Thursday, September 25, 2008

Change

Buku ini saya pinjam dari kantor secara tak sengaja. Lumayan tebal, jadi agak lama bacanya. Kata-kata dalam sampul buku karangan Rhenald Kasali ini menarik perhatian. Disana tertulis TAK PEDULI SEBERAPA JAUH JALAN SALAH YANG ANDA JALANI, PUTAR ARAH SEKARANG JUGA. Sebenarnya kata change sudah ada sejak dulu. Buddha mengajarkan bahwa hidup adalah perubahan. Semua tidak kekal. Selalu berubah. Yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri. Dalam buku setebal 428+28 hal daftar pustaka ini, ada kata yang menarik perhatianku. Turn arround. Kurang lebih intinya ya balik badan, putar haluan. Turn arround yang paling tepat adalah ketika kita berada di posisi puncak. Hal ini pula yang dilakukan salah satu legenda MU, Eric Cantona. Di usia 30, ia bukan pergi dari MU untuk berlabuh ke klub lain, tapi Ia meninggalkan sepakbola ketika di usia 30 tahun. Usia dimana bagi sebagian sepakbola merupakan usia emas. Tapi Cantona memilih hal lain. Keputusan yang diambil "King Cantona" ini tepat. Meski sudah lama, namun namanya tetap dihati pendukung setia setan merah hingga kini.

Perubahan adalah pertanda kehidupan. (Change is the only evidence of life) Evelyn Waugh. Manusia yang hidup akan selalu berubah. Jim Collins (2001) mengatakan bahwa "Good is the enemy of great". Artinya, kalau seseorang menganggap prestasinya sudah baik (good) dan para pengikutnya merasa yakin mereka telah mencapai kondisi itu maka mereka akan terhalang untuk berevolusi memasuki kondisi yang lebih baik (great). (hal. 39). Buku ini juga menawarkan berbagai strategi dalam proses "berubah" itu. Selain itu juga kita belajar cari contoh kasus yang diberikan yang memang pernah terjadi.

Paradox of Change: A Leader takes people where they want to go. A great leader takes people where they don't necessarily want to go but ought to be. (Rosalynn Carter). Kondisi bagus adalah lawan dari kejayaan. Bangsa yang sudah puas akan berhenti belajar dan menjadi angkuh. Pada saat itulah kehidupan kita mengalami ujian yang sesungguhnya.

Berubah atau diubah. Semua ada di tangan kita sendiri. Change is the law of life (John F. Kennedy). The purpose of life is life. (Karl Lagerfield).
"Change" juga menjadi jargon Barack Obama dalam upaya menuju Gedung Putih. Bahkan debat publik Obama yang mengusung "Change" ini mengalahkan jumlah final piala dunia silam.

Friday, September 19, 2008

Yang Tersisa dari Taman BMW

Siang itu udara terik sekali. Tapi suasana itu makin "terik" ketika menyambangi eks taman BMW. Sepanjang mata memandang, reruntuhan bekas pembongkaran terlihat. Ditemani Romo Sandyawan, pengagas Jaringan Relawan Kemanusiaan (JRK), kami menuju salah satu posko darurat. Disana sudah ada beberapa orang. Satu diantara mereka sebut saja namanya Ibu Ana. Berawakannya agak besar. Rambut dibiarkan tergerai diterjang angin siang itu. Badannya agak hitam kepanasan. Beberapa kali air mukanya diseka ketika bercerita tentang pembongkaran paksa 24 Agustus silam. Rasa geram dan marah berkecamuk di dadanya. Rumah satu-satunya yang ia bangun bersama sang suami luluh lantak di buldozer aparat satpol PP. Yang membuatnya makin geram, pembongkaran itu tidak disertai dengan peringatan apalagi uang kerohiman. Hingga kini Ibu Ana dan sekitar 400 KK tetap bertahan tinggal di eks-taman BMW dengan mengandalkan bantuan makanan dari berbagai pihak. "Saya tak tahu lagi harus kemana Pak" ujarnya mulai menitikan air mata. "Saya tidak boleh putus asa, sebab anak-anak akan bagaimana". "Sebisa mungkin saya berjuang demi anak-anak".

Yang tersaji sepanjang hari itu, memang tampak beberapa gubuk telah berdiri kembali. Tapi kerusakan jelas masih tersisa. Sebuah topi lusuh, salah satu SMP Negeri, tampak teronggok di atas reruntuhan. Seorang warga menuturkan, setidaknya ada 80 anak SD yang tidak sekolah disini. Itu belum yang SMP dan SMA. "Kita ini ibarat hidup tidak di dalam negeri sendiri"timpal seorang ibu yang menggendong putranya. "Saya juga pernah jadi TKW, di gusur sana-sini, jadi kejadian ini sama persis yang saya alami ketika di Malaysia dulu". "Jika sudah begini, kemana kami harus mengadu". "Di negara sendiri saja kami seperti tidak dikehendaki". "Rakyat miskin memang selalu dibikin makin miskin".

Romo Sandyawan yang sejak awal mendampingi korban gusuran ini tak kalah geramnya. "Jika memang tidak boleh mengapa disini mereka bisa menikmati air dan listrik". "Itu kan sama halnya bayar pajak". "Nah pajak itu sekarang kemana" gusarnya. "Artinya keberadaan mereka kan diakui"ungkapnya sengit. Warga jelas kecewa karena pembongkaran ini belum ada titik temunya. Artinya belum jelas akan kemana mereka akan dipindahkan. "Ini jelas pembangunan yang memiskinkan rakyat"ungkap Romo Sandy. "Kalau memang mau gusur ya mbok dikasih pilihan yang baik "pintanya. Lanjutnya, perlu dipikirkan proses pembangunan kota yang memanusiakan manusia. Romo Sandy menambahkan, ketika proses penggusuran paksa, di Taman BMW juga terdapat peternakan kambing. Dan itu diberikan tenggat waktu, sementara warga disana tidak diberikan tenggat waktu untuk pindah. "Masak harga manusia tak lebih tinggi dari pada nilai kambing?" ujarnya geram. Romo Sandy juga meyayangkan sikap satpol pp yang terus berpatroli di sekitar taman BMW. "Ini adalah bentuk teror pemerintah terhadap warganya". Jelas teror ini membuat Ibu Ana & warga lain ketar ketir. Sewaktu-waktu satpol pp ini bisa saja menggusur paksa kembali begitu ada perintah dari komandannya.

Ibu Ana dan warga lain juga menyadari bahwa tanah yang mereka tinggali memang bukan milik mereka. Tapi pembongkaran yang sepihak dan tidak diberikan alternatif pilihan tepat jelas membuat hari warga makin merana. Negara gagal melakukan kewajibannya untuk melindungi warganya. Taman BMW kini tak lagi bersih, manusiawi, apalagi ber(Wibawa).

Capung

Ketika kecil binatang yang satu ini biasa aku temui. Entah ketika di sawah atau ketika sedang menggembalakan kambing-kambingku. Warnanya yang khas selalu menarik perhatian. Biasanya capung hanya tak lama terbang, setelah itu hinggap di pucuk-pucuk rumput bahkan padi. Menjelang sore biasanya ia akan "berpesta" dengan berkumpul bersama sesamanya. Dengan warna warni yang berbeda "pesta" itu selalu ramai. Capung alias kinjeng biasa kita temui di sawah. Ia termasuk kelompok serangga yang tak pernah jauh dari air, tempat mereka bertelur dan menghabiskan masa pra dewasa anak-anaknya. Capung tidak termasuk hama. Capung bahkan menjadi sahabat para petani karena membantu mengusir beberapa jenis serangga yang menjadi hama tanaman, seperti walang sangit. Capung juga disebut helikopter karena bentuk dan cara mendaratnya hampir sama persis. Warna warni capung yang semarak membuatnya sering diburu anak-anak untuk dijadikan mainan.

Di Jawa ada kepercayaan, bahwa capung dapat juga dijadikan sebagai obat untuk menyembuhkan kebiasaan mengompol pada anak-anak. Caranya capung yang masih hidup didekatkan dan ditempelkan pada pusat si anak agar digigit. Hal yang sama juga bisa dilakukan bila mau bepergian jauh. Katanya sih, mabuk dalam perjalanan bisa dihindari dengan cara murah meriah ini. Tapi kayaknya nangkap capung gak segampang itu deh?

Thursday, September 18, 2008

The Mask by The Maestro

TOPENG KEDOK TIGA BETAWI - Berasal dari pinggiran Jakarta, Tarian ini kini terbilang sangat langka. Dalam beberapa referensi, Topeng Betawi ini secara lebih spesifik disebut dengan Topeng Kedok. Ada yang menyebutnya dengan Topeng Cisalak atau juga Topeng Kedok Tiga. Nama Topeng Cisalak sendiri diberikan berdasarkan tempat menetap dan kesenian topeng berkembang saat itu di Kampung Cisalak, Cimanggis Depok Jawa Barat. Padahal saat pertama kali muncul tahun 1918 Topeng Kedok ini bernama topeng Kinang oleh dua pelopornya Djioen dan Mak Kinang. Hal ini tidak dapat dibantah kalau kesenian topeng ini masuk dalam lingkup Budaya Betawi. Meskipun nyanyian dan waditra yang dipergunakan asli Sunda tapi dialek yang dimainkan lebih banyak Betawinya dan juga Tionghoa atau Betawi Ora (Betawi Pinggiran) di mana seni topeng berkembang. Kini kondisi para seniman Topeng semakin mengkhawatirkan. Selain kurang minatnya generasi penerus akan seni tradisi leluhur mereka juga tidak mendapat dukungan dari pihak pemerintah. Topeng Kedok Tiga ini pertama kali muncul tahun1918. Kesenian yang dulunya terkenal dengan topeng Kinang ini dipelopori oleh Djioen dan Mak Kinang. Tokoh sentral dalam tari ini adalah Kartini. Keluarga dari pelopor kesenian inilah yang meneruskan keberadaan Topeng Cisalak hingga kini. Kartini adalah salah seorang cucu dari Mak Kinang yang hingga kini masih serius meneruskan keberadaan kesenian ini.


TOPENG PAJEGAN -
Di masyarakat Bali, Topeng lebih dikenal melalui
upacara-upacara keagamaan Hindu. Karena di Bali, kesenian lebur dalam agama dan masyarakat. T
openg Bali merupakan kesinambungan dari karya seni manusia pra sejarah yang mencapai kesempurnaan bentuk pada masa budaya Hindu di Bali atau Bali klasik serta mendapatkan fungsi baru, sebagai dramatari dengan membawakan lakon babad dan sejarah. Kata pajegan mengacu kepada kegiatan pedesaan masyarakat Bali agraris, yang kini bisa diterjemahkan dengan ''memborong' '. Penari Topeng Pajegan memborong semua peran yang ada di dalam cerita. Yang ada hanya seorang pemain, dan cerita berkembang dengan seutuhnya lewat satu pemain. Pada intinya, Topeng Pajegan adalah ritual yang mengiringi upacara keagamaan Hindu dalam budaya Bali yang diakhiri dengan Topeng Sidakarya sebagai puncak dari ritual itu. Oleh karena itu, penari Topeng Pajegan adalah orang yang tinggi tingkatan spiritualnya, karena dia harus memberikan pencerahan kepada masyarakat (penonton) apa inti upacara itu, apa tujuan upacara, dan apa akibatnya apabila upacara ini tidak dilaksanakan. Seorang penari Topeng Pajegan adalah seorang pendharma wacana yang piawai, sekaligus memiliki kemampuan bercerita seperti seorang dalang Tokoh sentral tari ini adalah I Made Djimat - Putra dari maestro tari Bali Ni Ketut Cenik ini mengikuti jalur yang ditekuni oleh keluarganya. I Made Djimat adalah seorang penari Bali yang kini telah menjadi seorang maetro tari topeng Bali. Nama I Made Djimat kini tersohor di berbagai pentas-pentas seni pertunjukan bergengsi di dunia. Meskipun demikian, dalam berbagai kesempatan, Djimat juga masih tampil di berbagai Pura untuk membantu hari-hari perayaan di Bali.


WAYANG TOPENG YOGYAKARTA -
Di tanah Jawa, ada banyak versi dari tari
Topeng Klana ini. Mulai dari gaya Keraton Surakarta (Mangkunegaran dan Kasunanan), Keraton Yogyakarta, gaya Klaten. Ada pula komposisi khusus yang melebur dalam Reog Ponorogo, hingga Topeng Klana dalam gaya Topeng Jabung Malang, Ini belum terhitung dari sebaran lainnya mulai dari Cirebon, tanah Pasundan hingga daerah pesisir selatan Kalimantan atau Banjarmasin. Ada berbagai alasan dibalik penggunaan topeng pada komposisi ini. Sebagian beranggapan bahwa ini hanyalah alasan estetis. Sebagian lagi beranggapan karena tarian ini pada awalnya ditarikan di pendopo kerajaan, demi menjaga kesopanan terhadap raja, maka sang penari diminta mengenakan topeng. Namun ada pula cerita yang berkembang di rakyat Jawa Timur yang percaya pada keberadaan Prabu Klana mengatakan bahwa topeng dibuat karena keinginan Prabu Klana sendiri tatkala ia meminang sang putri Candrakirana guna menutupi wajahnya. Tari Topeng Klana yang akan disajikan di Bimasena adalah komposisi klasik yang didasari oleh Topeng Klana klasik dari Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Beberapa master tari Yogyakarta – diantaranya Bagong Kussudiardjo dan Romo Sas, telah membuat sebuah perubahan pada gerak dan tempo tarian Topeng Klana ini menjadi lebih ekspresif dengan perubahan pada tempo yang lebih cepat. Saat ini tarian ini cukup jarang ditarikan. Namun otentisitas kekeratonannya masih sangat terlihat. Tarian Topeng Klana dari Yogya ini dibawakan oleh Lantip Kuswala Daya. Selain sebagai penari, Lantip juga merupakan seorang penggerak kesenian tradisional dan klasik dari Yogyakarta. Energi dan hidupnya ia curahkan sepenuhnya untuk kesenian. Dalam kesehariannya ia dibantu oleh istrinya, seorang wanita berdarah Amerika dan Korea yang bernama Jeannie Park - yang kini lebih memantapkan pilihan hidupnya untuk mencintai kesenian Jawa. Lantip banyak belajar tari Jawa dari Sasmita Mardawa atau lebih populer dengan sebutan Romo Sas yang merupakan empu tari gaya Yogyakarta. Daklam berkesenian Lantip telah menjelajah dunia membawakan tari Jawa gaya Yogyakarta.

