
Tak selang lama menunggu, penanaman pun di mulai. Aku sengaja mengambil gambar anak-anak setempat yang menanam bakau daripada seremonial dari Wahli. Bukan apa-apa. Karena kelangsungan bakau ini ada di tangan anak-anak ini. Merekalah yang sehari-hari berada di tempat itu. "Jadi kalau mereka yang menanam sendiri, mereka pulalah yang akan merawatnya" batinku. Beruntung sekali aku memakai sandal. Bukan sepatu. Sebab dengan begitu aku lebih leluasa "menguntit" tiga anak berseragam olahraga salah satu SD setempat berlomba menanam bakau. Di seberang sana aku juga melihat salah satu kamerawan TV nasional hanya bisa mengambil gambar dari tanggul karena sayang sepatu mahalnya tersangkut lumpur.
Aku lanjutkan mengikuti ketiga anak ini. "Gali dulu tuh biar bisa tumbuh" celoteh salah satu mereka. Jemari ketiga anak ini tak lelah. Buktinya mereka terus menanam hingga batang terakhir. Sementara seremonial telah usai sedari tadi. Hanya ketiga anak ini dibantu beberapa orang saja yang tersisa. Tak lebih!
Lepas dari tanam bakau, abrasi dan reklamasi memang menjadi hamparan panjang wilayah ini. Banyak pabrik bertebaran tak jauh dari bibir pantai. Kawasan Marunda sendiri memang menjadi salah satu kawasan berikat nusantara (KBN). Jika tidak mau Marunda dicaploki industri, proses pemulihan kembali harus segera di mulai. Setidaknya itu sudah dimulai dikerjakan tangan-tangan kecil ketiga anak SD tadi.
No comments:
Post a Comment