Friday, September 19, 2008

Yang Tersisa dari Taman BMW

Siang itu udara terik sekali. Tapi suasana itu makin "terik" ketika menyambangi eks taman BMW. Sepanjang mata memandang, reruntuhan bekas pembongkaran terlihat. Ditemani Romo Sandyawan, pengagas Jaringan Relawan Kemanusiaan (JRK), kami menuju salah satu posko darurat. Disana sudah ada beberapa orang. Satu diantara mereka sebut saja namanya Ibu Ana. Berawakannya agak besar. Rambut dibiarkan tergerai diterjang angin siang itu. Badannya agak hitam kepanasan. Beberapa kali air mukanya diseka ketika bercerita tentang pembongkaran paksa 24 Agustus silam. Rasa geram dan marah berkecamuk di dadanya. Rumah satu-satunya yang ia bangun bersama sang suami luluh lantak di buldozer aparat satpol PP. Yang membuatnya makin geram, pembongkaran itu tidak disertai dengan peringatan apalagi uang kerohiman. Hingga kini Ibu Ana dan sekitar 400 KK tetap bertahan tinggal di eks-taman BMW dengan mengandalkan bantuan makanan dari berbagai pihak. "Saya tak tahu lagi harus kemana Pak" ujarnya mulai menitikan air mata. "Saya tidak boleh putus asa, sebab anak-anak akan bagaimana". "Sebisa mungkin saya berjuang demi anak-anak".

Yang tersaji sepanjang hari itu, memang tampak beberapa gubuk telah berdiri kembali. Tapi kerusakan jelas masih tersisa. Sebuah topi lusuh, salah satu SMP Negeri, tampak teronggok di atas reruntuhan. Seorang warga menuturkan, setidaknya ada 80 anak SD yang tidak sekolah disini. Itu belum yang SMP dan SMA. "Kita ini ibarat hidup tidak di dalam negeri sendiri"timpal seorang ibu yang menggendong putranya. "Saya juga pernah jadi TKW, di gusur sana-sini, jadi kejadian ini sama persis yang saya alami ketika di Malaysia dulu". "Jika sudah begini, kemana kami harus mengadu". "Di negara sendiri saja kami seperti tidak dikehendaki". "Rakyat miskin memang selalu dibikin makin miskin".

Romo Sandyawan yang sejak awal mendampingi korban gusuran ini tak kalah geramnya. "Jika memang tidak boleh mengapa disini mereka bisa menikmati air dan listrik". "Itu kan sama halnya bayar pajak". "Nah pajak itu sekarang kemana" gusarnya. "Artinya keberadaan mereka kan diakui"ungkapnya sengit. Warga jelas kecewa karena pembongkaran ini belum ada titik temunya. Artinya belum jelas akan kemana mereka akan dipindahkan. "Ini jelas pembangunan yang memiskinkan rakyat"ungkap Romo Sandy. "Kalau memang mau gusur ya mbok dikasih pilihan yang baik "pintanya. Lanjutnya, perlu dipikirkan proses pembangunan kota yang memanusiakan manusia. Romo Sandy menambahkan, ketika proses penggusuran paksa, di Taman BMW juga terdapat peternakan kambing. Dan itu diberikan tenggat waktu, sementara warga disana tidak diberikan tenggat waktu untuk pindah. "Masak harga manusia tak lebih tinggi dari pada nilai kambing?" ujarnya geram. Romo Sandy juga meyayangkan sikap satpol pp yang terus berpatroli di sekitar taman BMW. "Ini adalah bentuk teror pemerintah terhadap warganya". Jelas teror ini membuat Ibu Ana & warga lain ketar ketir. Sewaktu-waktu satpol pp ini bisa saja menggusur paksa kembali begitu ada perintah dari komandannya.

Ibu Ana dan warga lain juga menyadari bahwa tanah yang mereka tinggali memang bukan milik mereka. Tapi pembongkaran yang sepihak dan tidak diberikan alternatif pilihan tepat jelas membuat hari warga makin merana. Negara gagal melakukan kewajibannya untuk melindungi warganya. Taman BMW kini tak lagi bersih, manusiawi, apalagi ber(Wibawa).

2 comments:

Anonymous said...

rajin posting ya...

sekarang taman bmw... bulan depan mungkin taman yang lain

sekarang mungkin Jakarta ... bulan depan mungkin kota yang lain

selama pola pembangunan di negara ini masih metropolitan centris, sentralistik, tidak hanya Jakarta, tapi masalah ini akan dihadapi oleh kota-kota lain di Indonesia.

hidoep@perjoeangan said...

Ya begitulah potret negara yang hanya berpihak bagi para pemodal. Kalau mau kampanye aja, baik-baikin rakyat, kalau udah "naik", lupa deh tuh sama rakyat. Malah bikin rakyat makin sengsara.