Sempulur

Belajar Naik Kuda




Duh kudanya lari gak ya?






Ternyata mayan enak juga, meski pertama kali. Perut rasanya kontraksi!










Pose dulu ah? Mirip gak ya? Ha......:)











Tuk wak tuk wak......Asyik juga ternyata. Tapi kasihan banget nih kudanya.









Udah dulu deh. Meski belum waktunya turun, karena kasihan kudanya.

Santai Sejenak




Wah ada yang menarih tuh disana....









Wow lautnya jauh menarik juga ya. Walau siang bolong begini....










Disini nih...............









Another pose....:)








Langit biru sebiru-birunya hati.










Pose bersama kawan sejawat. Ring road lagi Pak?

Monday, September 15, 2008

Otak Setetes!

Perawakannya agak kurus tinggi. Sorot matanya tajam. Meski tajam, namun kelopak matanya agak menjorok ke dalam. Bicaranya ceplas ceplos seperti kebanyakan orang Betawi. Agus Sadikin namanya. Berbagai jenis narkoba pernah masuk ke dalam badannya. Mulai dari ekstaksi hingga heroin. Semua hampir pernah di cobanya. Semua berubah ketika ia mendapati beberapa temannya bergelimpangan karena OD. Ketika itu pula puluhan konseling dan rehabilitasi dijalani.


Setahap demi setahap proses rehab ia jalani. Tak cuma medis tapi juga psikis. Hingga akhirnya ia menemukan jalan bertemu dengan “After Care” sebuah lembaga yang didirikan dr. Aisyah yang memang khusus bergerak menangani mantan pengguna narkoba. Perjumpaan yang berkesan. Apalagi di dalam After Care, banyak program sengaja dibuat bagi para mantan pemakai narkoba ini. Bagi Agus, “After Care’ tak hanya menyelamatkan nyawanya, namun juga menyelamatkan seluruh hidupnya. Sebab di lembaga ini tak hanya dilakukan pendampingan medis, namun juga dibekali berbagai ketrampilan. Seperti membuat kerajinan dari koran bekas, main musik, hingga kursus brodcasting.


Tiap tahun “After Care” memiliki tema besar dalam “menggembleng” mantan pecandu. Untuk tahun ini, multimedia menjadi temanya. Maka kursus broadcasting di pilih. Mereka diajari teknik kamera, pengambilan gambar, tata cahaya, hingga proses editing. Sebuah production house bernama 515 yang didirikan dr. Aisyah bersama suami juga menjadi tempat belajar anak-anak ini. Bahkan beberapa dari mereka talent dari proyek-proyek yang digarap PH ini.
Menurut Agus, para mantan pecandu ini memang harus sengaja diberi banyak aktivitas supaya otaknya tidak “tidur”. Kita ini ibarat otak setetes. Jadi perlu terus di beri rangsangan aktivitas. Sebab jika dibiarkan tidur sebentar saja, godaan untuk kembali ke jurang gelap itu.

Agus yang juga kehilangan adiknya karena narkoba ini pun kini tak lagi memiliki otak setetes. Ia menjadi pendamping bagi anak-anak yang masuk di “After Care”. Baginya bebas dari narkoba adalah sama halnya dengan tidak berhubungan sama sekali dengan barang haram ini. Zero, istilah dia. “Jika masih make dikit-dikit itu sama halnya dengan makin menjerumuskan diri sendiri”ujarnya. Jika sudah tercebur sulit sekali beranjak. Kuncinya ada pada diri sendiri. “Jangan pernah nyoba deh” pesan akhirnya.