Monday, June 2, 2008

BLT vs BKM

Sempat menuai protes dari segara penjuru, pemerintah tetap berkeras menaikkan harga BBM. Alasannya sederhana; harga minyak dunia makin melejit, APBN menipis. Pertanyaannya kemudian, jika harga minyak tak terkendali begini, apakah pemerintah akan terus menaikkan BBM? Pemerintah berdalih subsidi BBM selama ini hanya dinikmati oleh kaum mampu. Padahal efek domino dari kenaikan BBM ini otomatis akan berlangsung. Barang-barang pasti akan melejit. Untuk "membantu" warga miskin, pemerintah menurunkan BLT, bantuan langsung tunai, sebesar 100rb untuk sebulan. BLT pun nasibnya sama dengan BBM. Sama-sama diprotes oleh banyak kalangan, termasuk perangkat desa yang tergabung dalam Parade Nusantara. Mereka menilai bahwa selain tidak dilibatkan dalam pembagian BLT ini, padahal merekalah yang paling mengetahui data siapa-siapa saja kelompok yang paling membutuhkan. Jika demikian, pemerintah dapat data itu darimana? BLT memang membantu bagi rakyat miskin. Tapi itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Sebab BLT akan habis masa berlakunya. Sementara beban rakyat akibat kenaikan BBM tak akan ada batas berlakunya.

Kelompok terbesar yang menentang keras kenaikan BBM adalah kaum mahasiswa. Jatuh korban pun tak terelakkan ketika aksi mahasiswa ditanggapi dengan pentungan aparat seperti yang terjadi di Unas beberapa waktu lalu. Aksi ini menyulut api besar demonstrasi anti kenaikan BBM di beberapa wilayah lainnya. Hari-hari mahasiswa dipenuhi dengan aksi ini. Mahasiswa sebagai agen perubahan sosial tentu paham betul dengan penderitaan rakyat. Untuk itu aksi ini diambil semata-mata beban rakyat yang pasti makin berat jika harga BBM naik.

Dari dalam istana, SBY mencanangkan ada perlunya mahasiswa juga diberikan bantuan. Dan program bantuan khusus mahasiswa (BKM) pun dilakukan. Semangat untuk membantu/mensejahterakan rakyat, dalam hal ini mahasiswa sih patut diberi apresiasi. Sayangnya BKM dilakukan ditengah berkecamuknya demonstrasi mahasiswa menentang kenaikan BBM pemerintah. BKM pun tak luput dari sasaran protes. Walau ada yang mendukung, tapi lebih banyak yang melihat sebagai mudaratnya. Alih-alih membantu mahasiswa, bantuan ini diindikasikan sebagai upaya pemerintah saja dalam menekan daya kritis mahasiswa belakangan ini.

Fajroel Rachman dalam Kompas bahkan dengan lantang mengatakan bahwa BKM adalah suap terhadap daya kritis mahasiswa. Pertanyaannya apakah daya kritis mahasiswa akan mandul karena BKM ini? Kita memang tidak perlu skeptis dengan program ini, tapi jika tidak mengapa program ini diterbitkan ketika mahasiswa ramai turun ke jalan? Jangan-jangan sinyalemen bahwa
BKM ini sebagai "suap" kepada mahasiswa benar adanya?! Silahkan "nurani" mahasiswa bersuara.

No comments: