Monday, June 9, 2008

Pancasila Sakti vs Pancasila Sakit

Silang sengkarut sosial kemasyarakatan akhir-akhir ini merajalela. Aksi kekerasan di balas kekerasan. Aksi saling menantang mengemuka di bumi pertiwi. Dengan menggandang ayat-ayat agama, orang dengan lantang memberi pentungan kepada sesama, hanya karena perbedaan sikap. Seolah negeri ini tanpa komando, tanpa pemimpin. Barbar. Yang ada cuma hukum rimba saja.

Padahal jauh hari, negeri ini dibangun atas dasar kebhinekkaan. Berbeda-beda tapi satu jua katanya. Ideologi adi luhung itu terasa hambar kini. Asam. Semua tak dipakai lagi. Semua bertindak atas kehendak sendiri. Tak ada lagi beda yang satu itu. Tak ada lagi aneka yang satu itu. Bahkan dalam sebuah peringatan hari lahir Pancasila beberapa waktu lalu, sebuah spanduk menggambarkan gambar burung Garuda sedang tertusuk tombak dan berlumuran darah. Ini pertanda bahwa Pancasila memang sedang sakit. Pancasila tak lagi dipandang sebagai ideologi bersama, namun kini masing-masing kelompok memiliki ideologi sendiri-sendiri. Ideologi yang terkadang dibenturkan dan dipaksakan kepada kelompok lain yang bersebrangan. Ideologi yang berbeda tak lagi dimaknai sebagai sebuah kekayaan, bukan lagi sebagai aset bangsa, namun dilihat sebagai musuh meski itu bangsa kita sendiri. Bahkan seorang teman beberapa kali mengatakan, sekarang ini sebenarnya kita masih terjajah. Bukan saja terjajah dengan bangsa asing, lewat liberalisasi dan globalisasi, namun juga kita terjajah oleh bangsa kita sendiri.

Entah dengan siapa lagi kita berharap negara hukum ini ditegakkan. Sementara pemerintah terkesan lamban dalam bersikap. Terlalu hati-hati. Hingga akhirnya bukannya menyelesaikan masalah, justru malah menambahi masalah. Persoalan kekerasan misalnya, tindak tanduk polisi sebagai petugas keamanan terdepan pun masih jauh dari mottonya. Pelindung dan pengayom masyarakat. Beberapa memang ada tindakan tegas, namun itu masih belum mencerminkan aparat "formal" negeri ini. Yang digaji dan difasilitasi rakyat. Namun yang cepat tanggap justru aparat "informal" yang justru hanya berkelakuan sesuai pesanan saja. Aparat "informal" inilah yang terkadang makin memperkeruh suasana. Bukankah aparat "formal" harusnya menindak aparat "informal" ini? Karena secara hukum mereka ilegal karena membawa pentungan dan kelewang kemana-mana? Bukankah UU mengatakan siapapun yang membawa senjata tajam dan membahayakan harus ditangkap?

Atas desakan semua pihak, akhirnya Pak BY pun bersuara. Ia mengatakan bahwa negara tidak boleh kalah dengan kekerasan. Ini perlu diacungi jempol. Tinggal kita lihat dan tunggu aksi nyata dari pernyataan kepala negara ini. Negara hukum yang digadang-gadang Pancasila kini sudah ditinggalkan penganutnya. Jangan-jangan Pancasila sekarang memang sudah sakit sehingga kehilangan kesaktiannya, seperti yang dikemukakan alm. Harry Rusli:
Garuda Pancasila, aku lelah mendukungmu
Patriot sudah habis
Tidak bersedia berkorban untukmu
Pancasila dasarnya apa?
Rakyat adil makmurnya kapan?
Pribadi bangsaku tidak maju maju, tidak maju maju, tidak maju maju

No comments: