Wednesday, October 8, 2008

Laskar Pelangi: Film Pencerahan

Gambar indah langsung tersaji ketika melihat film ini. Meski belum pernah membaca novelnya, tapi film ini mampu menggeser film mainstrem yang disokong "Suami-suami Takut Istri" & "Barbie" yang melulu menjual sensualitas & hedonisme. Film ini lagi-lagi menunjukkan tangan dingin Riri Reza yang sangat baik mengadaptasi novel sebagaimana halnya dengan Catatan Seorang Demonstran: Soe Hok Gie. Film dan buku memang berbeda. Maka banyak diantara mereka yang sudah membaca buku banyak yang kecewa karena ternyata di filmnya tak "seheboh" bukunya.

Hanya ada satu adegan yang agak menjenuhkan. Yakni ketika Lintang beberapa kali terhadang buaya ketika akan berangkat sekolah. Termasuk ketika akan berangkat ikut lomba cerdas cermat yang memang kemudian dimenangkan sekolah "kandang ayam" ini.
Kontrasisasi yang berada dan kaum papa tergambar jelas dalam film ini. Bagaimana anak-anak ini bersekolah tanpa seragam, kondisi kelas yang tak layak, dll, dimana hal ini jauh kontras dengan sekolah PN Timah yang bergelimang fasilitas.

Tokoh sentral dalam film ini adalah Lintang. Anak cerdas yang telah ditinggal ibunya. Tempat tinggalnya agak jauh dari sekolah. Ia harus mengasuh adik-adiknya karena ayahnya melaut mencari ikan. Adegan Lintang yang kehilangan ayah dan dipaksa menjadi orang tua bagi adik-adiknya sekaligus berpisah dengan bangku sekolah, bagiku menjadi scene paling menggetarkan hati. Bagaimana bisa seorang anak SD yang baru akan lulus harus menanggung itu semua. Menjadi kakak sekaligus menjadi orangtua bagi adik-adiknya. Hampir saja air mata tertumpah. Sedih, haru, juga terbahak semua menyatu dalam film ini. Ini semua karena kekompakan murid-murid sekolah yang kondisinya tak jauh dengan kandang kambing ini begitu menonjol. Mahar yang jago seni memanfaatkan akal budinya untuk memanfaatkan apapun yang ada disekitarnya untuk lomba kesenian. Walau mereka sederhana hanya memakai dedauan, ternyata mereka mendapatkan applause dari masyarakat.


Harus diakui bahwa secara umum film ini memang layak menjadi film terbaik tahun ini. Bagaimana tidak, dengan tanpa teriak-teriak, film ini mampu "menyentil" semua orang, terutama pemangku kekuasaan di negeri ini. Jika dulu Pak BY termehek-mehek melihat "Ayat-Ayat Cinta" yang cuma ngajarin bagaimana berselingkuh, sekarang saatnya Pak BY termehek-mehek beneran karena inilah realitas rakyatnya yang sesungguhnya. Semoga Pak BY gak cuma termehek-mehek tapi benar-benar tercerahkan!

No comments: