Sunday, January 13, 2008

BBM Jelantah, Energi Murah & Ramah

Kita semua pasti tahu apa yang disebut minyak jelantah. Itu lho minyak habis pakai. Entah dipakai sekali hingga berkali-kali. Kalau kita pernah beli gorengan, kita pasti akan menemui minyak goreng yang warnanya hitam pekat. Nah itu juga bisa dikategorikan minyak jelantah. Beberapa ahli kesehatan mengatakan bahwa, penggunaan konsumsi minyak goreng jelantah, apalagi sudah dipakai berkali-kali, berdampak pada kesehatan manusia. Berbagai sumber mengatakan, salah satu penyakit yang mengincar adalah penyumbatan pembuluh darah dan pembuluh jantung. Yang perlu menjadi catatan, umumnya minyak goreng digunakan untuk menggoreng dengan suhu minyak mencapai 200-3000C. Pada suhu ini, ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh rusak, sehingga tinggal asam lemak jenuh saja. Resiko terhadap meningkatnya kolesterol darah tentu menjadi semakin tinggi. Selain itu vitamin yang larut di dalamnya seperti vitamin A,D,E, dan K ikut rusak. Yang jelas, fungsi nutrisi dari minyak goreng menjadi jauh menurun, bahkan berpengaruh negatif terhadap tubuh.

Minyak goreng yang telah digunakan, akan mengalami beberapa reaksi yang menurunkan mutunya. Dalam Winarno (1986) disebutkan bahwa mutu minyak goreng tergantung dari titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein. Akrolein adalah sejenis aldehid yang tidak didinginkan karena dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng akan mengalami peruraian molekul-molekul, sehingga titik asapnya turun. Bila minyak digunakan berulangkali, maka semakin cepat terbentuk akrolein sehingga membuat batuk orang yang memakan hasil gorengannya.

Jelantah juga mudah mengalami reaksi oksidasi sehingga jika disimpan cepat berbau tengik. Selain itu jelantah juga disukai jamur aflatoksi sebagai tempat berkembangbiak. Jamur ini menghasilkan racun aflatoksin yang dapat menyebebkan berbagai penyakit, terutama hati/liver.
Alasan ekonomi memang menjadi alasan sebagian besar masyarakat mengkonsumsi minyak jelantah ini. Apalagi harga minyak goreng di pasaran makin melambung dari hari ke hari. Lalu apa yang mesti dilakukan dengan minyak jelantah ini? Dibuang sayang. Tapi kalau dipakai malah bikin jiwa terancam melayang. Serem kan. Ha.............
Beberapa ahli pun telah menguji coba pemanfaatan minyak jelantah ini. Salah satunya dengan mengolahnya menjadi BBM alias bahan bakar minyak. Salah satu pihak yang mengupayakan energi baru ini adalah PT BEE. Caranya tidak terlalu sulit. Kebetulan, sabtu kemarin aku dan Irena, teman kantorku berkunjung ke tempat pembuatan biodiesel minyak jelantah ini. Kami janjian di Hotel Salak, Bogor, Jawa Barat. Kebetulan PT yang mengembangkan minyak jelantah ini masih satu grup dengan Hotel Salak.
Tak lama setelah kami menunggu di lobi, seorang berbadan bongsor dan rambut lurus menghampiri kami. Sejurus kemudian mendatangi kami.
"Mohon maaf sudah menunggu lama" ujarnya seraya menyalami kami.
Kami pun terlibat pembicaraan hangat. Selidik aku melihat name tag yang menggantung di baju sebelah kirinya. Di sana tertera Widodo Bayu. "Wah kok namanya hampir sih sama aku ya". "Maklum tadi waktu memperkenalkan diri aku tak begitu jelas mendengarnya". "Wah kok bisa samaan begini ya". "Mungkin memang nama baik" gumanku dalam hati. Ha..................
Sekitar 15 menit kami berbincang. Sejurus kemudian Pak Widodo menawarkan kami untuk melihat langsung proses pembuatan minyak jelantah menjadi biodiesel. "Gak jauh kok tempatnya" ujar Pak Wid menyakinkan.
Tak lama kami sudah terlibat diskusi lagi di dalam Avanza. Dan memang benar kata Pak Wid, tak sampai 1/2 jam, akhirnya kami sampai ke tempat pengolahan biodiesel. Aku tak tahu pasti nama daerahnya. Yang aku ingat sepanjang jalan kami melalui perumahan Taman Yasmin. Setelah itu belok kanan. Dan tempat yang kami tuju ada disebelah kanan jalan.
"Yuk kita langsung ke bawah aja" ajak Pak Wid.
"Mudah dan tak terlalu lama prosesnya" cerita Pak Widodo sambil berjalan.
"Setidaknya ada tiga tahap dalam memprosesnya"ujar Pak Widodo mulai menerangkan.
Pertama, minyak jelantah ditakar, kemudian dimasukkan ke dalam mesin yang disebut mini biodiesel reaktor. Lalu diaduk beberapa saat sebelum ditambahkan metanol dan KOH. Kedua zat kimia inilah yang digunakan dalam memproses jelantah menjadi biodiesel. Dibutuhkan waktu 30-40 menit untuk proses pertama ini. Kemudian residu dari proses pencampuran ini dibuang. Residu ini biasanya disebut gliseril.
Kedua, tahap pencucian. Dari proses pertama, minyak jelantah yang telah tercampur dengan metanol & KOH, kemudian dicuci dengan air sebanyak dua kali. Proses pencucian ini dimaksudkan untuk membersihkan minyak jelantah dari metanol dan KOH.
Ketiga, proses pembakaran. Proses ini bertujuan untuk membersihkan minyak jelantah dari air. Dengan pembakaran yang dilakukan, air yang masih terkandung di dalam minyak jelantah akan menguap sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal. Proses pembakaran tergantung berapa banyak minyak jelantah yang akan dibakar. Semakin banyak, maka semakin lama. Ibaratnya, ketika kita akan merebus air seliter dan 10 liter tentu memakan waktu yang berbeda. Setelah itu, tinggal pendinginan. Minyak jelantah yang sudah dingin ini kemudian disebut biodiesel, dan langsung dapat digunakan layaknya solar dan bbm lainnya. Warna biodisel ini sepintas sama dengan warna minyak goreng curah di pasaran. Yang membedakan adalah baunya saja.
"Mas kita coba masukkan minyak jelantah ini ke mobil ya"ajak Pak Wid.
"Ok Pak".
"Nis, isi lagi nih mobilnya" pinta Pak Wid kepada sopir kantornya.
"Hah isi lagi Pak?"tanya Dennis sang sopir.
"Iya isi aja lagi" tegas Pak Wid.
Dengan dibantu Usman, pegawai pengolahan minyak jelantah, Dennis pun menuruti perintah Pak Wid.
Setelah itu Dennis menyalakan mobil.
"Wrengggggggggg.................., asap pun keluar dari knalpot di belakang.
"Wah bau gorengan nih" ujarku.
"Emang bener mas, bau gas pembuangannya sama dengan sumbernya"ujar Pak Wid. "Kalau minyak jelantahnya dipakai untuk goreng ayam, ya baunya ayam goreng" lanjut Pak Wid.
"Jadi bikin laper nih Pak"................????!!!
"Mas bisa lihat sendiri, selain gas buangannya tidak hitam pekat, juga ramah lingkungan". "Kita selalu memakai minyak ini kalau kemana-mana". "Jadi mobil ini anti pompa bensi" ujarnya seraya promosi.
"Cara pembuatannya sebenarnya mudah, yang sulit justru bahan bakunya". "Kita harus berebut dengan pengepul Mas" cerita Pak Wid. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pengepul minyak jelantah ini akan mengolah kembali menjadi minyak goreng curah.
Selain digunakan untuk mobil operasional kantor, BBM jelantah ini juga digunakan bus TransPakuan Bogor. Sepuluh bis yang melayani rute terminal Baranangsiang-Bubulak ini sebagian BBMnya menggunakan minyak jelantahan olahan ini. Bahkan dibadan bis ini ditulis besar-besar: "BUS INI MENGGUNAKAN CAMPURAN BBM DAN MINYAK JELANTAH (BIO DIESEL)".
Wah hari itu benar-benar dapat ilmu banyak. Selain juga bertemu dengan orang yang kebetulan namanya sama aku. Ha.........Walau Bogor panas sekali, semoga apa yang dilakukan Pak Wid dkk, mampu memberi kesejukan ditengah "panasnya" harga BBM.
Sebuah langkah konkret yang patut diacungi jempol. Jika tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi???


1 comment:

Unknown said...

selamat siang mas,,
maaf, saya bisa tau bagaimana cara saya bisa berkomunikasi dengan bapak widodo bayu yang mas ceritakan diatas? saya membutuhkan beberapa informasi dan data mengenai biodiesel dari beliau. terimakasih..

*apabila berkenan mohon di-email saja di purwita.s.pawestri@gmail.com


-westri-