".
"Nis, isi lagi nih mobilnya" pinta Pak Wid kepada sopir kantornya.
"Hah isi lagi Pak?"tanya Dennis sang sopir.
"Iya isi aja lagi" tegas Pak Wid.
Dengan dibantu Usman, pegawai pengolahan minyak jelantah, Dennis pun menuruti perintah Pak Wid.
Setelah itu Dennis menyalakan mobil.
"Wrengggggggggg.................., asap pun keluar dari knalpot di belakang.
"Wah bau gorengan nih" ujarku.
"Emang bener mas, bau gas pembuangannya sama dengan sumbernya"ujar Pak Wid. "Kalau minyak jelantahnya dipakai untuk goreng ayam, ya baunya ayam goreng" lanjut Pak Wid.
"Jadi bikin laper nih Pak"................????!!!
"Mas bisa lihat sendiri, selain gas buangannya tidak hitam pekat, juga ramah lingkungan". "Kita selalu memakai minyak ini kalau kemana-mana". "Jadi mobil ini anti pompa bensi" ujarnya seraya promosi.
"Cara pembuatannya sebenarnya mudah, yang sulit justru bahan bakunya". "Kita harus berebut dengan pengepul Mas" cerita Pak Wid. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pengepul minyak jelantah ini akan mengolah kembali menjadi minyak goreng curah.
Selain digunakan untuk mobil operasional kantor, BBM jelantah ini juga digunakan bus TransPakuan Bogor. Sepuluh bis yang melayani rute terminal Baranangsiang-Bubulak ini sebagian BBMnya menggunakan minyak jelantahan olahan ini. Bahkan dibadan bis ini ditulis besar-besar: "BUS INI MENGGUNAKAN CAMPURAN BBM DAN MINYAK JELANTAH (BIO DIESEL)".
Wah hari itu benar-benar dapat ilmu banyak. Selain juga bertemu dengan orang yang kebetulan namanya sama aku. Ha.........Walau Bogor panas sekali, semoga apa yang dilakukan Pak Wid dkk, mampu memberi kesejukan ditengah "panasnya" harga BBM.
Sebuah langkah konkret yang patut diacungi jempol. Jika tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi???


Friday, January 11, 2008

Futsal = Kapok Lombok!


Menurut Wikipedia, futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua regu, yang masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan bola ke gawang lawan, dengan memanipulasi bola dengan kaki. Selain lima pemain utama, setiap regu juga diizinkan memiliki pemain cadangan. Tidak seperti permainan sepak bola dalam ruangan lainnya, lapangan futsal dibatasi garis, bukan net atau papan.
Futsal turut juga dikenali dengan berbagai nama lain. Istilah "futsal" adalah istilah internasionalnya, berasal dari kata Spanyol atau Portugis, football dan sala.
Permainan sepak bola mini ini pun kini kian menjamur. Hampir ditiap ujung ada tempat futsal. Apalagi dikota-kota besar. Dengan bandrol berkisar dari 100 ribu - dua ratusan ribu per jam, tempat futsal biasanya buka dari siang - malam. Maklum, banyak yang main sehabis pulang kerja untuk melepas penat. Mereka biasanya rame-rame biar gak terlalu berat bayarnya. Semakin banyak orang maka semakin ringan bayarnya. Hobi ini pun dijadikan sebagai ajang sosialita sesama penggila bola.
Belum lama ini pun kami sekantor main futsal. Tepat dihari yang keesokan harinya tanggal merah. Biasalah biar bisa leluasa main dan keesokannya bisa bangun siang. Kalau paginya ngantor mana bisa tidur puas. Ha.........
Karena gak bawa perlengkapan futsal, akhirnya aku memutuskan untuk pulang dulu. Akibatnya aku pun telat datang. Apalagi aku sempat nyasar segala. Aku baru sampai jam 8 kurang 15 menit, padahal teman-teman sudah main dari sejak jam 7 malam. Kita hanya booking dua jam.
Teman-teman sudah riuh rendah terdengar. Tertawa, kesakitan, guyonan, dll sering terdengar dari lapangan. Gila, ternyata yang main banyak juga. Ada sekitar 20an orang. Dalam permainan kemarin tidak ada tim. Jadi siapapun yang kelelahan langsung digantikan, tak peduli timnya. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya tiba juga giliranku masuk ke lapangan. Saling menyerang dan membuat gol terjadi. Walau gak banyak, aku pun kebagian memasukkan si kulit bundar ke gawang. Jatuh bangun pun kami lakukan demi sebuah bola. Memang kelihatannya seperti orang gila. Satu bola kok direbutkan 10 orang!!! Tapi justru disitulah letak seni main bola, apalagi futsal. Kalau gak salah ingat aku masuk ke lapangan dua kali setelah istirahat. Ketika main, tak terasa kaki sakit. Yang terasa hanya perasaan senang apalagi bisa menjebol gawang lawan. Semua terasa menyenangkan. Dan waktu jua yang akhirnya harus mengakhiri permainan kami malam itu. Setelah istirahat sebentar, kami pun berpencar ke rumah masing-masing. Malam itu tak terasa sakit apapun di badan. Apalagi aku mandi dengan air hangat. Keesokan hari badan juga masih terasa gak masalah. Hanya saja hari ini (setelah dua hari) badan rasanya rontok semua. Dari mulai tulang rusuk, tangan, lengan, dan paha ke bawah rasanya tidak karuan. Rontok semua. Yang ada sekarang tinggal kesakitan belaka. Namun kesakitan ini akan menjadi sembuh ketika ada yang mengajak main futsal lagi. Main futsal, walau tak jarang mengalami cidera, bagi penggila bola, ibarat makan cabe bagi penggemar masakan pedas. Walau pernah kepedasan, tapi suatu saat dia akan melanjutkan makan cabe lagi. Itu namanya KAPOK LOMBOK. Sama juga dengan futsal. Meski cidera, badan rontok, suatu saat pasti akan main lagi. DASAR!!!

Lapangan permainan
1. Ukuran: panjang 25-42 m x lebar 15-25 m
2. Garis batas: garis selebar 8 cm, yakni garis sentuh di sisi, garis gawang di ujung-ujung, dan garis melintang tengah lapangan; 3 m lingkaran tengah; tak ada tembok penghalang atau papan
3. Daerah penalti: busur berukuran 6 m dari setiap pos
4. Garis penalti: 6 m dari titik tengah garis gawang
5. Garis penalti kedua: 12 m dari titik tengah garis gawang
6. Zona pergantian: daerah 6 m (3 m pada setiap sisi garis tengah lapangan) pada sisi tribun dari pelemparan
7. Gawang: tinggi 2 m x lebar 3 m
8. Permukaan daerah pelemparan: halus, rata, dan tak abrasif
Bola
1. Ukuran: #4
2. Keliling: 62-64 cm
3. Berat: 390-430 gram
4. Lambungan: 55-65 cm pada pantulan pertama
5. Bahan: kulit atau bahan yang cocok lainnya (yaitu, tak berbahaya)

Jumlah pemain
1. Jumlah pemain maksimal untuk memulai pertandingan: 5, salah satunya penjaga gawang
2. Jumlah pemain minimal untuk mengakhiri pertandingan: 2
3. Jumlah pemain cadangan maksimal: 7
4. Batas jumlah pergantian pemain: tak terbatas
5. Metode pergantian: "pergantian melayang" (semua pemain kecuali penjaga gawang boleh memasuki dan meninggalkan lapangan kapan saja; pergantian penjaga gawang hanya dapat dilakukan jika bola tak sedang dimainkan dan dengan persetujuan wasit)
Perlengkapan pemain:
Kaos bernomor, celana pendek, kaus kaki, pelindung lutut, dan alas kaki bersolkan karet
Lama permainan
1. Lama: dua babak 20 menit; waktu diberhentikan ketika bola berhenti dimainkan. Waktu dapat diperpanjang untuk tendangan penalti.
2. Time-out: 1 per regu per babak; tak ada dalam waktu tambahan
3. Waktu pergantian babak: maksimal 10 menit.

Thursday, January 10, 2008

Hidup Mati: Begitu Dekat Begitu Nyata!

Kemarin pagi aku janjian sama temanku, Ismu Nugroho, untuk cari kost Andri. Andri adalah kakaknya Denny, salah satu temanku di Semarang. Andri baru pertama kali ke Jakarta. Sebelumnya dia kerja di Batam & Pekan Baru.
Kami janjian di depan RS Satyanegara, Sunter. Tak lama setelah sampai, aku telpon Ismu.
"Mas aku udah di depan RS"ucapku diujung telpon.
"Wah sorry Wid, aku gak bisa nemenin. Istriku lagi ada insiden. Sekarang aku di Husada"jawabnya diujung sana.
"Aku kasih alamatnya aja ya"sambungnya lagi.
"Ok"sahutku.
"Tut tut"seketika telpon pun terputus.
Aku dan Andri pun meluncur ke alamat yang dimaksud. Setelah tanya sana sini, akhirnya kami mencapai rumah yang dimaksud. Hanya sayang, kostnya sudah penuh. Kamipun meluncur ke tempat lain. Ada satu kamar yang kosong. Tapi sepertinya Andri tidak cocok.
Kami masih berputar putar di sekitar Sunter. Aku berhenti sebentar menelpon Ragil. Ragil adalah adiknya Ismu. Mereka dulu sama-sama tinggal di Sunter. Maksud hati ingin tanya daerah kost-kostan.
"Halo Nduk kamu dimana"tanyaku.
"Di Husada Mas"sambungnya.
"Anaknya Mas Ismu meninggal Mas, kena air ketuban". "Udah ya Mas, aku mau ngurus jenazahnya" sambungnya cepat.
"Klik" Telpon pun dimatikan.
Ada perasaan yang tidak enak mendengarnya. Siapa sih yang enak mendengar kabar duka. Kami masih berputar-putar sendirian di sekitar Sunter. Terik matahari yang hebat membuat kami sepakat meluncur pulang. Andri aku antarkan sampai kostnya di Kenari setelah sebelumnya mampir ke kostku.
Kabar duka ini pun aku sampaikan ke teman-teman kosku yang juga teman-temannya Ismu dan Ragil.
Tiba-tiba flexiku bunyi.
"Halo Wid kamu dimana"tanya Pupun. Pupun adalah tetangganya Ismu & Ragil di Prambanan, Klaten.
"Aku di kost"jawabku.
"Eh Wid, kita ngelayat yuk, baca Paritta, anaknya Ismu meninggal". "Kamu udah tahu?" cerocos Pupun.
"Udah"jawabku singkat.
"Ok". "Jam satu ya ketemu di kost" sambungku.
Tak lama Pupun pun datang. Akhirnya aku, Pupun, dan dua teman kostpun, Agus & Isyanto, berangkat ke RS Husada.
Begitu sampai di rumah duka Husada, ternyata jenazahnya baru saja berangkat ke Cilincing untuk di kremasi. Setelah berembuk, akhirnya kami putuskan menengok istrinya Ismu, Wahyuni, yang masih di rawat di lantai 5 ruang 512. Disana masih banyak orang yang menengok. Kamipun menunggu diluar kamar. Akhirnya tiba pula giliran kami. Setelah salaman sebagai rasa duka cita, Wahyuni pun bercerita kronologis kejadiannya.
Walau telah kehilangan, tapi wajah tegar dan iklas terpancar jelas dari mukanya yang masih agak lemas. Terus terang, aku salut dengan apa yang dilakukan Wahyuni. Aku tak tahu apa yang akan aku lakukan jika hal ini aku alami. Aku masih ingat, waktu kelas 4 SD, ayahku meninggal. Aku pun tak berani melihat jenazahnya. Aku hanya diam membisu di rumah tetanggaku.
Tak lama kami datang, Ivana juga datang.
Aku dan Agus memutuskan menunggu Ismu & Ragil dari tempat kremasi. Sementara Isyanto, Pupun, dan Ivana sudah pulang duluan. Kami duduk di teras ruangan. Di depan teras ini digunakan lalu lalang banyak orang. Tak hanya keluarga pasien tapi juga hilir mudik para suster yang membawa boks-boks bayi yang baru saja lahir. Tempat duduk kami memang tak jauh dari ruang bersalin. Selama kurang lebih 1 jam kurang, tak kurang dari 7 bayi merah melintas di depan mata kami. Masih dibalut selimut, wajah & kepala yang mulus terlihat. Lucu banget!
"Gila, banyak banget ya Gus, bayi yang lahir"ujarku memecah keheningan kami.
"Iya". "Tapi juga banyak kematian" sambung Agus serius.
Bener juga kata Agus. Kehidupan dan kematian memang dua keping mata uang yang tak bisa dipisahkan. Salah satu buku yang pernah aku baca malah bilang: Disitu ada kehidupan, maka disitu pula ada kematian. Buddha malah menegaskan: Kehidupan adalah awal kematian!

Kambing Balap



Liburan natal kemarin aku sempatkan diri mudik ke kampung halaman. Mudik ya memang ke kampung halaman lah! Karena naik kereta api dari Semarang, aku pun menuju ke kota Lumpia itu sore hari sebelum keretaku berangkat. Aku ke Semarang sekalian bertemu dengan kawan lama. Namanya Kukuh. Dia udah merit. Istrinya Tutik, temanku juga waktu sama-sama di Semarang.
Aku sampai di Semarang sekitar jam 5 sore. Suasana Patas AC Surabaya-Semarang yang sejuk masih tersisa begitu aku turun. Apalagi waktu itu hujan kecil terjadi. Segera aku tarik jaket penutup kepalaku untuk menghindari "berkah langit" itu.
Suasana depan terminal Terboyo sore itu agak rame. Maklum bubaran orang pulang kerja juga. Hujan rintik-rintik membuat beberapa orang mempercepat laju kakinya mencari halte berteduh.
Segera setelah berteduh, aku keluarkan HP untuk janjian dengan temanku.
Setelah pencat sana sini HP, akhirnya setelah 15 menit temanku itu dateng.
"Bang kamu liat ke kanan" sahut Kukuh diujung telpon.
"Kanan mana, aku kan nunggu di depan Terboyo" sanggahku.
"Aku udah di dekatmu, mobil pick up putih"sambungnya lagi.
Setelah aku lihat ke kanan, aku lihat samar-samar dia melambai-lambai.
"Oalah" batinku, ternyata wis bawa mobil to sekarang. He..............
Ternyata dia ditemani istrinya yang sedang hamil tua.
"Wah bentar lagi nih" cerocosku ke istrinya.
"Iya nih Mas" ujarnya mesam mesem.
"Bang kita jemput dik Metta dulu ya di Pemuda"sergah Kukuh.
Metta adalah adiknya Tutik. Jadi Metta itu adik iparnya Kukuh.
"Dia gek PKL di DP Mall" ujar Kukuh.
"Tapi kita mampir tempat Ninik dulu ya, aku mau ambil tiket kereta" sambungku.
"Ok" Kukuh mengiyakan.
DP Mall adalah Mall baru di Semarang yang terletak persis di belakang kantor walikota Semarang. Walau sempat di protes pedagang kecil, karena letaknya tak jauh dari pasar tradisional Bulu, Tugu Muda, toh Mall tetap saja jalan. Mungkin mereka menganut asas: Pedagang Menggonggong, Mall Jalan Terus!!
"Dik aku nunggu ditempat biasa ya"sambung Kukuh di ujung telpon.
Tak lama kemudian, Metta dateng dengan pakaian item putihnya. Seragam PKL.
"Wah Metta ternyata udah besar sekarang" batinku. Padahal waktu aku di Semarang dulu, dia masih SD. Iyalah itu kan 5 tahunan yang lalu. He............
Kami berempat, akhirnya berjubel di depan. Hari itu, hujan bukannya berhenti, tapi malah makin deras.
"Bang mau makan apa" tanya Kukuh.
"Teserah"jawabku sekenanya.
"Yo ojo teserah"serang Kukuh.
"Lha dik kamu mau makan apa" tanyaku ke Tutik & Metta.
"Teserah deh Mas"ujar mereka hampir bersamaan.
"Lho ojo teserah to"sambungku.
"Nek aku pengene sing berkuah panas"usulku.
"Ok, nek garang asem mau gak"jawab Kukuh.
"Boleh".
Pick Putih itu terus melaju memecah derasnya hujan kota Semarang. Tak lama, kami berhenti di Jl. Pamularsih. Kami pun segera turun mengingat perut sudah minta diisi.
Celakanya, ternyata garam asem yang kami mau sudah habis.
"Duh makan apa nijh"tanya Kukuh lagi.
"Yo wis seadanya rak wis" sambung seketika. "Yang searah ke rumah aja".
"Bakso ya?"sambung Kukuh lagi.
"Boleh deh".
Tak sampai 30 menit kamipun sampai di warung bakso. Terletak disamping Klenteng Sam Poo Kong. Itu lho klenteng yang katanya dibangun oleh Laksamana Cheng Ho.
Dalam hati aku berpikir, wah nek makan bakso tok pasti gak kenyang. Padahal aku kan malam ini jalan ke Jakarta. Walau sudah pesan bakso, aku pun mencari tambahan ganjalan perut. Setelah liat kanan kiri, ternyata disebelah warung bakso itu ada warung yang di depannya tertulis "Kambing Balap". Segera aku melangkah ke warung setelah itu. Warungnya agak sepi. Hanya beberapa orang saja yang duduk, termasuk yang si penjual.
"Mas ada sop gak?" tanyaku PD. Aku mau makan sop kambing. Dingin-dingin begini pasti enak.
"Wah gak ada sop mas" ujar penjualnya.
"Lha adanya apa"tanyaku balik.
"Disini gak ada sop kambing mas, disini jual hek"tegas penjual berkaos oblong itu.
"Hek?" "Apa itu mas" sergahku tak kalah.
"Hek, masnya gak tau to?" ujar pedagang itu lagi.
"Apa to mas" ujarku polos.
"Itu lho mas, daging anjing"kata pedagang.
"Wah enggak deh mas"sergahku sejurus kemudian.
Setelah itu aku balik ke warung bakso dengan perasaan dongkol, malu, kecewa, campur aduk jadi satu. Kambing balap itu aku pikir kambing beneran. Gak taunya nama lain dari daging anjing. Wekkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk!!!????
"Piye Bang wis pesan kambing"tanya Kukuh.
"Apa", "Lha sing dijual kuwi ternyata daging anjing" umpatku kesal.
"Ha...................." Mereka bertiga pun terpingkal-pingkal menertawakan aku.
"Sialan kalian semua". "Bukannya kasih tau dari awal"ujarku kesal.
"Aku sendiri juga gak tau Bang"bela Kukuh.
Ya wis lah. Akhirnya untuk mengganjal perutku yang akan pergi jauh, aku pesan 1 mangkok lagi bakso.
Apa yang kemarin aku alami, bener-bener harus jadi pelajaran berharga. Kambing balap ternyata nama lain dari anjing. Mungkin di tempat lain namanya pun beda-beda. Mesti waspada nih.............................

Monday, January 7, 2008

Tsunami Bisu

26 Desember tiga tahun lalu, bencana dasyat tsunami meluluhlantakkan bumi Nanggroe Aceh Darussalam. Ratusan ribu korban meninggal. Aku sendiri baru menginjakkan kaki seminggu kemudian di bumi serambi mekah itu. Kondisi kehancuran terasa sekali. Hilir mudik petugas PMI dan TNI membantu korban yang akan dievakuasi keluar Aceh. Ratapan kesedihan menyeruak mereka yang kehilangan sanak saudaranya.
Kini, 3 tahun berselang. Walau tak sering, aku beberapa kali melihat sendiri proses rekonstruksi dan rehabilitasi yang dikomandoi BRR. Dibawah kepemimpinan Pak Koen, ada banyak kemajuan. Rumah-rumah dibeberapa titik sudah berdiri lengkap dengan fasilitasnya. Semuanya atas bantuan dari berbagai pihak, terutama NGO dari luar negeri.
Namun disisi lain, ternyata sampai hari ini masih banyak pula warga yang tinggal di barak-barak pengungsian. Penanganan paska tsumani memang tidak mudah. Terutama persoalan rumah. Akses tanah adalah salah satu kendalanya. Disatu sisi, banyak NGO yang memiliki aturan: akan membantu pembangunan rumah, jika korban tsumani ybs memiliki tanah. Sementara tak banyak pengungsi yang memiliki tanah. Sebab selain sudah sebagian hilang diterjang tsunami, banyak pula diantara mereka tidak memiliki tanah karena sebagai pendatang di Banda Aceh. Layaknya Jakarta, Banda Aceh juga menyedot semut-semut urbanisasi di Aceh.
Pergantian tampuk kepemimpinan Aceh turut mempengaruhi laju kerja proses rekonstruksi dan rehabilitasi ini. Beberapa orang gubernur memang menempati pos-pos di BRR. Secara politis pun gubernur menjadi wakil BRR. Tentu tarik menarik kepentingan pasti terjadi disini.
Ada teman yang cerita bahwa sekarang ini, banyak NGO yang sudah angkat kaki. Padahal mereka memiliki dana melimpah. Hanya saja karena proses birokrasi yang berbelit, NGO ini pun pergi entah kemana. NGO-NGO ini sebenarnya memiliki niat yang sangat mulia, ingin membantu saudara-saudara kita. Tapi ternyata kok malah dipersulit. "Mau berbuat baik ternyata gak gampang" seloroh temanku.
Setahun lalu, ketika peringatan dua tahun tsunami, ada kata-kata menarik: Remember & Re-built. Maksudnya bahwa kejadian tsunami harus tetap di kenang dan juga harus membangun kembali puing-puing kehidupan yang sudah runtuh. Peringatan kala itu sangat meriah. Namun peringatan tinggal peringatan. Peringatan bulan desember kemarin tak seramai lagi. Pemerintah justru mengadakan latihan penanggulangan tsunami di Banten. Entah apa alasannya.......
Tiga tahun sudah berlalu. Peringatan itu pun kini hanya menyisakan kebisuan belaka. Kebisuan yang entah sampai kapan akan kembali bersuara. Kebisuan peringatan menjalar pula pada kebisuan nasib sebagian besar warga yang hingga kini masih belum memiliki tempat tinggal.
Selamat memperingati tsunami yang penuh kebisuan.

