Sunday, February 24, 2008

Sidang SUSILA

Jika sebuah ukuran moralitas suatu bangsa diukur oleh sebuah UU yang digelontorkan satpol susila, maka jawabannya adalah kebanyolan semata. Apalagi ditangan Butet dkk dari Teater Gandrik. Itulah yang terekam dalam karya Teater Gandrik ke-19, Sidang Susila (SS). SS dibuka dengan lakon seorang laki-laki gendut berjalan memikul balon mainan anak-anak. Badannya besar, perut besar, juga dengan dada yang besar yang dalam bahasa Butet, susunya kimplah-kimplah. Nama lengkapnya Susila Parna (Susilo Porno). Melihat ada tayub, otomatis insting dagangnya mendekat ke pusat keramaian itu. Tak kuasa mendengar musik tayub, dia pun ikut nyibing. Karena kepanasan, ia buka bajunya. Bertelanjang dada! Namun ditengah keasyikannya, dia lupa kalau satpol moral sedang melakukan razia besar-besaran. Razia ini sebagai runutan dari pelaksanaan UU Susila. Dengan dandanan gabungan antara polisi Mataram dan pemadam kebakaran, Satpol Susila berusaha menangkapi penari tayub. Sial bagi Susila. Ia asyik ngibing. Ia tidak menyadari razia ini hingga akhirnya tertangkap sementara penari tayub berhasil kabur. Susila didakwa pasal berlapis. Melakukan tindak pornoaksi membiarkan dadanya terbuka, menjual mainan yang "menggoda" orang lain untuk melakukan tindakan yang berbau porno. Termasuk dugaan menyebarkan pikiran-pikiran porno kepada orang lain. Padahal cuma jualan balon.
Segera Susila diinterogasi, dimasukkan ke sel dan diperlakukan sebagai pesakitan yang menjijikkan. Dia dianggap lebih berbahaya daripada seorang psikopat. Di sel ia hanya ditemani sebuah WC duduk dan meja kecil. Adegan detail buang hajat diperankan Susila alias Susilo Nugroho dengan baik.
Sidang pertama digelar dengan berbagai pertanyaan mendasar. Nama, pekerjaan, dll. Ada adegan menggelikan dalam sidang pertama ini. Ada jaksa, ada hakim, dan tentu ada pembela. Pembela diperankan kenes bin kemayu oleh Butet. Ternyata Butet adalah keponakan dari Susila. Jadilah konflik kepentingan tentu terjadi. Entah disengaja atau tidak, mungkin karena keasyikan "berakting" beradu argumen layaknya di persidangan beneran, hakim ternyata lupa memukul palu sebagai tanda sidang dibuka. Tok. Tok. Tok. Weleh.....weleh. Kok bisa gitu lho. Kalau tidak Gandrik gak bisa improvisasi kali ya. Yang ada akhirnya tertawaan penonton belaka.
Diluar sel, ternyata dukungan terhadap Susila membanjir. Masyarakat menilai penangkapan Susila tak lebih dari sebuah konspirasi semata. Dia dianggap sebagai pahlawan perlawanan dan tak jarang yang mengidolakan Susila. Banyak warga yang menginginkan agar Susila segera dibebaskan. Di dalam penjara, Susila dijaga dua orang sipir. Sambil menjaga Susila, mereka taruhan main catur. Ternyata salah satu dari mereka menang berkat bantuan Susila dari balik terali sel. Lantas mereka beradu bidak catur. Lamat-lamat, ternyata sang sipir adalah pembeli setia mainan yang dijual Susila sejak kecil. Sebagai bentuk terima kasih, sang sipir membuka pintu sel dan meminta Susila melarikan diri. Geger kaburnya Susila memancing reaksi besar-besaran satpol Moral. Mereka menganggap kaburnya Susila ditunggangi oleh GAM (Gerakan Anti Moralitas) dan OPM (Organisasi Pendukung Maksiat). Satpol Moral diperintahkan untuk tembak ditempat bagi apa saja, siapa saja yang dicurigai menyebarkan anti moralitas. Hingga akhirnya satpol moral kecewa berat karena tidak mampu menemukan Susila untuk disidangkan kembali.
Sidang kedua, hakim langsung mengetuk palu pertanda dimulainya sidang terhadap Susila. Namun karena Susila belum tertangkap, akhirnya sidang tetap dilanjutkan secara in-absentia. Barang bukti yang dibawa adalah kloset bekas Susila di kamar sel. Dokter yang diminta hakim untuk memeriksa barang bukti mengatakan." Pak hakim saya tidak menemukan sidik jari Susila, tapi saya menemukan sidik tai Susila". Penonton pun terbahak mendengar banyolan ini.
Aksi teaterikal kali ini memang ingin menohok keras terhadap RUU anti pornografi & pornoaksi yang belum lama ini diperdebatkan. Ditulis seorang anti RUU ini, Ayu Utami, naskah yang semula ditulis untuk monolog Butet ini disempurnakan Agus Noor untuk menjadi sebuah teks teater yang menarik sekaligus menggelitik tanpa harus berpikir picik. Menurut Ayu Utami, pornografi itu menyerupai kegilaan. Tapi kegilaan adalah cermin pengukur kewarasan kita. Seperti orang gila, ia tidak boleh dibunuh. Ia hanya perlu dibatasi, agar bisa bermain di wilayah aman.

Thursday, February 21, 2008

S J

SJ alias side job. Istilah ini biasa dipakai oleh mereka yang melakukan pekerjaan lebih dari satu dalam waktu yang hampir bersamaan. Ringkasnya, sj itu ya dilakukan disela-sela ngerjain main job. Namanya juga sampingan. Dari berbagai alasan orang melakukan sj, alasan utama adalah penghasilan tambahan. Siapa sih yang tidak mau penghasilan tambahan. Hare gini gitu lho!Siapa tidak yang tidak mau menerima dua kali gaji dalam sebulan? Apalagi ada yang bilang, berapapun penghasilan kita sebulan, selalu terasa "kurang!". Solusinya ya SJ.
Banyak orang melakukan sj sesuai bidang pekerjaannya, misalnya fotografi, arsitek, guru les, dll. Namun tak jarang pula yang melakukan sj berbeda dengan pekerjaan utama. Sah-sah saja rasanya kita melakukan SJ. Misalnya dari yang kerja jadi arsitek, sj-nya menjadi marketing.
Menurutku mau sj atau tidak itu semua pilihan orang. Selama dia bisa me-manage waktunya dengan baik, ya silahkan saja. Juga, selama pekerjaan utama tidak terbelengkalai. Dulu ada teman kantor yang melakukan sj justru ditengah-tengah jam kantor. Akibatnya pekerjaan utama kedodoran. Yah aku sih diam aja. Kita TST-lah alias tahu sama tahu. Jauh hari HRD kantor harusnya sudah mengeluarkan aturan tentang sj ini. Misalnya sj dilarang jika: (1) dilakukan pada jam kantor, (2) dilakukan dengan menggunakan alat kantor, (3) dll. Artinya sj boleh dilakukan diluar aturan itu semua. Misalnya kita boleh sj ketika libur atau weekend. Memang tak banyak kantor yang mengijinkan karyawannya untuk mengambil sj. Namun ada pula beberapa kantor yang mengijinkan selama tidak mengganggu pekerjaaan. Misalnya sebagai dosen tamu alias mengajar. Menurut seorang kawan, di Metro TV mengijinkan karyawannya sj jika menjadi dosen. Tapi dilarang bahkan akhirnya diberhentikan jika ketahuan mengerjakan sesuatu di media lain.
Salah satu teman kakakku di Semarang punya sj sebagai guru les yang dilakukannya dari bubaran kantor hingga pukul 10 malam. Memang butuh ekstra tenaga. Namun income yang didapat juga lumayan. Dengar-dengar sih hasil sj ini lebih besar daripada pekerjaan utamanya sebagai accounting.
Namanya kerja sampingan, pastinya diperlukan tenaga ekstra. Buat apa ada penghasilan sampingan, tapi pada akhirnya kita malah menjadi penghuni rumah sakit. Amit-amit deh.
Bagiku, sj itu boleh saja. Halal selama tidak MENGGANGGU pekerjaan utama. Jangan sampai deh gara-gara sj, kita malah akhirnya kehilangan pekerjaan utama. Ha.....:)

Wednesday, February 20, 2008

tuhan telah mati

Debat kusir keberadaan tuhan hingga kini masih terjadi. Salah satu peserta diskusi pemutaran film dokumenter di perpus depdiknas bahkan sampai mengatakan, apa gunanya membahas keberadaan tuhan. Dewi Lestari, penulis Filosofi Kopi & Supernova, bahkan mengatakan bertanya tentang tuhan sama bodohnya dengan pertanyaan apakah kita percaya cinta? Saya percaya tuhan saya. Anda silahkan percaya tuhan anda. Titik. Habis perkara. Pengertian dan penghormatan atas tuhan masing-masing adalah jalan keluarnya. Sudah tak perlu diperdebatkan. Titik. Selesai.
Namun tak jarang kita jumpai adanya "pemaksaan" bahwa saya harus mengakui agama anda. Pernah suatu kali, aku berdiskusi tentang tuhan oleh seorang teman yang berakhir "ricuh".
"Kamu percaya tuhan" tanyanya.
"Percaya" jawabku.
"Apa buktinya kalau kamu percaya" tanyanya lagi.
Lalu aku balik bertanya.
"Kamu percaya tuhan itu ada"
"Percaya". "Tuhan itu emang ada kok" jawabnya mantap.
"OK ok" anggukku.
"Batu ada siapa yang menciptakan?" tanyaku kemudian.
"Tuhan" jawabnya cepat.
"Kalau begitu kamu juga percaya dong kalau segala sesuatu yang ada itu ada yang menciptakan?" sambungku.
"Iya" ujarnya.
"Nah, kalau kamu percaya bahwa tuhan itu ada dan segala sesuatu yang ada itu ada yang menciptakan, artinya tuhan ada yang menciptakan dong?" sergahku. Yang menciptakan tuhan ya Tuhan itu sendiri. Nah lho??
Ya pokoknya aku percaya. Titik. Itulah akhir perbincangan. "Ya udahlah gak usah dibahas" ungkapnya sedikit kesal.
Lamat-lamat aku berpikir. Sebenarnya alam semesta dan hidup ini siapa yang mengatur sih? Kalau tuhan yang mengatur, kenapa di satu daerah dikasih bencana sementara di tempat lain dikasih pesta pora? Mengapa ada yang dirampok? Mengapa selalu saja ada tindak kejahatan? mengapa ada saja yang diperkosa? mengapa ada saja ketidakadilan? kebatilan? Juga penggusuran rakyat kecil? Kalau begitu tuhan tidak adil dong? tuhan tidak sayang umatnya dong? Kok tega-teganya tuhan membiarkan itu semua terjadi? Kalau itu semua adalah cobaan, mengapa tuhan memberi cobaan dasyat tsunami di Aceh yang menewaskan ratusan ribu rakyatnya? Apa itu salah tuhan? Kalau salah siapa yang berkewajiban membela? Jangan-jangan tuhan memang tak perlu dibela?
Seperti kata Gus Dur. Jika memang tuhan itu maha pemurah, kenapa apa yang kita minta tak selalu diberi? Jangan-jangan benar kata Marco K, ketua dewan kesenian Jakarta, bahwa sering kali manusia berdoa tapi ternyata tuhan mengecewakan! Nah?!
Aku sendiri percaya bahwa ada "kekuatan" di luar sana yang demikian dasyat. Entah apa namanya. Yang pasti aku sendiri sampai sekarang masih sedang mencari tuhan. Apa memang sekarang tuhan sudah mati? Menyitir lagu dangdut, kalau sudah mati, dimana kuburnya?

