Monday, February 11, 2008

Chant of Lotus: 4 film, 4 cerita, 4 sutradara perempuan

Mungkin agak telat menulis tentang film yang satu ini. Sebab akhir 2007 lalu aku melihatnya. Tapi tak apalah. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali kan?
Kebetulan sekali, film ini di putar di penghujung gelaran Jiffest 2007 lalu. Kebetulan juga, aku mendapatkan kesempatan tiket gratis untuk melihatnya. Suasana Jakarta Theatre yang digunakan untuk menggelar film ini sudah penuh. Beruntung aku tidak telat. Telat sedikit saja, bisa-bisa duduk lesehan deh. Sebab, walau aku pegang undangan aja masih harus "berjuang" untuk mendapatkan tempat duduk. Gila kan. Betapa antusiasnya penonton.
Sebelum pemutaran dimulai, diumumkan pemenang script development yang digelar untuk memeriahkan Jiffest 07.
Perempuan punya cerita alias Chant of Lotus adalah gabungan empat film yang disutradarai oleh empat perempuan berbeda.

Cerita pertama: CERITA PULAU.
Film yang disutradari Fatimah R. Tony ini mengambil setting pulau seribu. Kalau gak salah pulau Pramuka deh. Cerita dibuka dengan Sumantri (Rieke D. Pitaloka) yang memeriksakan kanker payudaranya. Dokter yang memeriksa menyarankan untuk operasi. Namun si Oneng belum mau menuruti karena sibuk mengurusi seorang gadis yang mengalami gangguan kejiwaan, Wulan, yang diperankan sangat baik oleh Rachel Maryam. Wulan makin terganggu jiwanya kalau diperkosa oleh pemuda setempat hingga hamil. Si Oneng ngotot mau menggugurkan bayi si Rachel demi alasan kesehatan. Namun hal ini di tentang pemerintah setempat. Suami Oneng pun kelabakan. Hingga akhirnya memutuskan untuk meninggalkan pulau demi kesehatan si Oneng. Ketika proses kepindahan inilah, tak sengaja suami si Oneng mendengar percakapan sekelompok pemuda tentang "perkosaan". Si pemerkosa akhirnya ditemukan. Namun, si pemerkosa ini bukannya tanggung jawab, namun malah menawarkan 86 alias uang damai yang diperkuat oleh aparat setempat. Uang damai inilah yang dipakai untuk lari dari tanggung jawab. Si nenek Wulan, entah karena sudah tua entah karena memang terbelit kemiskinan akut, akhirnya menerima saja uang damai ini. Siapa sih yang gak mau uang? Jaman sekarang kan jaman "money talks"!!!

CERITA YOGYAKARTA: (UPI).
Cerita tentang seks bebas di kalangan pelajar SMA di kota Gudeg. Dialog polos khas anak-anak Jogja sangat mendominasi. Internet yang menjamur memungkinkan pelajar dengan leluasa mengakses situs porno. Hingga pada suatu saat, keempat pelajar laki-laki meniduri pelajar perempuan. Akibatnya? Hamil. Dasar anak badung, untuk mengetahui siapa yang paling bertanggung jawab, maka mereka melakukan undian dengan kaleng bekas minuman, layaknya arisan. Begitu satu nama keluar, itulah yang bertanggung jawab. Tapi setelah di lihat lebih teliti, ternyata semua kertas yang ada cuma ada satu nama. Akting Fauzi Baadila di film ini menurutku garing banget. Kurang maksimal. Rasanya kok gak ada perbedaan karakter antara Mengejar Matahari dan film ini. Entahlah. Untuk mengetahui lebih detail tentang free sex di kalangan pelajar, Fauzi ngaku menjadi mahasiswa. Padahal dia adalah wartawan yang sedang melakukan reportase investigasi. Dengan lagak bahasa mahasiswa, anak SMA pun berhasil dia gaet hingga diperawani. Itu adalah akal bulus Fauzi biar dapet reportase yang maksimal. Dan memang benar. Hasil liputannya sempat menghebohkan, tapi pengakuan si anak SMA juga tak kalah heboh, tepatnya menampar muka Fauzi.

CERITA CIBINONG (Nia DiNata).
Cerita tentang perjuangan seorang tukang bersih WC di night club yang mempertahankan anaknya untuk tidak "ke kota". Esi yang diperankan "nanggung" Shanty menjadi orang tua tunggal dari Maesaroh (Ken Nala Amrytha). Suaminya tak dijelaskan dalam film ini. Tapi Esi kemudian membina hubungan dengan seseorang. Sayang, orang dekat ini malah memaksa Maesaroh memuaskan nafsu bejatnya. Esi kabur ke rumah Cicih yang diperankan apik Sarah Sechan. Cicih adalah penyanyi dangdut primadona di night club itu. Tapi sebenarnya Cicih punya maksud. Tergiur bujukan orang kota, Cicih nekat membawa kabur Maesaroh ke kota tanpa minta ijin Esi. Cicih mau ke kota karena di janjikan menjadi penyanyi dangdut ternama. Padahal sang makelar mengincar Maesaroh untuk dijual kepada bandot Taiwan untuk diperistri. Temeran lampu redup sangat kuat menggambarkan kehidupan kaum pinggiran di fim ini.

CERITA JAKARTA. (Lasja F. Bachtiar).
Laksmi yang diperankan apik oleh Susan Bachtiar adalah seorang ibu satu anak yang ditinggal mati suaminya (Wingky Wiryawan) akibat HIV AIDS. Susan dituding orang tua Wingky sebagai perempuan tak berguna karena menularkan penyakit yang merenggut jiwa anaknya. Padahal justru Wingky yang sering gonta-ganti jarum suntik. Latar belakang perkawinan beda ras terangkat baik dalam film ini. Ketidaksetujuan orang tua Wingky (Tarzan & Rima Melati) terlihat jelas. Mereka hanya mau menyelamatkan Belinda, cucu satu-satunya, tapi tidak Laksmi. Untuk menghindari mertuanya, Laskmi menumpang di rumah saudaranya. Kondisi ekonomi yang tidak baik, mengakibatkan saudaranya ini pun tak lama mampu menampung Laksmi dan Belinda. Sempat nge-kost, dll. Namun karen tak jua mendapatkan pekerjaan, akhirnya dengan berat hati, Laskmi menyerahkan Belinda kepada pihak sekolah untuk selanjutnya dijemput mertuanya. Scene Glodok dan kota tua sekitarnya sangat menarik. Bangunan bekas peninggalan Belanda memang tetap menarik di tangkap kamera, meski terkesan tak terawat.
Menurutku, film keempat inilah yang paling menarik, meski tema yang disajikan relatif membutuhkan waktu lama untuk mencernanya. Setting dan penataan gambar sangat sangat baik.
Carut marut problemantika perempuan dengan segala sendi-sendinya tetap sangat menarik untuk diangkat menjadi kisah. Apa yang disajikan keempat sutradara perempuan hebat ini sangat riil dan tidak mengawang-awang di langit. Beda sekali dengan tema sinetron kita yang masih dan akan selalu didominasi kisah kecengengan dan haru biru belaka.




2 comments:

Anonymous said...

sayangnya film-film seperti ini masih kalah jualannya dengan film-film horor produksi dalam negri. apa karena penonton kita yang belum cukup dewasa untuk melihat tontonan yang 'dewasa'.....

hidoep@perjoeangan said...

Ha.....Susah bilang. Makanya mulai diri kita sendiri aja deh untuk menentukan film satu dengan yang lain layak dilihat apa enggak.