Boim oh Boim

Kuliah kedua jam 11. Di dalam kelas ada beberapa teman yang lagi nonton film sambil nunggu dosen. Gak tau judulnya apa, yang pasti ada Al-Pacino main disana. Gak lama Pak Yul, sang dosennya dateng. Orangnya cool sih. Dengan tas kebesarannya dipunggung. Semua terasa biasa saja. Tapi yang agak aneh itu orang dibelakangnya. Perawakannya agak tambun, walau gak tambun banget. Rambutnya keriting dan pendek. Bagian depan agak botak dikit. He...... Dengan baju koko, dia mengambil duduk di bangku depan. Sama seperti mahasiswa lainnya. Mendengarkan uraian Pak Yul. Tak lama, Pak Yul, cerita kalau temannya ini adalah Boim Lebon. Itu lho yang bikin serial Lupus. Akhirnya Boim dipersilahkan memberikan "kuliah singkat" ke kita-kita.
Seperti serial Lupus yang gokil banget, demikian pula pembawaan Boim. Dia menceritakan sedikit tentang riwayat perjalanan hidupnya. Mulai mengarang Lupus, kerja di TV, dll hingga sudah banyak buku-buku se-genre Lupus dihasilkan dari tangannya yang usil. Salah satu bukunya: I Love U SOMAD, plesetan dari I LOVE U SO MUCH. Ada juga SUPARMAN RETURN, plesetan dari Superman Return. Kira-kira Suparman Return bercerita tentang seorang kaum urban yang bernama Suparman yang mudik ke desanya. Ternyata di desanya sudah banyak perubahan yang tidak dia sangka. Selain itu masih banyak lagi buku plesetan lainnya. Kalau teman-teman sempat mampir di toko buku, pasti ada tuh buku-buku dia.
Emang dasarnya gokil, celetukan dan gaya bahasanya pun gokil. Banyak cerita lucu yang dia kasih. Salah satu ceritanya:
"Seperti anak SMA pada jaman itu, bandel bin badung pastinya. Ketika itu, rambut keriting saya agak panjang. Jadi ketika naik motor gak pernah pake helm karena ribet. Suatu saat ketika naik motor saya berhenti di lampu merah, padahal disana tertulis "LURUS JALAN TERUS"! Seketika juga saya di dekati polisi:
Polisi: "Eh kamu, bisa baca gak tulisan itu?"
Boim: "Tulisan apa Pak"
Polisi: " Tuh tulisan LURUS JALAN TERUS"
Boim: "Saya kan KERITING Pak bukan LURUS"
Polisi: ?????
Dasar Boim, begitu gerutu teman saya. Kuliah dari Boim hari itu agak menyegarkan suasana. Biasanya kan kita agak serius melulu. Ha............Thank U Pak Yul. Thank U Boim. Btw, nama asli lu itu siapa sih? Dasar Boim Boim.....

Lucu Lucuan Aja sih

Suatu hari di dalam pesawat sebuah penerbangan. Duduk tiga perempuan yang awalnya tidak kenal, tapi karena bersebelahan akhirnya saling berkenalan. Yang pertama, Dina (wanita cantik, pengusaha emas, simpenen salah satu pengusaha top Indonesia). Kedua, sebut saja Rebbeca. Dia adalah model kelas wahid dari Hongkong. Jadi ya badannya lu sendiri taulah kayak apa. Ha.........
Yang ketiga, cewek Nigeria yang punya bisnis di Jakarta. Mungkin ganja kali ya? Orang Nigeria pasti item kan badannya. Walau item legam, tapi bolehlah. Namanya sebut saja Jomo.
Tiba-tiba ditengah keasyikan obrolan mereka, salah satu pramugari mengatakan bahwa pesawat mengalami gangguan cuaca. Semua penumpang diminta untuk waspada dan mengencangkan sabuk pengaman. "Fasten your shit belt, please" begitu kira-kira pengumuman pramugari berulang-ulang. Tapi bukannya mengencangkan sabuk kursi, Dina malah sibuk mengeluarkan koper yang berisi emas. Semua emas dia pakai. Tentu saja Rebbeca dan Jomo terheran-heran.
Rebbeca: "Lu ngapain pake emas segala"
Dina: "Biar nanti kalau pesawat jatuh tim rescue segera menolong aku karena aku orang kaya"
Sejurus, Rebbeca malah melucuti semua pakaiannya.
Jomo: "Lu ngapain juga copot semua pakaian kayak gitu"
Rebbeca: "Biar nanti kalau tim rescue datang dia segera memberi pertolongan karena badanku aduhai"
Tak lama, Jomo juga melucuti pakaiannya.
Rebbeca: "Lu ngapain ngikut lepas baju segala"
Jomo: "Bukannya kalau ada pesawat jatuh yang dicari kotak hitamnya dulu"
Dina & Rebbeca: ????!!!!!!!!!

Badan Bangun Pikiran Tidur

"KRINGGGGGGG" bunyi keras itu membangunkanku dari lelap. Setengah sadar aku cari sumber bunyi itu. "Jam 6" itu yang tertera di alarm HP-ku. Tapi karena aku kuliah jam 8, aku tarik lagi sarungku. Maklum, semalaman aku begadang nongkrongin MU vs Aston Villa di FA Cup. Emang cuma setengah babak sih kuatnya. Ha..........Beruntung aku dengar berita radio pagi-pagi kalau MU menang 2-0 berkat gol Ronaldo & Rooney.

"SHITTTTTTT" aku harus ngeprint tugas kuliah pertama. Sekarang udah jam 7 lagi. Setelah gedor pintu kamar teman kost akhirnya tuntas juga tugas ini. Beruntung banget printernya emang pinter. Tau kalau aku lagi buru-buru. Hi...........

Setelah mandi "singkat" aku pacu si Bebek Hitam kesayangan meluncur ke kampus. Aku memang sudah diatas bebekku, namun rasanya pikiran ini masih ada di kamar. Ini terbukti ketika aku harus memutar kembali ke kost karena ada barang yang tertinggal. Bener-bener blank. Udah telat, masih aja ada barang yang ketinggalan. Dengan susah hati aku putar si Hitam ke kost lagi.

Sebenarnya jalur ke kampus lurus lurus aja plus belok dikit. Jalur ke kampusku: Salemba, Merdeka Selatan, Tanah Abang, Slipi, Kemanggisan, Jl. Lapangan Bola, Meruya Selatan. Tapi begitu aku sampai Senen harusnya kan belok kiri ke arah Tugu Tani, tapi entah mengapa aku malah lurus ke arah Gunung Sahari. Agak tak sadar aku udah sampai di dekat terminal Senen, tetap saja aku jalan. Dan aku baru sadar kemudian. Akhirnya aku arahkan si Hitam ke Jl. Lapangan Banteng, Veteran, Tomang, lewat TA. Dari TA aku udah mikir akan lewat kolong bawah tol Kebon Jeruk. Tapi bukannya belok kiri arah Arjuna Selatan, tapi aku malah ambil kanan ke Arjuna Utara. Lagi-lagi penyesalan saja yang ada. Setelah 30an menit terguncang di atas si Hitam, akhirnya aku sampai juga kampus. Tepat 18 menit lewat dari jam 8. Segera aku cari HP utk telpon teman. Soalnya dosen kuliah pertama ini rada killler walaupun sebenarnya baik. Ya pokoknya gitulah............. "Met Pak Heri udah masuk"tanyaku ke Metta, temanku. "Belum ada tuh" sambung Metta. Wah syukur banget. Artinya masih ada waktu untuk cari sarapan. Maklum cacing pita di perut udah minta makan dari tadi. Akhirnya aku beli 2 roti dan susu bantal. Roti pertama aku habiskan di jalan menuju kelas. Kemudian sambil nunggu dosen dateng, di depan kelas aku habiskan roti ke-2. Sayangnya, baru 2 gigitan, eh tuh dosen dateng. "HUHG" rese banget. Makan rasanya gak nikmat banget!!!!!!!! Akhirnya dengan rasa kesal, aku masukkan sisa potongan roti ke dalam tas.

Kuliah pertama ini berjalan biasa aja. Dosen cuma memberi gambaran trik-trik menyusun skripsi yang cepat. Lagian siapa juga yang mau lama-lama. Akhirnya kuliah pertama selesai juga setelah jam 09.30. Uh........akhirnya selesai juga. Pagi itu aku benar-benar merasa bahwa pikiranku masih tertinggal di tempat tidur padahal aku udah ada di dalam kelas. "WOI BANGUN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Wake up!!!!!!!!!! Rasanya pasti enak kalau ada guling dan kasur di dalam kelas, apalagi di kelas ada AC, jadi sejuk.