Sunday, October 26, 2008

Jangan Berhenti Bermimpi

Mungkin agak terlambat menulis tentang film ini. Tapi tak apalah. Lebih baik terlambat. Satu hal yang ditangkap dari film ini: Bermimpilah. Itu yang aku tangkap dari film Laskar Pelangi. Hasilnya, penggalan kisah kecil di pelosok Pulau Belitong mampu menginspirasi banyak orang untuk berubah ke arah yang lebih baik. Mimpi atau cita-cita adalah hak semua orang. Mimpi untuk menjadi yang terbaik, memiliki hidup yang baik. Itu semua adalah impian kita. Apapun yang kita lakukan, semata-mata demi impian-impian kita.

Mimpi, kata kamu online wikipedia adalah pengalaman bawah sadar yang melibatkan penglihatan, pendengaran, pikiran, perasaan, atau indra-indra lain dalam tidur. Namanya saja bunga tidur. Nah, artinya begitu kita bangun mimpi itu sudah buyar seketika. Namanya juga mimpi....:)

Ada banyak contoh kisah sukses yang dibangun dari cuma sekedar mimpi ini. Soichiro Honda bukan berasal dari keluarga konglomerat. Ayahnya hanya seorang pandai besi. Di sekolah pun prestasinya biasa aja. Tapi siapa sangka dari impian sederhana, kita semua sekarang mengenal merk otomotif handal bernama Honda dengan filosofi yang cemerlang “The Power of The Dream”. Kita juga mengenal Thomas Alfa Edison sebagai penemu lampu pijar, lampu bohlam. Bahkan gerakan anti diskriminasi ras yang digalang Martin Luther King pun diilhami dari impian atas nama kesetaraan antara kaum kulit putih dan hitam. Meski akhirnya ia tertembus timah panas atas mimpinya ini. Dan bangunan impian panjang itu sekarang dinikmati luas oleh warga Amerika, dengan bukti terpilihnya Obama. Semuanya berasal dari keberanian untuk bermimpi. Namun mimpi tidak bisa terwujud hanya dalam waktu semalaman saja. Ia butuh waktu untuk terus mengerucut menjadi jalan lapang.

Nidji bahkan bilang, kalau mimpi itu adalah kunci untuk menaklukkan dunia. Dan bagiku, orang yang tidak "bermimpi" sama dengan dia sudah mati ketika masih hidup. Bukankah Indonesia sudah diimpikan sejak 1908 dan baru merdeka 1945? So, jangan pernah berhenti untuk bermimpi.

(Masih dalam rangka mewujudkan "Mimpi")

Wednesday, October 8, 2008

Laskar Pelangi: Film Pencerahan

Gambar indah langsung tersaji ketika melihat film ini. Meski belum pernah membaca novelnya, tapi film ini mampu menggeser film mainstrem yang disokong "Suami-suami Takut Istri" & "Barbie" yang melulu menjual sensualitas & hedonisme. Film ini lagi-lagi menunjukkan tangan dingin Riri Reza yang sangat baik mengadaptasi novel sebagaimana halnya dengan Catatan Seorang Demonstran: Soe Hok Gie. Film dan buku memang berbeda. Maka banyak diantara mereka yang sudah membaca buku banyak yang kecewa karena ternyata di filmnya tak "seheboh" bukunya.

Hanya ada satu adegan yang agak menjenuhkan. Yakni ketika Lintang beberapa kali terhadang buaya ketika akan berangkat sekolah. Termasuk ketika akan berangkat ikut lomba cerdas cermat yang memang kemudian dimenangkan sekolah "kandang ayam" ini.
Kontrasisasi yang berada dan kaum papa tergambar jelas dalam film ini. Bagaimana anak-anak ini bersekolah tanpa seragam, kondisi kelas yang tak layak, dll, dimana hal ini jauh kontras dengan sekolah PN Timah yang bergelimang fasilitas.

Tokoh sentral dalam film ini adalah Lintang. Anak cerdas yang telah ditinggal ibunya. Tempat tinggalnya agak jauh dari sekolah. Ia harus mengasuh adik-adiknya karena ayahnya melaut mencari ikan. Adegan Lintang yang kehilangan ayah dan dipaksa menjadi orang tua bagi adik-adiknya sekaligus berpisah dengan bangku sekolah, bagiku menjadi scene paling menggetarkan hati. Bagaimana bisa seorang anak SD yang baru akan lulus harus menanggung itu semua. Menjadi kakak sekaligus menjadi orangtua bagi adik-adiknya. Hampir saja air mata tertumpah. Sedih, haru, juga terbahak semua menyatu dalam film ini. Ini semua karena kekompakan murid-murid sekolah yang kondisinya tak jauh dengan kandang kambing ini begitu menonjol. Mahar yang jago seni memanfaatkan akal budinya untuk memanfaatkan apapun yang ada disekitarnya untuk lomba kesenian. Walau mereka sederhana hanya memakai dedauan, ternyata mereka mendapatkan applause dari masyarakat.


Harus diakui bahwa secara umum film ini memang layak menjadi film terbaik tahun ini. Bagaimana tidak, dengan tanpa teriak-teriak, film ini mampu "menyentil" semua orang, terutama pemangku kekuasaan di negeri ini. Jika dulu Pak BY termehek-mehek melihat "Ayat-Ayat Cinta" yang cuma ngajarin bagaimana berselingkuh, sekarang saatnya Pak BY termehek-mehek beneran karena inilah realitas rakyatnya yang sesungguhnya. Semoga Pak BY gak cuma termehek-mehek tapi benar-benar tercerahkan!