Tuesday, June 19, 2018

06062018

Setelah dari kamar mandi, istri memberi tahu kalau ada sedikit darah. Juga rasanya rembesan air ketuban mulai nampak. Tapi tanda-tanda mules belum terasa katanya. Hari itu memang prediksi dokter. Mulai awal minggu istri sudah ijin cuti lahiran. Jam 09.00 istri, mertua, dan kakak ipar ke rs. Kebetulan kakak ipar juga ada keperluan, setelah sebelumnya operasi minor di rs yang sama. Setelah cek sana sini, istri mengabarkan kalau hari itu juga harus mondok di rs. Sontak, setelah makan siang, saya ijin pulang cepat. 

Beberes sebentar di rumah, saya lantas ke rs. Sampai rs katanya baru bukaan 4. Dari awal istri memang ingin lahiran normal. Terlebih yang pertama juga normal. Saya menyaksikan beberapa kali istri menahan sakit yang luar biasa. Entah berapa kali tangan saya di remas sekuatnya untuk pengalih rasa sakitnya. Memang betul banyak yang bilang, perjuangan perempuan melahirkan, seperti perjuangan hidup mati. Lahiran kali ini betul-betul normal. Tanpa bantuan induksi. Mertua juga bilang kalau lahiran anak kedua biasanya lebih lancar dibanding yang pertama. Tapi kata istri, lahiran yang kedua lebih sakit dibanding yang pertama. Setelah dilanda kecemasan juga kekhawatiran, tepat pkl 19.58 bayi mungil itu lahir. Rambutnya lebat. Tangisannya masih malu-malu. Bobotnya 3.5kg dengan panjang 50cm. Mertua, Dhira (anak saya yang pertama), juga kakak ipar semuanya tak sabar ingin melihat. Observasi pasca lahir memakan waktu yang cukup lama. Wajar karena bidan juga tidak mau ambil resiko. Setelahnya dilakukan IMD. Nyatanya tak ada hambatan dalam proses ini. Setelah urusan di ruang persalinan, kami berpindah di ruangan pemulihan di lantai 3. Istri sepertinya masih kelelahan. Malam itu saya ikut berjaga di rs. Dari hasil observasi perawat, anak saya yang kedua juga kuning. Salah satu sebabnya karena golongan darah saya dan istri yang berbeda. Entah kebetulan, dulu Dhira, anak saya yang pertama juga mengalami hal yang sama. Sehinga harus di sinar beberapa hari. 

Sementara baby-nya di sinar, istri sepertinya sudah sangat pulih. Sebetulnya sudah bisa pulang tanpa baby, tapi saya memutuskan untuk tetap stay saja. Karena kalau di rumah juga pasti kepikiran baby di rs. Belum lagi juga persoalan asi dll. 

Another coming itu kami beri nama Adhiwira Bodhi Widana. Artinya pemimpin yang berbudi luhur dan pembawa pencerahan dari keluarga Widodo dan Ivana. Sama seperti kakaknya, kami nyuwunke ke Bhante Pannavaro. Malam itu juga kabar bahagia ini kami bagi ke seluruh keluarga dan teman-teman. Semoga kelahirannya membawa kebahagiaan untuk semesta. 

Monday, June 18, 2018

Domino

Bergincu merah tebal wajah itu tanpa ekspresi. Bedaknya tercecer siang. Kaca mata peraknya tak memungkiri kepenatan ritme kerja. Lelah sepertinya bersuara dari seberang sana. Topi hitam menambah gelayut letihnya. Tanpa basa-basi, disambarnya pesanan yang tertera di layar mungil. Sekali lagi tanpa ekspresi. "Tunanya cuma ada pedas" sergahnya terpaksa. Ekspresinya tak jua berbuah ketika tiga lembar biru berpindah. "Tunggu 15 menit"ujarnya kecut. Bayangannya segera bertukar ke ruang adonan. 

Lalu lalang orang seperti membisu. Tak ada tegur "selamat datang" terdengar. Sunyi, sepi. Yang baru pulang mengantar juga terlihat letih. Mungkin hari ini kerja ekstra. Maklum mereka belum dapat jatah mudik. 

Adonan itu sudah berpindah dalam dua dus. Masih panas tapi cuma diikat seutas tali usang. Sekali lagi memastikan pesanan, tapi lirih tak bergairah. Dua dus adonan sudah berpindah tangan. Menantikan mulut di rumah melumatnya. Tentu melumat dengan gairah. Karena lapar.