Tuesday, February 19, 2008

Jemari Kecil Penyelamat Bumi

Akhir pekan lalu, aku sempat "jalan-jalan" ke Marunda. Dengar-dengar sih mau ada acara penanaman mangrove alias bakau. Jalanan berkubang membuat perjalanan kali ini macet total. Apalagi lawannya adalah truk besar penghuni pelabuhan. Sempat tersasar, namun akhirnya ketemu juga tempat yang di maksud. Sayup terdengar dangdutan di panggung sana. "Oh ini to acaranya" pikirku. Sudah banyak yang hadir ternyata. "Wah telat nih". Tapi ternyata setelah tanya seorang, ternyata acara belum jua di mulai. Acara yang di gagas Wahli Jakarta, tujuannya cuma satu; menggugah kesadaran semua pihak untuk menyelamatkan abrasi dan reklamasi pesisir Jakarta. Mengapa di pilih Marunda? Hanya mereka yang tahu. Tapi sekilas kerusakan di pesisir Marunda memang terparah. Tak ada satu pun tanaman tumbuh disana. Sepanjang mata memandang yang ada hanyalah lautan lumpur dan bibir pantai yang terhempas air laut.
Tak selang lama menunggu, penanaman pun di mulai. Aku sengaja mengambil gambar anak-anak setempat yang menanam bakau daripada seremonial dari Wahli. Bukan apa-apa. Karena kelangsungan bakau ini ada di tangan anak-anak ini. Merekalah yang sehari-hari berada di tempat itu. "Jadi kalau mereka yang menanam sendiri, mereka pulalah yang akan merawatnya" batinku. Beruntung sekali aku memakai sandal. Bukan sepatu. Sebab dengan begitu aku lebih leluasa "menguntit" tiga anak berseragam olahraga salah satu SD setempat berlomba menanam bakau. Di seberang sana aku juga melihat salah satu kamerawan TV nasional hanya bisa mengambil gambar dari tanggul karena sayang sepatu mahalnya tersangkut lumpur.
Aku lanjutkan mengikuti ketiga anak ini. "Gali dulu tuh biar bisa tumbuh" celoteh salah satu mereka. Jemari ketiga anak ini tak lelah. Buktinya mereka terus menanam hingga batang terakhir. Sementara seremonial telah usai sedari tadi. Hanya ketiga anak ini dibantu beberapa orang saja yang tersisa. Tak lebih!
Lepas dari tanam bakau, abrasi dan reklamasi memang menjadi hamparan panjang wilayah ini. Banyak pabrik bertebaran tak jauh dari bibir pantai. Kawasan Marunda sendiri memang menjadi salah satu kawasan berikat nusantara (KBN). Jika tidak mau Marunda dicaploki industri, proses pemulihan kembali harus segera di mulai. Setidaknya itu sudah dimulai dikerjakan tangan-tangan kecil ketiga anak SD tadi.

LAPINDO = Laki-Laki Penuh Dosa!

Tadi pagi aku baca koran, rapat paripurna DPR mengatakan bahwa bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo merupakan BENCANA ALAM. Begitu buka email, banyak sekali komentar yang bermunculan. Hampir semua mengecam keras hasil rapat (yang katanya) wakil rakyat itu. Tak sedikit pula yang geram dan mengutuk keras. Walau tak pernah secara langsung menyaksikan bencana ini, namun dari berbagai berita entah cetak maupun elektronik, tiap hari tak pernah absen menghiasi lembar koran dan layar TV. Mulai dari tuntutan warga atas ganti rugi, soal semburan baru, warga yang berdesakan di barak pasar, dll.
Bencana Lapindo terjadi tak lama setelah gempa Jogja. Dari saat itu hingga kini tak banyak perubahan yang dapat dilakukan. Tumbal salam dengan meninggikan tanggul menggunakan pasir dan batu tak jua berujung hasilnya. Padahal setiap hari tak kurang 40.000 M kubik lumpur keluar dari Porong, Sidoarjo.
Tak terhitung berapa pabrik yang "tergenang" sehingga menimbulkan ribuan pengangguran. Tak lupa betapa hancurnya perekonomian Sidoarjo dan sekitarnya akibat dampak dari aktivitas Lapindo Brantas ini.
Tak terhitung pula, energi dan biaya yang dikeluarkan warga Porong untuk menuntut haknya. Termasuk mengadukan nasib mereka di Ibu Kota. Namun, janji pemerintah tinggal janji. Belum banyak perubahan yang dilakukan.
Tak bisa dipungkiri, kedekatan keluarga Bakri yang merupakan pemilik Lapindo dengan wakil rakyat, meninggalkan "kekesalan" hati rakyat banyak. Padahal wakil rakyat itu makan dari uang rakyat. Mengapa tidak membela rakyat? Kok malah membela orang terkaya se Indonesia versi majalah Forbes. Itulah problem Indonesia secara keseluruhan.
Di lain pihak, para pakar pun terbelah argumen. Di satu sisi, mengatakan bahwa bencana Lapindo adalah bencana alam, namun disisi lain, tak sedikit yang mengatakan bahwa bencana ini akibat kesalahan Lapindo dalam mengebor minyak.
Apapun alasannya, menurut hemat saya, Lapindo tetap harus bertanggung jawab. Tidak bisa mengelak. Bencana lumpur Lapindo itu ada karena aktivitas pengeboran sumur gas Lapindo sendiri, bukan karena alam semata. Jadi gak usah mengelak lagi deh. Apalagi yang mau dijadikan alasan? Duit? Katanya orang terkaya nomer satu se Indonesia Raya?

Wednesday, February 13, 2008

PALENTIN

Tadi siang temanku di Surabaya kirim sms: Seti2k kAsih mmbt qt s@y@ng, seucap janji mmbt qt pErcayA, sEkEcil LuKa mmbt kecEwa, tp sEbUAh pErsAhAbAt@N sELAmanya bErm@kna.... HaPPy V@lEntine....

Oh iya, hari ini hari tanggal 14 ya. 14 februari emang biasanya diperingati sebagai hari valentine. Menurut Wikipedia, hari raya ini sekarang terutama diasosiasikan dengan para pencinta yang saling bertukaran notisi-notisi dalam bentuk "valentines". Simbol modern Valentine antara lain termasuk sebuah kartu berbentuk hati dan gambar sebuah Cupido (Inggris: cupid) bersayap. Mulai abad 19, tradisi penulisan notisi pernyataan cinta mengawali produksi kartu ucapan secara massal. The Greeting Card Association (Asosiasi Kartu Ucapan AS) memperkirakan bahwa di seluruh dunia sekitar satu milyar kartu valentine dikirimkan per tahun. Hal ini membuat hari raya ini merupakan hari raya terbesar kedua setelah Natal di mana kartu-kartu ucapan dikirimkan. Asosiasi yang sama ini juga memperkirakan bahwa para wanitalah yang membeli kurang lebih 85% dari semua kartu valentine.
Valentine sekarang dimaknai sebagai hari kasih sayang bagi orang-orang tersayang. Biasanya sih untuk pacar alias boyfriend & girlfriend. Valentine banyak ditunggu oleh mereka yang sedang pedekate. Itu biasanya! Walau tak jarang juga untuk orang tua juga. Kata temanku yang udah merit, bagi mereka yang udah merit biasanya sih valentine udah agak jarang dimaknai. He........ Mungkin semua udah dianggap biasa kali ya. Wah aku gak tau deh, soalnya aku belum merit!
Emang memaknai kasih sayang hak semua makhluk di bumi. Ada yang kasih coklat, ada yang kasih bunga, dll. Tadi siang, teman kantor ada yang dapat suprise dari "penggemarnya". Dia dikirimi sekotak coklat. Duh manisnya. Ehm........
Makna valentine bagi aku sih gak beda jauh dengan hari-hari lainnya. Isinya tetap sama, bahwa satu hari kan sama 24 jam sehari, rutinitas harian, tidur, dll. Ha.......Sama halnya dengan tahun baru atau bahkan ulang tahun. Sebab bagiku cuma satu, umur kita makin dikurangi. Selain itu, bagiku itu semua hanyalah sebuah "simbolisasi". Dalam ilmu komunikasi aku mengenal istilah simbol sebagai lambang-lambang yang mengandung arti. Bahasa yang kita gunakan juga termasuk simbol. Menurut Wikipedia, meskipun simbol bukanlah nilai itu sendiri, namun simbol sangatlah dibutuhkan untuk kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang diwakilinya. Jadi Valentine ya sama dengan simbolisasi. Simbolisasi kasih sayang.
Valentine kali ini, ribuan pedagang bunga di Rawa Belong bahkan sampai harus buka 24 jam untuk memenuhi permintaan. Selain itu emang untuk aji mumpung sih. Kapan lagi ada momen orang beli bunga gila-gilaan. Rawa Belong sendiri emang udah terkenal sebagai sentra perdagangan bunga di Jakarta. Ingat bunga, ingat Rawa belong. Itu iklannya. Jenis bunga apapun ada disini. Segar semua. Mulai dari Aster, Sedap Malam, Mawar, dll.
Pasar Rawa Belong sama halnya dengan pasar Rawasari, sentra keramik murah di Jakarta Pusat. Sayang, nasib pasar Rawasari baru aja di gusur & dibakar (bukan terbakar) sama "ahlinya ngurusi" kota Jakarta. Duh! Jangan-jangan, nasib pasar Rawa Belong gak lama lagi akan sama dengan jejak keramik Rawasari yang sekarang tinggal kenangan? Entahlah. Semoga saja Rawa Belong masih bisa menikmati "palentin" tahun-tahun berikutnya.

Selamat Palentin jg! Sebarkan kasih sayang untuk semua makhluk, baik terlihat maupun tidak terlihat. Hi......

Tuesday, February 12, 2008

EFEK RUMAH KACA BAND: TAK CINTA MELULU

Hari itu aku tak sengaja aku dengar radio 68H. Jauh disana penyiar cuap-cuap tentang band indie. Sembari mengerjakan tugas kuliah aku dengarnya pun sepintas lalu. Sayup-sayup aku dengar kalau nama band ini adalah Efek Rumah Kaca (ERK). "Hah? " dalam hati. "Apa gak ada nama lain." "Apa udah gak ada ide lagi untuk cari nama?". "Apa jangan-jangan karena lagi ramai pemanasan global alias global warming?". "Band aneh" pikirku. Masih seklumit-klumit aku dengar obrolan mereka.
Tapi begitu beberapa lagu diputar, aku merasa band ini memang "aneh". Benar-benar menarik.
Beberapa lagunya pun kini banyak diputar di radio-radio swasta. Tiap hari pasti selalu ada. Padahal band indie. Artinya keberadaan mereka dinanti dan dinikmati pendengar.
ERK digawangi Cholil (vokal/gitar), Adrian (bass) dan Akbar (drum). Sempat ganti nama Hush (2001) dengan lima personil, lalu menjadi "Superego", dan akhirnya berubah menjadi Efek Rumah Kaca (2006).
ERK menyajikan yang beda dengan yang lain. "Beda" inilah yang membedakan ERK dengan yang lain. Jika selama ini band ini menyajikan tema cinta sebagai menu utama, tidak demikian dengan ERK. ERK mengusung tema dari masalah gay, pemanasan global, konsumerisme, HAM (Munir), hingga kritikan pedas terhadap tema lagu-lagu cinta yang masih menjadi perhatian penikmat musik tanah air.
"Belanja Terus Sampai Mati", menohok perilaku belanja-belanji dan gaya hedon bin konsumerisme masyarakat kita.
"Di udara" adalah lagu yang didedikasikan untuk alm. Munir. Mau tahu syairnya:

Ku bisa tenggelam di lautan
Aku bisa diracun di udara
Aku bisa terbunuh di trotoar jalan
Tapi aku tak pernah mati
Tak akan berhenti


Atau lagu "Cinta Melulu" yang merupakan sindiran untuk lagu-lagu cinta dan perselingkuhan yang kini marak menghujam mata dan telinga kita dari pagi hingga pagi lagi.

Lagu cinta melulu
Kita memang benar-benar melayu
Suka mendayu-dayu
Apa memang karena kuping melayu
Suka yang sendu-sendu

Monday, February 11, 2008

Chant of Lotus: 4 film, 4 cerita, 4 sutradara perempuan

Mungkin agak telat menulis tentang film yang satu ini. Sebab akhir 2007 lalu aku melihatnya. Tapi tak apalah. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali kan?
Kebetulan sekali, film ini di putar di penghujung gelaran Jiffest 2007 lalu. Kebetulan juga, aku mendapatkan kesempatan tiket gratis untuk melihatnya. Suasana Jakarta Theatre yang digunakan untuk menggelar film ini sudah penuh. Beruntung aku tidak telat. Telat sedikit saja, bisa-bisa duduk lesehan deh. Sebab, walau aku pegang undangan aja masih harus "berjuang" untuk mendapatkan tempat duduk. Gila kan. Betapa antusiasnya penonton.
Sebelum pemutaran dimulai, diumumkan pemenang script development yang digelar untuk memeriahkan Jiffest 07.
Perempuan punya cerita alias Chant of Lotus adalah gabungan empat film yang disutradarai oleh empat perempuan berbeda.

Cerita pertama: CERITA PULAU.
Film yang disutradari Fatimah R. Tony ini mengambil setting pulau seribu. Kalau gak salah pulau Pramuka deh. Cerita dibuka dengan Sumantri (Rieke D. Pitaloka) yang memeriksakan kanker payudaranya. Dokter yang memeriksa menyarankan untuk operasi. Namun si Oneng belum mau menuruti karena sibuk mengurusi seorang gadis yang mengalami gangguan kejiwaan, Wulan, yang diperankan sangat baik oleh Rachel Maryam. Wulan makin terganggu jiwanya kalau diperkosa oleh pemuda setempat hingga hamil. Si Oneng ngotot mau menggugurkan bayi si Rachel demi alasan kesehatan. Namun hal ini di tentang pemerintah setempat. Suami Oneng pun kelabakan. Hingga akhirnya memutuskan untuk meninggalkan pulau demi kesehatan si Oneng. Ketika proses kepindahan inilah, tak sengaja suami si Oneng mendengar percakapan sekelompok pemuda tentang "perkosaan". Si pemerkosa akhirnya ditemukan. Namun, si pemerkosa ini bukannya tanggung jawab, namun malah menawarkan 86 alias uang damai yang diperkuat oleh aparat setempat. Uang damai inilah yang dipakai untuk lari dari tanggung jawab. Si nenek Wulan, entah karena sudah tua entah karena memang terbelit kemiskinan akut, akhirnya menerima saja uang damai ini. Siapa sih yang gak mau uang? Jaman sekarang kan jaman "money talks"!!!

CERITA YOGYAKARTA: (UPI).
Cerita tentang seks bebas di kalangan pelajar SMA di kota Gudeg. Dialog polos khas anak-anak Jogja sangat mendominasi. Internet yang menjamur memungkinkan pelajar dengan leluasa mengakses situs porno. Hingga pada suatu saat, keempat pelajar laki-laki meniduri pelajar perempuan. Akibatnya? Hamil. Dasar anak badung, untuk mengetahui siapa yang paling bertanggung jawab, maka mereka melakukan undian dengan kaleng bekas minuman, layaknya arisan. Begitu satu nama keluar, itulah yang bertanggung jawab. Tapi setelah di lihat lebih teliti, ternyata semua kertas yang ada cuma ada satu nama. Akting Fauzi Baadila di film ini menurutku garing banget. Kurang maksimal. Rasanya kok gak ada perbedaan karakter antara Mengejar Matahari dan film ini. Entahlah. Untuk mengetahui lebih detail tentang free sex di kalangan pelajar, Fauzi ngaku menjadi mahasiswa. Padahal dia adalah wartawan yang sedang melakukan reportase investigasi. Dengan lagak bahasa mahasiswa, anak SMA pun berhasil dia gaet hingga diperawani. Itu adalah akal bulus Fauzi biar dapet reportase yang maksimal. Dan memang benar. Hasil liputannya sempat menghebohkan, tapi pengakuan si anak SMA juga tak kalah heboh, tepatnya menampar muka Fauzi.

CERITA CIBINONG (Nia DiNata).
Cerita tentang perjuangan seorang tukang bersih WC di night club yang mempertahankan anaknya untuk tidak "ke kota". Esi yang diperankan "nanggung" Shanty menjadi orang tua tunggal dari Maesaroh (Ken Nala Amrytha). Suaminya tak dijelaskan dalam film ini. Tapi Esi kemudian membina hubungan dengan seseorang. Sayang, orang dekat ini malah memaksa Maesaroh memuaskan nafsu bejatnya. Esi kabur ke rumah Cicih yang diperankan apik Sarah Sechan. Cicih adalah penyanyi dangdut primadona di night club itu. Tapi sebenarnya Cicih punya maksud. Tergiur bujukan orang kota, Cicih nekat membawa kabur Maesaroh ke kota tanpa minta ijin Esi. Cicih mau ke kota karena di janjikan menjadi penyanyi dangdut ternama. Padahal sang makelar mengincar Maesaroh untuk dijual kepada bandot Taiwan untuk diperistri. Temeran lampu redup sangat kuat menggambarkan kehidupan kaum pinggiran di fim ini.

CERITA JAKARTA. (Lasja F. Bachtiar).
Laksmi yang diperankan apik oleh Susan Bachtiar adalah seorang ibu satu anak yang ditinggal mati suaminya (Wingky Wiryawan) akibat HIV AIDS. Susan dituding orang tua Wingky sebagai perempuan tak berguna karena menularkan penyakit yang merenggut jiwa anaknya. Padahal justru Wingky yang sering gonta-ganti jarum suntik. Latar belakang perkawinan beda ras terangkat baik dalam film ini. Ketidaksetujuan orang tua Wingky (Tarzan & Rima Melati) terlihat jelas. Mereka hanya mau menyelamatkan Belinda, cucu satu-satunya, tapi tidak Laksmi. Untuk menghindari mertuanya, Laskmi menumpang di rumah saudaranya. Kondisi ekonomi yang tidak baik, mengakibatkan saudaranya ini pun tak lama mampu menampung Laksmi dan Belinda. Sempat nge-kost, dll. Namun karen tak jua mendapatkan pekerjaan, akhirnya dengan berat hati, Laskmi menyerahkan Belinda kepada pihak sekolah untuk selanjutnya dijemput mertuanya. Scene Glodok dan kota tua sekitarnya sangat menarik. Bangunan bekas peninggalan Belanda memang tetap menarik di tangkap kamera, meski terkesan tak terawat.
Menurutku, film keempat inilah yang paling menarik, meski tema yang disajikan relatif membutuhkan waktu lama untuk mencernanya. Setting dan penataan gambar sangat sangat baik.
Carut marut problemantika perempuan dengan segala sendi-sendinya tetap sangat menarik untuk diangkat menjadi kisah. Apa yang disajikan keempat sutradara perempuan hebat ini sangat riil dan tidak mengawang-awang di langit. Beda sekali dengan tema sinetron kita yang masih dan akan selalu didominasi kisah kecengengan dan haru biru belaka.




Tardi; Bocah Pengabdi Gelombang!

Namanya Tardi. Umur 12an tahun. Rambutnya lurus merah kekuningan terbakar matahari. Perawakan agak kurus. Walau begitu semangatnya luar biasa. Di tengah hujan rintik dan hantaman gelombang laut tinggi, ia ditemani adik sepupunya, Budi, sebut saja begitu, mengais serpihan besi karat yang terbawa arus di pinggiran laut Cilincing, Jakarta Utara. Gelombang tinggi disatu sisi menghancurkan sebagian besar pesisir dekat rumahnya. Di sisi lain, ketekunan Tardi & Budi memanfaatkan ganasnya gelombang laut menjadi recehan rupiah.
"Kamu kelas berapa" tanyaku.
"Udah gak sekolah Om" jawabnya cekat.
"Kenapa gak sekolah" balasku.
"Gak tau Om" jawabnya enteng.
"Pernah sekolah?" tanyaku selidik.
"Pernah Om, tapi cuma sampai kelas IV. Itu udah lama banget Om" ujarnya sambil memindahkan besi karat yang menempel pada magnet besarnya. Magnet besar inilah yang menjadi satu-satunya alat kerja Tardi dan Budi. Sehari mereka biasanya dapat mengumpulkan tak kurang dari 50 kg serpihan besi. Mau tau harga sekilonya berapa? Cuma 200 perak. Gila kan? Berarti Tardi & Budi cuma dapat 10 ribu sehari. Padahal resiko yang dihadapi Tardi & Budi tak sebanding dengan ribuan sepuluh itu. Tardi & Budi harus menantang deru laju gelombang tinggi yang menerjang mereka. Terseret arus bisa saja fatal. Tapi aku pikir, apa yang dilakukan Tardi & Budi jauh lebih bermartabat daripada serbuan ibu-ibu mengiba sambil menggendong bayi di lampu merah. Tak jarang bayi-bayi itu adalah bayi sewaan. Mau tahu umur mereka? Usia produktif!!! Beda jauh dengan Tardi & Budi yang harusnya di bangku sekolah.
Daripada pusing mikirin mereka yang ada di lampu merah, aku lanjutkan obrolan sambil ambil gambar.
"Uangnya buat apa?" tanyaku ditengah deru gelombang menghantam.
"Semua buat emak Om" jawabnya mantap.
"Gak buat jajan?" tanyaku lagi.
"Gak Om, semua buat emak, buat kebutuhan emak" ujarnya mantap.
Setelah jawaban itu, aku mengangguk-angguk. Betapa lapangnya hati anak ini. Walau mesti harus berjuang di tengah kaku kedinginan, namun ia tak mengeluh mencari sesuap rezeki untuk ibunda tercinta. Aku lanjutkan kaki karena masih harus mengambil beberapa gambar kedasyatan gelombang menghantam salah satu pesisir Jakarta ini. Di sisi lain, gelombang tinggi memperparah pesisir Cilincing. Di tempat itu juga terdapat beberapa kapal tongkang bekas milik Pertamina. Menurut penduduk setempat, kapal-kapal bekas ini akan dijadikan besi bekas. Kapal tongkang yang bersandar pun berdentangan keras ketika gelombang menghantam. Bunyinya tak usah di tanya. Mengerikan sekali. Siang saja begitu keras, apalagi malam hari ya? Tak terbayangkan deh. Mana nyenyak ya tidur di bawah dentuman kapal tongkang??? Sepanjang perjalanan kembali ke kantor aku masih terngiang obrolan dengan Tardi. "Semua buat Emak Om". Tardi seakan memperingatkan aku untuk tidak saja berbakti kepada orang tua, namun juga mensyukuri apa yang sekarang ini aku dapatkan!


Friday, February 8, 2008

Biogas Eceng Gondok: Energi Hemat!

Eceng gondok (EG) atau Eichhornia crassipes adalah gulma (penggangu) bagi perairan, biasanya waduk. Eceng gondok sangat cepat berkembang di lahan yang perairannya terkena limbah karena EG dapat mengikat logam berat dalam air, seperti besi, seng, tembaga, dan raksa. Perkembangan EG sangat cepat. Bila dibiarkan maka waduk atau perairan yang menjadi lahan tumbuhnya akan menjadi dangkal karena sedimentasi.
Di satu sisi, EG dimusuhi pengelola perairan terutama waduk. Tapi disisi lain banyak pula manfaatnya. Selain untuk campuran pakan ternak, EG juga bisa dijadikan bahan kerajinan hand made seperti sandal, tas, dll.
Namun seiring makin langkanya bahan bakar, keberadaan EG juga dilirik. Jika selama ini kita hanya mengenal biogas dari kotoran sapi atau manusia, maka kini EG juga bisa dimanfaatkan menjadi biogas. Adalah PT Indonesia Power (IP) yang mempeloporinya. PT IP adalah operator jaringan listrik nusantara yang menggunakan sumber air waduk Sanguling untuk melistriki Jawa-Bali. Waduk Sanguling memiliki luas sekitar 5.000 Ha yang hampir seluruh permukaannya tertutup gulma EG. Jika dangkal, maka daya listrik yang dihasilkan pun mengalami penurunan. Untuk mengatasinya dilakukan pengangkutan EG. Tiap tahun tak kurang 1 M dihabiskan PT IP. Besarnya biaya, memaksa PT IP memutar otak untuk mengatasinya. Serangkaian uji coba akhirnya dilakukan. Mereka berpendapat bahwa bahan apapun selama bisa membusuk, pasti akan menghasilkan gas. Untuk uji coba awal mereka membuat briket dari EG. Hanya saja briket ini kurang berhasil. Setelah itu, di uji coba EG menjadi biogas. Dan ternyata berhasil. Proses pembuatannya pun sangat mudah dan tidak menimbulkan bau apapun. Tentu hal ini berbeda dengan biogas dari kotoran sapi atau bahkan manusia. Penemuan PT IP ini telah disebarluaskan ke daerah sekitar waduk Sanguling, seperti Cihampelas dan Batu Jajar di Bandung Selatan. Harapannya tentu selain membantu warga mendapatkan energi pengganti minyak tanah yang makin langka, PT IP tak perlu lagi mengeluarkan dana besar hanya untuk mengusir EG dari waduk Sanguling.
Yang perlu disiapkan adalah drum bekas yang telah dimodifikasi. Pipa pengalir. Dan kantong plastik/drum untuk menampung gas hasil dari eceng gondok yang dibusukkan.
Pertama, EG dicacah kecil. Sekitar 1 CM. Lalu dimasukkan ke dalam drum modifikasi. Lalu tambahkan air. Takarannya 1:1. Setelah dirasa cukup, diamkan selama seminggu. Setelah itu, buka kran yang ada di atas drum modifikasi untuk mengeluarkan oksigen. Setelah dirasa cukup, untuk mengetes apakah ada gas atau tidak, silahkan nyalakan korek api di dekat kran. Jika menyala, segera salurkan gas tersebut ke plastik/drum penampung gas. Dari penampung gas inilah, gas dapat disalurkan ke kompor. Setelah itu, kita siap untuk memasak. Untuk menambah kekuatan semburan gas, dapat diletakkan batu/kayu diatas penampung gas untuk menekannya. Besaran gas tergantung dari seberapa besar jumlah EG yang kita masukkan. Sebagai gambaran eceng gongok seberat 200 kilo dapat menghasilkan biogas cukup untuk seminggu, dengan pemakaian 1,5 jam per hari.
Lumayan kan untuk ngirit. Selain itu, biogas ini sama sekali tidak menimbulkan efek samping, seperti bau, dll. Bahkan kebocoran gas seperti lazimnya terjadi pada elpiji produk Pertamina sangat kecil kemungkinannya terjadi. Ringkasnya apa yang ada di alam benar-benar tidak ada yang mubazir. Silahkan mencoba.

Monday, February 4, 2008

Banjir Jakarta: Ahli yang Gak Ahli!

Seperti tahun lalu, ketika hujan besar datang, Jakarta diserbu air. Topografi Jakarta yang 40 % dibawah permukaan air laut, membuat Jakarta selalu tergenang ketika air berlimpah. Tak hanya kawasan langganan banjir saja yang diserbu, tapi juga istana negara tak luput dari amukan air bah. Semua aktivitas serentak terhenti. Transportasi mati, listrik mati, demikian pula air mati. Bisa dibayangkan berapa total kerugian akibat kesalahan me -manage kota ini.
Kebetulan sekali, ketika banjir datang aku ada dirumah. Jadi sempat beberes. Berita banjir kami pantau via radio juga TV. Ternyata banyak sekali wilayah yang terendam. Antara 30 cm hingga 2 M. Foke, gubernur DKI yang baru kepilih, di TV bilang kalau curah hujan yang tinggi yang menyebabkan banjir. Lho Kok bisa? Aku masih ingat waktu kampanye kemarin, salah satu tagline jualan dia adalah: SERAHKAN AHLINYA!. Kalau banjir aja nyalahin air ujan, dimana keahliannya Bang Kumis? Kalau emang gak bisa ngurus nih kota ya bilang aja. Gak usah cari kambing item nyalahin alam. Kalau gak salah satu hukum archimedes kan bilang: kalo air itu selalu mencari daerah yang lebih rendah. Nah, kalo udah gitu masak mau nyalahin air? Emangnya air bisa disalahin?
Banjir kali ini emang gak ada duanya. Jika kemarin-kemarin gak pernah masuk kamar, banjir kemarin sempat bikin becek kamarku. Beruntung gak ada barang yang kena air. Semua kamar kos gak ada yang luput. Tapi masih beruntung air & listrik masih nyala. Jadi walau agak becek, kita masih bisa nonton DVD di ruang tamu. Hi........Selalu ada kesenangan diatas ketidaksenangan. Demikian juga selalu ada ketidaksenangan diatas kesenangan. Pasokan air bersih juga sama sekali gak keganggu. Ini berbeda terbalik dengan kondisi beberapa titik. Seperti tol Sedyatmo menuju Bandara, Rawa Buaya, dst. Bahkah jalan protokol Thamrin air setinggi paha orang dewasa. Jl. Sabang, yang jadi pusat jajan makan di kala malam hari, air setinggi leher orang dewasa. Gile kan. Ada teman yang tinggal di rusun Cengkareng, hingga 2 hari mati listrik & air. Di TV, bandara Soekarno Hatta seperti pasar tumpah. Amarah penumpang yang tak terangkut menjadi-jadi. Apalagi pihak maskapai menganggap hangus bagi mereka yang terlambat sampai bandara. Bahkan tak kurang ribuan orang yang memilih mengungsi di bandara. Jadi kalau mau melihat, bandara internasional di jadikan tempat mengungsi, adanya cuma ada di Indonesia. Ha..........
Umpatan banyak terlontar dari warga. Mereka menyalahkan pemerintah yang tidak pernah belajar dari pengalaman banjir tahun lalu. Gorong-gorong mampet. Drainase macet. Sampah dimana-mana. Lantas apa saja kerja "Sang ahli" 100 hari kemarin? Makanya serahkan saja sama "AHLINYA". Ahli yang gak ahli! Mungkin dia cuma ahli pelihara kumis kali ya.