Di masyarakat Bali, Topeng lebih dikenal melalui upacara-upacara keagamaan Hindu. Karena di Bali, kesenian lebur dalam agama dan masyarakat. Topeng Bali merupakan kesinambungan dari karya seni manusia pra sejarah yang mencapai kesempurnaan bentuk pada masa budaya Hindu di Bali atau Bali klasik serta mendapatkan fungsi baru, sebagai dramatari dengan membawakan lakon babad dan sejarah. Kata pajegan mengacu kepada kegiatan pedesaan masyarakat Bali agraris, yang kini bisa diterjemahkan dengan ''memborong' '. Penari Topeng Pajegan memborong semua peran yang ada di dalam cerita. Yang ada hanya seorang pemain, dan cerita berkembang dengan seutuhnya lewat satu pemain. Pada intinya, Topeng Pajegan adalah ritual yang mengiringi upacara keagamaan Hindu dalam budaya Bali yang diakhiri dengan Topeng Sidakarya sebagai puncak dari ritual itu. Oleh karena itu, penari Topeng Pajegan adalah orang yang tinggi tingkatan spiritualnya, karena dia harus memberikan pencerahan kepada masyarakat (penonton) apa inti upacara itu, apa tujuan upacara, dan apa akibatnya apabila upacara ini tidak dilaksanakan. Seorang penari Topeng Pajegan adalah seorang pendharma wacana yang piawai, sekaligus memiliki kemampuan bercerita seperti seorang dalang Tokoh sentral tari ini adalah I Made Djimat - Putra dari maestro tari Bali Ni Ketut Cenik ini mengikuti jalur yang ditekuni oleh keluarganya. I Made Djimat adalah seorang penari Bali yang kini telah menjadi seorang maetro tari topeng Bali. Nama I Made Djimat kini tersohor di berbagai pentas-pentas seni pertunjukan bergengsi di dunia. Meskipun demikian, dalam berbagai kesempatan, Djimat juga masih tampil di berbagai Pura untuk membantu hari-hari perayaan di Bali.
Di tanah Jawa, ada banyak versi dari tari Topeng Klana ini. Mulai dari gaya Keraton Surakarta (Mangkunegaran dan Kasunanan), Keraton Yogyakarta, gaya Klaten. Ada pula komposisi khusus yang melebur dalam Reog Ponorogo, hingga Topeng Klana dalam gaya Topeng Jabung Malang, Ini belum terhitung dari sebaran lainnya mulai dari Cirebon, tanah Pasundan hingga daerah pesisir selatan Kalimantan atau Banjarmasin. Ada berbagai alasan dibalik penggunaan topeng pada komposisi ini. Sebagian beranggapan bahwa ini hanyalah alasan estetis. Sebagian lagi beranggapan karena tarian ini pada awalnya ditarikan di pendopo kerajaan, demi menjaga kesopanan terhadap raja, maka sang penari diminta mengenakan topeng. Namun ada pula cerita yang berkembang di rakyat Jawa Timur yang percaya pada keberadaan Prabu Klana mengatakan bahwa topeng dibuat karena keinginan Prabu Klana sendiri tatkala ia meminang sang putri Candrakirana guna menutupi wajahnya. Tari Topeng Klana yang akan disajikan di Bimasena adalah komposisi klasik yang didasari oleh Topeng Klana klasik dari Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Beberapa master tari Yogyakarta – diantaranya Bagong Kussudiardjo dan Romo Sas, telah membuat sebuah perubahan pada gerak dan tempo tarian Topeng Klana ini menjadi lebih ekspresif dengan perubahan pada tempo yang lebih cepat. Saat ini tarian ini cukup jarang ditarikan. Namun otentisitas kekeratonannya masih sangat terlihat. Tarian Topeng Klana dari Yogya ini dibawakan oleh Lantip Kuswala Daya. Selain sebagai penari, Lantip juga merupakan seorang penggerak kesenian tradisional dan klasik dari Yogyakarta. Energi dan hidupnya ia curahkan sepenuhnya untuk kesenian. Dalam kesehariannya ia dibantu oleh istrinya, seorang wanita berdarah Amerika dan Korea yang bernama Jeannie Park - yang kini lebih memantapkan pilihan hidupnya untuk mencintai kesenian Jawa. Lantip banyak belajar tari Jawa dari Sasmita Mardawa atau lebih populer dengan sebutan Romo Sas yang merupakan empu tari gaya Yogyakarta. Daklam berkesenian Lantip telah menjelajah dunia membawakan tari Jawa gaya Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment