Friday, October 11, 2013

#DhirakumaraBodhiWidana

Happy 8th months of My Son!

Semoga selalu sehat,
Sukses pendidikan,
Sukses pekerjaan,
Juga sukses kegiatan sosial kemasyarakatanmu ya!

11-02-13
11-10-13

alasan

Sebuah sore. Sebuah percakapan. Dua orang berseberangan telepon genggam saling berjanji. "Pokoknya barangnya harus dikirim besok ya Mas"ujarnya. "Iya besok pasti dikirim"sahut suara di seberang. Klek. Telepon genggam tak lagi bersuara. 

Selang keesokan, barang yang dijanjikan belum jua datang. "Mas gimana barangku kok belum dikirim?, padahal janjinya kan hari ini". Suara di seberang tersahut, "iya nih karyawanku ada yang gak masuk". Bla bla bla #

Kita semua pasti atau setidaknya pernah memberikan beribu alasan untuk sebuah janji yang tidak bisa kita tepati. Entah karena beragam sebab. Alasan pasti kita cari. Kambing hitam selalu kita cari. Alasan kita bikin agar kita "lolos" dari hukuman atas janji yang tak kita tepati. Alasan adalah cara kita berkelit untuk bebas dari hukuman. Koruptor atau bandar narkoba juga mencari beribu alasan agar lolos dari palu sidang hakim. Meski sudah terbukti bersalah, mereka akan selalu mencari cara untuk setidaknya meringankan hukumannya. Lagi-lagi alasan yang dipakai. 

Sakit bisa kita jadikan alasan untuk tidak masuk kerja. Padahal mungkin tidak sakit betulan. Sama halnya, koruptor ketika tertangkap, semua mendadak beralasan "sakit". Alasan, entah beribu cara, akan dan akan selalu dipakai untuk mengelabui janji yang sudah terucap. Seorang suami akan beralasan macet ketika terlambat menjemput istrinya belanja. Lagi-lagi alasan yang berasal dari luar diri kita. Seorang terlambat kerja, beralasan jalanan macet, padahal nyatanya yang bersangkutan memang terlambat bangun.

Kita sering sekali tidak mau mencari alasan dari dalam diri. Kita tidak pernah mau jujur mengakui memang kesalahan pada diri kita. Kita selalu mencari alasan yang berada diluar diri kita. Kita terlambat memang karena kita telat bangun, bukan karena jalanan macet. Kalau memang sudah tahu jalanan macet, mengapa bangun siang? 

Mari mencari alasan yang berasal dari diri kita. 

Monday, October 7, 2013

Belajar Berhitung ala Tukang Parkir

Hari minggu kemarin saya ada keperluan ke daerah Casablanca. Minggu pagi jalanan relatif lancar. 30an menit, sampai juga akhirnya di daerah elit itu. Seperti biasa, motor saya parkir di dekat warteg samping jalan apartemen Casablanca. Tak biasanya, kali ini seorang bapak tua menghampiri sambil memberikan "tanda parkir". Belum juga helm saya lepas, dia minta uang parkir. Saya keluarkan uang 2,000. "Empat ribu Mas" semburnya. Setengah kaget saya keluarkan uang 5,000. Dia kembalikan 2,000. Artinya saya cuma ditarik 3,000 sebagai uang parkir. Urusan dengan tukang parkir saya anggap selesai. Lalu saya berjalan menuju apartemen Casablanca.

Urusan di apartemen Casablanca tak sampai 20 menit. Saya kembali ke parkiran untuk mengambil motor. Saya acungkan tanda parkir ke orang tua itu lagi. Tergopoh dia menghampiri saya. Saya mengembalikan kartu tanda parkir. Bapak tua pun berlalu. 

Bersiap saya mengambil helm, menyalakan motor untuk berlalu. Tapi belum sempat motor menyala, bapak tua kembali dengan memberikan uang logam 500 2 buah. "Hah kok dikasih kembalian lagi" batin saya. Uang logam 500 2 buah saya terima dan langsung masuk ke kantong celana. Motor saya pacu melintas Manggarai. Di perjalanan saya sempat berpikir, bapak tua itu kok masih mau mengembalikan uang 1,000 ya? Apa dia salah hitung? Di awal ketika dikasih 2,000, dia minta 4,000. Lalu ketika dikasih 5,000, justru dikembalikan 2,000. Lalu dikembalikan lagi 1,000. 

Jadi bukankah pada akhirnya uang parkirnya cuma 2,000?