Hari-hari belakangan ini, kita semua dikejutkan dengan rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Hitungannya sih katanya “cuma” maksimal 30%. Tak tahulah hitungan-hitungan rumit itu. Bahkan kemarin surat kabar bilang ada 89 opsi untuk menaikkan BBM ini. Gila, banyak banget ya.
Sontak, rencana ini mengundang berbagai reaksi. Mahasiswa di berbagai kota sudah turun ke jalan. Kelangkaan BBM juga terjadi dimana-mana. Yang bikin treyuh adalah penyelundupan BBM ke negara tetangga. Satu kata: Edan! Cuma satu yang pasti bahwa rakyat makin menderita. Begitu harga BBM naik, harga-harga kebutuhan yang lain pasti juga naik. Lha wong walau sekarang masih sekedar ”rencana” saja, harga-harga sudah balapan? Siapa yang paling terpukul dampak kenaikan BBM ini? Siapa lagi kalau bukan rakyat kecil. Selama ini pemerintah berdalih bahwa meroketnya harga minyak dunialah yang menjadi keuangan pemerintah “megap-megap”. Sementara selama ini subsidi pemerintah terhadap BBM hanya dinikmati golongan mampu saja alias salah sasaran. Jika alasan pertama yang dipakai, artinya pemerintah hanya berpikir dollar sementara penghasilan kita masih rupiah. Sampai kapan pun gak bakal kesampaian. Ibarat kata: Penghasilan rupiah kok mau bergaya hidup dollar? Lalu kalau pakai analogi alasan kedua, sebenarnya silang sengkarut subsidi BBM ini sebagai bukti ketidakbecusan pemerintah dalam mengelola dan melayani rakyatnya. Padahal bangsa kita banyak orang pintar. Tim ekonomi kita juga lulusan luar negeri semua, tapi mengapa hanya bisa menaikkan harga saja?
Mengutip pendapat Kwik Kian Gie, sebenarnya Indonesia bisa terbebas dari krisis BBM dengan satu syarat mau mengelola sendiri tambang minyaknya. Tidak diprivastisasi ke asing. Contoh kasus seperti blok cepu saja. Jika dikelola sendiri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebenarnya itu bisa. Hanya saja pemerintah tidak ada kemauan ke arah itu. Pemerintah cuma mau terima duit secara cepat tanpa mau berusaha alias bersusah payah. Jadinya tambang-tambang minyak digadaikan ke pihak asing. Bener-bener gak habis mikir. Padahal kita memiliki putra-putra bangsa yang bisa dihandalkan.
Pemerintah mengatakan bahwa sebagai kompensasi dari kenaikan harga ini akan diberikan bantuan langsung tunai plus. Tak jelas apa yang dimaksud plus ini. Jangan-jangan seperti pijat plus lagi. Ha…….:) Lha wong kemarin program BLT saja masih gak karuan, kok mau mengulang kesalahan yang sama. Keledai saja tidak akan terperanjab dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Bukankah bantuan langsung itu juga tidak mendidik. Dari ilmu pemberdayaan jelas hal ini tidak tepat. Yang dibutuhkan rakyat sekarang adalah keberdayaan bukan bantuan. Artinya berilah kail, bukan ikannya. Jika rakyat diberikan ikan, yang pasti akan membuat mereka akan makin malas. Selain itu, ada waktunya ikan juga akan habis. Sementara jika diberikan kail, rakyat akan bisa memancing ikan dimana pun mereka mau dan kapan pun mereka butuh. BLT itu cuma sekejap saja sudah habis. Sementara keberdayaan selain bisa memperpanjang nafas hidup rakyat, juga bisa memicu kreativitas rakyat untuk menata hidupnya sendiri. Sebab rakyat sekarang sudah tidak bisa berharap terhadap pemerintah.
No comments:
Post a Comment