Friday, June 27, 2008
Film Itali: Cinta Tak bisa Dibeli
Tingkah polah Antonio menghafal, menghayati setiap detil perannya ini membuat kekonyolan makin menjadi. Sebagai langkah awal pendekatan, Lucia menugaskan Antonio menonton teater yang juga sedang di tonton Maria seorang diri. Dengan berbekal buku tentang pentas teater itu, ia mantap mengambil duduk sebelah gadis berkaca mata tak jauh dari duduk Maria. Hanya saja bukannya menyimak jalan cerita teater itu, justru ia tertidur pulas dengan buku lepas dari genggaman. Buku yang terjatuh inilah yang akhirnya menjadi titik awal perkenalan Antonio dan Maria. Hingga akhinya hubungan Maria-Antonio makin dekat. Maria bukannya tanpa beban menjalani affair ini. Beberapa kali ia merasa bersalah dengan apa yang dilakukan. Dan Lucia pun menjadi pemenang untuk sementara waktu. Dan beberapa lembar uang Lira pun berpindah ke tangan Antonio. Sementara Maria berselancar dengan hubungan barunya, demikian pula Paolo-Lucia. Masing-masing tenggelam dalam benang kusut yang dibuat sendiri ini. Celakanya mereka semua menikmatinya. Benang kusut ini akhirnya menjalar pula pada pekerjaan Lucia. Bahkan ia hampir dipecat, hingga akhirnya ia memberdayakan segenap rasa untuk membuktikan bahwa pemecatan itu bisa dibatalkan. Dan memang akhirnya ia berhasil. Di tengah keberhasilan menyakinkan atasannya, ia pun diliputi kecemasan yang dasyat hubungannya dengan Paolo. Dalam hati dia merasa bersalah. Apalagi ia pun tak mau merusak persahabatan dengan Paolo-Maria.
Di sudut lain, Maria-Antonio tengah di mabuk asmara. Maria pun sudah berbulat hati memutuskan tali tunangannya dengan Paolo. Niat itu sudah bulat. Hanya saja akhirnya tidak sanggup ia sampaikan. Sementara Antonio pun sudah jatuh hati "betulan". Mendengar niat Maria, Antonio menjadi marah dan gusar. Ia pun mengumpat dan mengecam Lucia. Kata yang aku ingat, Antonio mengatakan bahwa cinta itu tidak bisa dibeli dengan uang. Sebab cinta itu datang dari hati. Di tengah ketersambungan kembali tali kasih Maria-Paolo, Antonio memutuskan pergi keluar negeri. Sementara Lucia ternyata merasa kehilangan Antonio. Dengan berbagai cara ia mencari Antonio. Biar bagaimana pun ia berhutang banyak dengan Antonio. Berbekal penuturan mantan kakak ipar Antonio, didapat kabar bahwa memang Antonio sudah berangkat ke bandara. Dan segera Lucia meluncur menyusul. Lalu lalang orang yang padat, membuat ciut Lucia untuk mencari Antonio. Seperti kebanyakan film lainnya, akhirnya Lucia pun berhasil mempertemukan Antonio. Usut punya usut ternyata, pertemuan dibandara ini merupakan skenario Maria yang ingin menyatukan Lucia dan Antonio. Jadi mereka semua ternyata menjadi sutradara masing-masing bagi sahabat-sabahatnya. Lucu juga.
Cerita film ini mungkin sudah jamak di layar kaca kita. Hampir semua sinetron kita pun sudah sering mengangkat cerita ini. Bahwa cinta itu memang tidak bisa dipaksakan, apalagi ditukar dengan materi. Seperti lagu Padi: Cinta bukan sekedar kata, cinta pasti bukan hanya harta dunia semata................
Thursday, June 26, 2008
Bus Way, Bye Bye
Aku tak lihat pasti jam berapa aku berangkat. Tapi rasanya sih masih pagi. Lalu lalang orang dan kendaraan sudah mengeriyap di hadapanku. Tak biasa rasanya. Sebab tiap pagi, aku memang tidak melewati jalur umum ini. Tanpa pikir panjang, beli tiket busway, 3.500. Cukup murah sebenarnya. Di halte itu, tak banyak orang. Hanya beberapa antrian aja. Semenit dua menit menunggu. Ada busway meluncur kencang.Tapi kosong dan melintas saja di depan. Ruat muka kecewa hampir semua terlihat. Was-was akan terlambat datang ke kantor terjadi. Beberapa busway memang datang, tapi sudah sangat sarat penumpang. Tiap kali berhenti, yang bisa naik hanya satu orang. Gila. Seorang perempuan muda terlihat beberapa kali mengangkat telpon selulernya. Pertanda mengabarkan ketidaksabaran menunggu. Sejurus kemudian ia memutuskan membubarkan diri dari antrian dan beranjak keluar halte. Tak lama menunggu ia sudah di atas bus Patas arah Blok M. Sementara aku dan beberapa orang masih menunggu dan menunggu.
Melirik ke arah sebelah, ternyata jam sudah hampir pukul 8. Wah bisa telat nih, batinku. Aku memutuskan untuk mengikuti jejak perempuan tadi meninggalkan halte busway. Ojek akhirnya menjadi pilihan. Dalam boncengan aku berpikir. Wah bisa sinting kali kalau tiap pagi selalu begini keadaannya. Busway selama ini memang menjadi angkutan alternatif. Sayang manajemennya masih amburadul. Ulah sopir yang masih jauh dari ideal, jadwal yang kacau balau, masih menggelayut. Busway ideal bagi mereka yang gak dikejar-kejar waktu. Sebab selain harus menyambung halte berikut jika tak searah, penyediaan jalur khusus pun tak mampu menjawab "kecepatan" busway. Jika memang mepet waktu tak ada gunanya menggunakan busway. Lebih baik cari angkutan yang lain.
Busway, bye bye aja deh. Mending naik "si hitam" aja pasti cepat sampai tak perlu menggerutu menanti busway yang selalu penuh sesak.
Tuesday, June 24, 2008
22 Juni
Semangat baru pasti selalu ada ketika peringatan hari lahir tiba. Namanya peringatan, pasti kita diingatkan beberapa saat tentang diri kita. Siapa kita, keluarga kita, komunitas kita, dll. Hari itu aku mengawali hari dengan berbenah kamar kost. Maklum selama ini kamar itu aku agak bengkalaikan. Mungkin cuma numpang tidur saja tepatnya. Beberapa buku yang tercecer aku rapikan. Nyapu dan ngepel akhirnya aku lakukan. Hari itu pula, aku nitip belanja ke Mbak Gina, pembantu kost kami. Ada beras, ayam, bumbu, lalapan, dll untuk makan malam teman-teman. Aku memang sengaja mengundang mereka untuk merayakan hari lahir itu. Mungkin sudah lama aku tak melakukannya. Meski sederhana, yang penting mereka bisa merasakan kebahagiaan bersama.
Resolusi? Entahlah. Aku sama sekali tak mengenal istilah itu. Yang ada diotakku ya berusaha menjalani saja hidup ini sebaik mungkin. Kadang jika melihat teman-teman seusiaku, memang banyak yang berbeda. Tapi toh perbedaan itu memang pilihan yang kita ambil sendiri. Bukankan hidup itu cuma serangkaian pilihan-pilihan saja?
Bagiku, ulang tahun sebenarnya tak beda jauh dengan hari-hari yang lain. Yang berbeda cuma satu bahwa aku makin tua. Jatah hidup makin berkurang. Ibarat kita punya jatah hidup 50 tahun di bumi ini. Tiap tahun kita dikurangi jatah hidup itu. Jadi sebetulnya yang tepat menurutku bukan selamat ulang tahun, tapi selamat memperingati hari lahir. Supaya kita selalu ingat bahwa hidup kita makin singkat dan berkurang. Selamat memperingati hari lahir untuk diriku sendiri.
Friday, June 20, 2008
Bubur Istana
Informasi yang kita dapat, peserta akan dibagi beberapa titik temu. Salah satu titik bundaran HI. Tempat ini memang titik paling strategis seantero Jakarta. Siapa sih yang gak kenal? Saban demo pasti tempat ini menjadi titik favorit. Begitu kami datang, sudah ada beberapa orang yang memarkirkan sepedanya. Wajah ceria tampak diiringi gelak celoteh diantara mereka. Mereka masih menunggu beberapa kawan yang akan bergabung. Satu per satu peserta datang, termasuk ketua Bike to Work, Mas Toto Sugito. Ternyata kedatangan Mas Toto membawa keramaian. Di tangan dan kakinya terdapat beberapa luka. Usut punya usut Mas Toto mengalami kecelakaan. Katanya sih nabrak pohon. Nah lho. Mas Toto lain kali, ati-ati ya. He........:) Ketika di bundaran HI ini, aku berpikir, acara besar seperti ini kok gak ada yang liput ya? Apa karena kepagian?
Rombongan akhirnya berangkat juga. Dengan santai namun semangat, mereka menggenjot sepeda masing-masing menuju Monas. Dan ternyata di pelataran Monas, Jl. Merdeka Selatan, SBY sudah menanti. Tentu disini, sudah bejibun wartawan yang nongkrong. "Ternyata aku salah tempat nih" batinku sesal. Bertandem dengan Ibu Ani, SBY tampak bersiap menggenjot sepedanya. Acara hari itu juga diikuti beberapa menteri. Tampak Marie E. Pangestu, Rachmat Witoelar, Purnomo Yusgiantoro, Menpora Adhyaksa Dault, dll. Tak ketinggalan bang kumis, jubir Presiden, Andi Malarangeng. Tak lama setelah berkumpul, SBY pun memimpin rombongan ini menuju istana. Yang pasti jaraknya tak jauhlah. Lha wong sekelabatan mata saja, istana sudah nampak kok dari lokasi rombongan ini. Tapi yang penting suasana dan kampanye untuk irit energi patut diapresiasi. Para pemburu berita, sibuk dengan kamera masing-masing. Tak ketinggalan aku juga. Namun segera setelah SBY mengayuhkan sepedanya, semua bubar berebut naik ke mobil pick up yang sudah dipersiapkan. Dan celakanya aku kurang gesit diantara mereka. Akhirnya tertinggallah diriku. Kecewa pasti, tapi apa mau dikata. Sementara rombongan sudah bergerak, akhirnya aku langkahkah kaki menuju istana bersama beberapa orang yang tertinggal. Yah ternyata ada temannya juga. Gak malu-malui bangetlah kalau gitu. He......
Begitu sampai dipintu masuk istana, ternyata kami tak tertinggal jauh dengan peserta bike to work. Banyak peserta juga yang baru sampai. Kami pun langsung berbaur dengan mereka bersama masuk ke dalam istana. Beberapa pemeriksaan tetap dilakukan walau agak santai. Hingga tiba di pintu pemeriksaan terakhir, seorang penjaga menanyakan identitas istana bagi wartawan. Lalu aku jawab gak ada karena memang sehari-hari, saya tidak bertugas disana. Namun kali ini kami diperbolehkan untuk masuk istana. Uh..........:)
Di dalam istana suasana sangat santai. Beberapa orang tampak berfoto ria. SBY sendiri pun berbaur dengan mereka. Sangat berbeda dengan keseharian yang penuh protokoler. Setelah lepas lelah, Mas Toto memberi sambutan yang diteruskan SBY. "Saya kira banyak yang bisa kita dapatkan karena itu saya telah sampaikan kepada saudara Toto, mari kita buat kegiatan ini lebih reguler dan rutenya lebih panjang, terutama untuk kami. Lebih pagi sedikit supaya tidak mengganggu lalu lintas" ujarnya disambut tepuk tangan komunitas bike to work.
Acara pagi itu dilanjutkan dengan penyerahan satu bingkai foto bergambar SPBU dengan tangki berbentuk galon air. Segera setelahnya, peserta bike to work menyerbu beberapa gerobak makan yang sudah disediakan SBY. Ada lontong sayur, ada pula bubur ayam. Dan akhirnya aku memutuskan memilih bubur ayam untuk mengurangi kesemrawutan pagi itu. Untung ada bubur istana. Jalan kaki monas-istana terbayar sudah. Hah!
Thursday, June 19, 2008
RENCANA BESAR
by Padi (Tak Hanya Diam)
Bisakah ku singgah dihatimu
Berharap sebentuk tempat yang tulus
Sesuatu yang kupercaya
Ada tersimpan disana
Terlalu lama aku harus terdiam
Atau mungkin ku tak percaya sungguh
Akan kesempatan dan kemungkinan
Yang terjadi nanti
Karna ku yakin ada pintu yang terbuka
Diantara hatiku dan hatimu
Its been years since we've met
And days had gone by
Now its time to make up my mind
And I hope that we can make it to the end
Bila firasat ini memang benar
Memilikimu adalah maksud
Dari sebuah rencana besar
Merubah hidupku
Jikalau aku harus berhitung benar
Akan kemungkinan yang bisa ada
Bilaku bisa memilikimu
Bahagialah aku
Karena ku yakin ada pintu yang terbuka
Diantara hatiku dan hatimu
Its been years since we've met
And days had gone by
Now its time to make up my mind
And I hope that we can make it to the end
Its been years since we ve met
And days had gone by
Now its the time to make up my mind
Oh...May be I could nev er have you in my life
(Perkenankanlah aku singgah dihatimu
Berharap sebentuk tempat yang tulus
Sesuatu yang kupercaya
Ada tersimpan disana)
Note: Lagu ini menurutku mantap banget. Minimal bisa bikin goyang kaki & kepala. Kalau gak percaya cari aja deh mp3-nya. Dijamin gak cukup dengar sekali.
Time to make up my mind. Rasanya itu yang perlu aku lakukan sekarang ini.!!
Monday, June 16, 2008
Kungfu Panda: Panda yang bikin Terpingkal!
Bioskop malam itu ternyata sudah penuh sesak. Tak ada bangku tersisa. Semua umur lumer jadi satu. Ada anak kecil juga orang tua. Yah artinya aku bukan termasuk barisan orang yang nonton tak sesuai umur.
Po (Jack Black) si Panda adalah anak seorang penjual mie. Melihat Po yang seorang Panda dan ayahnya yang seperti bebek rasanya aneh. Tapi itulah kehebatan film kartun. Suatu hari, ketika tidur Po bermimpi menjadi jagoan Kung Fu. Namun ia takut merealisasikan mimpi ini karena tak mau mengecewakan ayahnya. Sang ayah berharap Po menjadi generasi penerus penjual mie tulen. Kesempatan tak datang dua kali. Mungkin itu yang ada di benak Po, ketika sebuah perguruan Kungfu ternama mencari pendekar naga. Ia ingin mengikuti audisi itu. Namun untuk mengelabui sang ayah, ia turut serta membawa gerobak mie ayahnya dengan alasan akan berjualan di dekat tempat audisi itu. Namun karena perguruan kungfu terletak di atas gunung, Po pun kesulitan mengangkut gerobak ayahnya. Ke pucuk gunung dengan membawa diri yang super besar saja ia kerepotan. Akhirnya gerobak ditinggal. Dengan berbagai cara dan usaha ia akhirnya sampai di tempat audisi. Sayang, ketika ia akan masuk ke dalam perguruan, ternyata pintu persis baru saja ditutup. Kecewalah si Po. Dengan seribu akal, Po berusaha masuk ke dalam, salah satunya dengan menaiki pohon dan menaiki balon udara sederhana. Cara kedua inilah yang akhirnya menuntun dia ke dalam perguruan kungfu meski itu pun secara kebetulan, khas film kartun. Ketika seorang Shifu (kepala perguruan) akan mengumumkan siapa yang akan menjadi pendekar naga, tiba-tiba tubuh tambun Po terhempas di singgasana bagi pendekar naga. Dan akhirnya Po dinobatkan sebagai pendekar naga. Dia pun masih belum menyadari hal ini. Sementara proses penobatan ini tentu membuat berang Furious Five, yang selama ini digadang-gadang sebagai calon pendekar naga. Mereka adalah Tigress, Monkey, Mantis, Viper, dan Crane. Pertemuan dan pertemanan mereka pun tak pernah akur. Po dianggap tak layak menjadi pendekar naga untuk mengalahkan Tai Lung, mantan murid perguruan itu yang tamak hingga akhirnya dijebloskan ke penjara.
Di dalam penjara, ternyata Tai Lung berhasil kabur dan menuntut balas dendam ke perguruan. Disisi lain, tubuh gendut, jalan yang lamban, dan seabreg kekurangan Po membuat dirinya tak percaya diri belajar kungfu. Bahkan Master Shifu sempat meragukannya. Namun ketika Master Oogway meninggal, Master Shifu tak punya pilihan lain untuk terus melatih Po. Ia melatih Po dengan makanan, mengingat Po memang suka sekali makan. Dan seiring berjalan waktu, cara ini berhasil. Tubuh gendutnya tak lagi halangan untuk bergerak membuat jurus kungfu.
Hingga akhirnya Tai Lung datang balas dendam. Furious Five tak berhasil membendung Tai Lung. Termasuk Master Shifu. Melihat hal ini, Po tak tinggal diam. Awalnya Tai Lung menganggap remeh Po. Namun dengan hasil kerja keras latihannya selama ini akhirnya mampu mengalahkan Tai Lung. Po pun akhirnya dinobatkan sebagai pendekar naga sejati oleh rakyat sekitar perguruan. Ayahnya yang semula tak suka Po berlatih kungfu pun akhirnya menerima dan tentunya bangga dengan anak tambunnya.
Kungfu Panda mengingatkan aku dengan The Cars. Film kartun serupa yang tak kalah seru. Efek grafis yang membahana membuat decak kagum plus tertawa terbahak sepanjang film diputar. Film ini juga sarat makna. Bahwa tubuh tambun tak harus menjadi halangan untuk maju.
Sunday, June 15, 2008
Lagi Lagi Perempuan
Hal serupa juga dilakukan Ibu Rohmani. Wanita asli Betawi ini telah menjanda dengan anak-anak yang sudah besar. Ndut, demikian biasa wanita berbadan besar ini di sapa. Meski memiliki rumah sendiri peninggalan orang tuanya, dengan beberapa kamar kontrakan, namun ia tak berpangku tangan. Setidaknya sudah tahunan ia menjalani sebagai seorang Yakult Lady. Pembawaan yang ceplas ceplos memudahkan ia menjaring beberapa konsumen. Seperti hari itu, ketika kami mengikutinya. Dalam sekejap beberapa botol kecil Yakult telah berpindah tangan. Bahkan ada seorang ibu yang gigit jari karena tidak kebagian. "Nanti saya datang lagi kok Bu" demikian hiburnya.
Apa yang dilakukan Ibu-ibu ini mengingatkan saya dengan Ibu di rumah. Sejak Bapak meninggal, Ibulah yang membanting tulang membesarkan kami berlima. Prinsip Ibu waktu itu cuma satu: kerja, kerja, dan kerja. Anak-anaknya tak satupun yang tidak diperbolehkan nganggur, apalagi bermain. Harap maklum, jika kami kurang banyak teman bermain. Sebab masa kecil kami, hanya diisi dengan bekerja. Mainanku cuma satu kala itu: sepak bola.
Di keluarga kami semua sudah ada jatah kerjanya. Ada yang ambil kayu, memasak, menggembala kambing, dan tentu juga membantu membuat tape singkong. Dari jenis tapioka inilah Ibu mempertahankan ekonomi keluarga, juga berhasil mengentaskan pendidikan kami. Urusan pendidikan memang tak pernah ditinggalkan Ibu. Setiap kali ada kartu pembayaran SPP datang, setiap itu pula, SPP segera dilunasi. Bahkan sampai satu tahun ajaran. Selain itu juga, jika ada buku pelajaran yang harus dibeli, Ibu segera meminta kami untuk memberi catatan untuk diberikan kepada penjual buku pelajaran tak jauh dari tempat berdagangnya di emperan pasar. Dan hari itu pula biasanya kami sudah memegang buku pelajaran yang diminta ibu guru. Meski berpeluh, tapi itu semua patut kami syukuri kini. Sebab hingga sekarang keluarga kami baik-baik saja. Ibu sudah kami minta untuk "pensiun". Biarlah kami yang menggantikannya.
Ibu Eni, Ibu Rohmani mungkin contoh umum masyarakat pinggiran dalam menyiasati melambungnya harga-harga. Walau tak jarang banyak pula yang akhirnya tergilas dalam perubahan ini dan menyerah terhadap keadaan. Namun rasa optimis harus terus ditumbuhkan. Rasa bahwa masih ada harapan tersisa dari situasi yang sulit inilah yang menjadi semangat untuk terus bertahan dan berjuang.
Thursday, June 12, 2008
May
Sayang karena agak terlambat, aku tidak mengikuti pemutaran film ini dari awal. Alur maju mundur terlihat jelas di film ini. Angle dokumenter terasa sekali dalam proses pengambilan gambar film ini. Sangat memanjakan indra penglihatan kita. Maklum DOP film ini adalah seorang dokumentaris, Ical Tanjung yang memang sudah malang melintang di jagad dokumenter.
Melihat film ini awalnya saya berharap dapat melihat "rekonstruksi" utuh tentang kejadian 10 tahun silam. Maklum, saya termasuk yang melihat langsung sejarah kelam itu. Namun harapan tinggal harapan karena ini hanyalah sebuah film semata. Adegan kerusuhan, penjarahan, kebringasan 10 tahun silam tak terekam jelas. Hanya simbol-simbol saja yang berbicara. Itu pun tak tuntas sekali. Yang ada hanya samar-samar saja. Padahal dalam benak saya, justru bagian ini yang harusnya menjadi titik perhatian dalam film ini. Namun lepas dari itu semua, dramaturgi cerita film ini patut diacungi jempol. Akting Jenny Chang yang memerankan May menurut saya sangat baik. Dia mampu memerankan dua tokoh di beda jaman dengan baik, meski tidak bisa dikatakan terlalu baik. Kecentilan vs kedewasaan inilah yang menjadi kontradiksi peran May. Dia yang selalu manja dengan Antares sepuluh tahun silam berbanding terbalik dengan kondisi dia kini yang harus tumbuh sendiri tercerai berai dengan masa lalu, anak yang tak dikehendaki, juga terpisah dengan Cik Bing (ibunya) sendiri. Sayangnya, bagi saya kisah cinta May & Antares terasa sangat datar. Kisah manusia yang berbeda mungkin akan menarik jika disertai pertentangan orang tua yang memang biasa terjadi. Bagaimana perjuangan mereka dalam mewujudkan cinta itu akan menarik kalau dieksplor lebih lanjut. Mungkin karena urusan durasi, sehingga point ini kurang tergarap. Sementara itu, akting yang kurang maksimal justru datang dari Yama Carlos (Antares), pacar May. Kurang maksimal. Selebihnya akting aktris pendukung seperti Ria Irawan, Lukman Sardi, Niniek L Karim mampu menutupi kekurangan-kekurangan sebagai mana terjadi pada sebuah produksi film. Namun dari sekian banyak peran, menurut saya, justru peran Lukman Sardi yang harus diapresiasi. Dia mampu berperan sebagai orang Jawa yang patuh dan memiliki prinsip, juga memiliki hati nurani. Meski sukses, tapi karena diliputi perasaan bersalah karena telah menggadaikan sertifikat rumah Cing Bing (ketika Cing Bing mau meloloskan diri ke luar negeri), ia mati-matian berjuang, termasuk menanggung malu keluarganya sendiri demi mengobati perasaan bersalahnya kepada keluarga Cik Bing. Baginya, hidup sederhana tak memiliki beban nurani jauh lebih bermartabat daripada hidup kaya raya namun di atas derita orang. Point ini yang menurut saya kejelian penulis cerita film ini. Sebuah nilai yang patut dilihat dan diteladani punggawa negara kita yang masih jauh dari "nurani" ini.
Meski ending film ini terasa kurang menggigit, namun tontonan malam itu benar-benar sarat makna. Meski pula yang melihat malam itu bisa dihitung dengan jari, namun saya yakin mereka yang pulang ke rumah pasti membawa sesuatu. Seonggok sejarah kelam bangsa yang jangan sampai terjadi lagi!
Monday, June 9, 2008
Pancasila Sakti vs Pancasila Sakit
Padahal jauh hari, negeri ini dibangun atas dasar kebhinekkaan. Berbeda-beda tapi satu jua katanya. Ideologi adi luhung itu terasa hambar kini. Asam. Semua tak dipakai lagi. Semua bertindak atas kehendak sendiri. Tak ada lagi beda yang satu itu. Tak ada lagi aneka yang satu itu. Bahkan dalam sebuah peringatan hari lahir Pancasila beberapa waktu lalu, sebuah spanduk menggambarkan gambar burung Garuda sedang tertusuk tombak dan berlumuran darah. Ini pertanda bahwa Pancasila memang sedang sakit. Pancasila tak lagi dipandang sebagai ideologi bersama, namun kini masing-masing kelompok memiliki ideologi sendiri-sendiri. Ideologi yang terkadang dibenturkan dan dipaksakan kepada kelompok lain yang bersebrangan. Ideologi yang berbeda tak lagi dimaknai sebagai sebuah kekayaan, bukan lagi sebagai aset bangsa, namun dilihat sebagai musuh meski itu bangsa kita sendiri. Bahkan seorang teman beberapa kali mengatakan, sekarang ini sebenarnya kita masih terjajah. Bukan saja terjajah dengan bangsa asing, lewat liberalisasi dan globalisasi, namun juga kita terjajah oleh bangsa kita sendiri.
Entah dengan siapa lagi kita berharap negara hukum ini ditegakkan. Sementara pemerintah terkesan lamban dalam bersikap. Terlalu hati-hati. Hingga akhirnya bukannya menyelesaikan masalah, justru malah menambahi masalah. Persoalan kekerasan misalnya, tindak tanduk polisi sebagai petugas keamanan terdepan pun masih jauh dari mottonya. Pelindung dan pengayom masyarakat. Beberapa memang ada tindakan tegas, namun itu masih belum mencerminkan aparat "formal" negeri ini. Yang digaji dan difasilitasi rakyat. Namun yang cepat tanggap justru aparat "informal" yang justru hanya berkelakuan sesuai pesanan saja. Aparat "informal" inilah yang terkadang makin memperkeruh suasana. Bukankah aparat "formal" harusnya menindak aparat "informal" ini? Karena secara hukum mereka ilegal karena membawa pentungan dan kelewang kemana-mana? Bukankah UU mengatakan siapapun yang membawa senjata tajam dan membahayakan harus ditangkap?
Atas desakan semua pihak, akhirnya Pak BY pun bersuara. Ia mengatakan bahwa negara tidak boleh kalah dengan kekerasan. Ini perlu diacungi jempol. Tinggal kita lihat dan tunggu aksi nyata dari pernyataan kepala negara ini. Negara hukum yang digadang-gadang Pancasila kini sudah ditinggalkan penganutnya. Jangan-jangan Pancasila sekarang memang sudah sakit sehingga kehilangan kesaktiannya, seperti yang dikemukakan alm. Harry Rusli:
Garuda Pancasila, aku lelah mendukungmu
Patriot sudah habis
Tidak bersedia berkorban untukmu
Pancasila dasarnya apa?
Rakyat adil makmurnya kapan?
Pribadi bangsaku tidak maju maju, tidak maju maju, tidak maju maju
Thursday, June 5, 2008
Demokrasi, Demonstrasi, Democrazy
Alam bebas itu kini dimaknai dengan demonstrasi. Unjuk rasa biasanya identik dengan demontrasi. Demo itulah yang belakangan kerap terjadi. Bahkan intensitasnya ada tiap hari. Lihat saja TV kita. Tiap hari pasti selalu disuguhi berita demontrasi dengan berbagai sebab. Gaji yang tak dibayar, hak yang terampas, dan seabreg ketidakadilan disana. Prinsipnya demo atau unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau menentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak yang merugikan. Namun tak jarang unjuk rasa dan demonstrasi dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu dengan tujuan tertentu pula. Ringkasnya sesuai pesananlah. Jadi kelompok ini berunjuk rasa tergantung siapa yang bayar, walau tak paham betul apa yang diunjukrasakan. Maklum jaman sekarang cari pekerjaan susah. Bahkan Pram dalam salah satu tulisan mengatakan "orang Melayu itu kalau berjuang cuma sampai perut." Artinya, kalau perut sudah terisi, maka kekritisan hilang dengan sendirinya. Itu pula yang menghiasi wajah-wajah demontran kita. Meski tak semua begitu. Tapi begitulah yang terjadi.
Bang kumis, Andi Malarangeng mengatakan bahwa demonstrasi adalah bunga-bunga demokrasi. "Silahkan berdialog, berargumen, tapi jangan anarkis"pintanya. Memang benar adanya bahwa demonstrasi merupakan hal lumrah dalam alam demokrasi. Terlebih ketika parlemen tak memiliki daya dan tenaga dalam mengatasi aspirasi yang berkembang. Sehingga, demonstrasi biasa disebut sebagai "parlemen jalanan". Tapi justru dari parlemen jalanan inilah, biasanya kekuatan massa terbentuk untuk membuat perubahan yang lebih besar. Jika melihat peristiwa 98 justru disinilah titik pijak perubahan bangsa ini dimulai, bukan dari dalam parlemen yang kala itu menjadi "hamba" penguasa saja.
Disisi lain, tak bisa dipungkiri, peran media begitu besar dalam mendorong terjadinya demokrasi ini. Sayangnya, media hanya men-cover hal yang bombastis dan sensasional saja dari proses demokrasi ini. Ini terbukti dari ucapan seorang wartawan 9 tahun silam ketika saya masih menyandang status mahasiswa. Ia mengatakan kalian percuma saja teriak-teriak. Akan seru kalau ada bentrokan. Itu baru berita. Ini kan kacau balau. Justru yang memprovokasi terkadang wartawan itu sendiri. Bahkan grup media besar, membuat dua koran yang saling bertentangan di Ambon. Ini bukti kecil dari sekian ribu andil media dalam memprovokasi proses demokrasi yang akhirnya sering berujung anarki. Padahal jauh hari jurnalisme damai digembar-gemborkan. Ide ini muncul ditengah berkecamuknya media yang selalu berdarah-darah (kekerasaan). Hingga kini idealime jurnalisme yang santun masih terus diperjuangkan. Sebab idealisme ini kurang mendapat porsi yang lebih dalam media ditengah persaingan media yang makin bebas. Memang tak ada hukum yang melarang media untuk mengekpos tindak kekerasan. Bad news is good news. Itulah pedoman dasar yang dipakai pemilik media. Atas nama oplah dan rating, mereka memburu berita apapun tanpa pernah mau berpikir terhadap eksesnya. Yang penting oplah dan rating naik. Habis perkara. Tak peduli berita itu berdarah-darah dan menitikkan air mata kesedihan, yang penting oplah dan rating berlipat-lipat. Jika sudah begitu, kuncinya cuma satu: diperlukan kecerdasan masyarakat dalam memaknai berita media dalam arus deras demokrasi sekarang ini. Jangan hanya melihat permukaannya saja. Jika tidak maka demonstrasi akan menjadi democrazy yang disertai anarki.
Monday, June 2, 2008
BLT vs BKM
Kelompok terbesar yang menentang keras kenaikan BBM adalah kaum mahasiswa. Jatuh korban pun tak terelakkan ketika aksi mahasiswa ditanggapi dengan pentungan aparat seperti yang terjadi di Unas beberapa waktu lalu. Aksi ini menyulut api besar demonstrasi anti kenaikan BBM di beberapa wilayah lainnya. Hari-hari mahasiswa dipenuhi dengan aksi ini. Mahasiswa sebagai agen perubahan sosial tentu paham betul dengan penderitaan rakyat. Untuk itu aksi ini diambil semata-mata beban rakyat yang pasti makin berat jika harga BBM naik.
Dari dalam istana, SBY mencanangkan ada perlunya mahasiswa juga diberikan bantuan. Dan program bantuan khusus mahasiswa (BKM) pun dilakukan. Semangat untuk membantu/mensejahterakan rakyat, dalam hal ini mahasiswa sih patut diberi apresiasi. Sayangnya BKM dilakukan ditengah berkecamuknya demonstrasi mahasiswa menentang kenaikan BBM pemerintah. BKM pun tak luput dari sasaran protes. Walau ada yang mendukung, tapi lebih banyak yang melihat sebagai mudaratnya. Alih-alih membantu mahasiswa, bantuan ini diindikasikan sebagai upaya pemerintah saja dalam menekan daya kritis mahasiswa belakangan ini.
Fajroel Rachman dalam Kompas bahkan dengan lantang mengatakan bahwa BKM adalah suap terhadap daya kritis mahasiswa. Pertanyaannya apakah daya kritis mahasiswa akan mandul karena BKM ini? Kita memang tidak perlu skeptis dengan program ini, tapi jika tidak mengapa program ini diterbitkan ketika mahasiswa ramai turun ke jalan? Jangan-jangan sinyalemen bahwa BKM ini sebagai "suap" kepada mahasiswa benar adanya?! Silahkan "nurani" mahasiswa bersuara.
FPI = Front Preman Indonesia?
Jubir FPI mengatakan bahwa aksi penyerangan ini dilakukan karena massa dari berbagai ormas pluralisme ini ingin mendukung eksistensi Ahmadiyah. Padahal Ahmadiyah jelas-jelas sudah dibubarkan melalui Bakor Pakem. Namun disisi lain, SKB Ahmadiyah dari pemerintah melalui tiga menteri hingga kini tak kunjung ada. Baginya tak ada lagi negosiasi dengan eksistensi Ahmadiyah. Ahmadiyah katanya adalah organisasi kriminal. Jadi apapun yang dilakukan harus ditumpas. Yang disebut kriminal itu apa sih? Bukankah kriminal itu adalah sebutan bagi mereka yang melakukan perusakan, penghancuran, bertindak kriminil. Ini kata bung wikipedia:seorang kriminal adalah seseorang yang melakukan sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. Perbuatannya disebut kriminalitas atau tindak kriminal. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang maling atau pencuri, pembunuh, perampok. Dari terjemahan bebas arti kriminal ini saja, FPI sudah salah mengartikan. Sementara Ahmadiyah tak pernah kedengaran melakukan perusakan dan kekerasan terhadap orang lain, juga tidak pernah merusak fasilitas umum dan mengganggu milik pribadi dengan dalih memberantas judi dan maksiat. Ahmadiyah yang terdengar adalah kelompok yang cinta akan kedamaian. Bahkan ketika terjadi penyerangan dan pembakaran mesjid Ahmadiyah di beberapa wilayah di tanah air, massa Ahmadiyah tak pernah sekalipun terdengar membalasnya. Terakhir malah terdengar untuk memperingati hari kebangkitan nasional mereka menggelar berbagai donor darah dan pengobatan bagi rakyat miskin. Jadi siapa lebih yang kriminil?
Walau desakan dari banyak tokoh dan organisasi mengemuka untuk membubarkan FPI dan ormas sejenis, namun hingga kini pemerintah tak bergeming. Entah apa alasannya. Padahal jelas-jelas, tak ada gunanya keberadaan mereka, kecuali kekacauan dan ketidaknyamanan di berbagai penjuru negeri ini. ketika negara tidak mampu melindungi rakyatnya dari kekerasan akibat perbedaan sikap dan pendapat, artinya negara sudah gagal menjalankan fungsinya. Mengutip seorang kawan: ketika kekacauan sudah merebak itu artinya pertanda demokrasi telah mati. Belajar dari kasus kemarin, (tidak adanya aparat keamanan yang memadai) ketika aksi itu berlangsung, makin memperkuat kegagalan pemerintah melindungi rakyatnya. Lantas apa yang bisa diharap dari pemerintah kalau begitu?
Yang membuat sesak dada adalah kekerasan ini selalu dan selalu dilabeli dengan nama agama. Agama dipakai sebagai legalisasi kekerasan untuk menindas kelompok lain yang tidak seirama. Padahal kelompok ini juga berasal dari agama tersebut. Lha jika dalam satu agama saja tidak bersahabat bagaimana akan bersahabat dengan kelompok agama lain? Artinya kebebasan beragama yang digadang-gadang Pancasila butir 1 menyisakan bopengan noda. Noda yang dibuat sendiri oleh mereka yang katanya paling "beragama". Selamat memperingati hari lahir Pancasila yang ternoda.