Wednesday, December 3, 2008

Siti Sumiyati: Bidan Apung Pulau Seribu

"Iya saya Ibu Sum" julur Ibu berkerudung coklat marun itu kepada kami. Usianya sudah 56. Bedak putih nampak tercecer di wajah yang mulai menua. Seragam PNS melekat di tubuhnya yang besar itu. Setelah menyempatkan kami duduk, ia terus memeriksa pasien. Ada yang sakit gatal, tapi kebanyakan ibu hamil. "Ibu jangan banyak makan garam ya, tensinya tinggi nih"semburnya kepada seorang ibu gembul. "Nanti harus sering periksa lagi ke sini ya" ujarnya sambil memberikan resep obat. Di ujung pintu periksa ia berteriak "Ayo siapa lagi". Seorang ibu tergopoh masuk ruangan dengan perut membuncit. Sementara di seberang sana, seorang lelaki tua teronggok di kursi menunggu giliran. Hiruk pikuk di pagi menjelang siang itu terasa di puskesmas Pulau Panggang. Hilir mudik petugas dan warga terlihat. Sesekali terdengar celotehan diantara mereka.

Ibu Sum demikian bidan ini biasa disapa. Nama lengkapnya Siti Sumiati. Ia sudah bertugas sebagai petugas kesehatan di pulau sejak 1971. Itu artinya sudah 38 ia sudah berkeliling pulau seribu memberi pelayanan kesehatan. "Kalau bukan karena panggilan, sudah saya tinggalkan pulau ini jauh-jauh hari Mas" ujarnya membuka cerita. "Kalau dulu Ibu mah kemana-mana masih serba terbatas". "Kapal motor buntut deh pokoknya". "Kalau sekarang sudah banyak kemajuan". "Ojek kapal juga sudah semakin banyak". "Jadi banyak banget perbedaannya". "Selain itu tenaga kesehatan sekarang juga sudah banyak". Hampir semua pulau yang ada di pulau seribu sudah ia singgahi. Termasuk Pulau Sebira yang harus ditempuh 7 jam kala itu. Namun sekarang cukup 2 jam dengan fasilitas speedboat puskesmas keliling. Seorang ibu membenarkan kiprah Ibu Sum. Ia yang kami temui di dermaga pulau pramuka bahkan mengatakan kelima anaknya yang lahir semua ditangani Ibu Sum. "Ibu Sum itu jasanya banyak banget untuk warga sini" ujarnya sambil menawarkan bungkusan ikan teri. "Hampir semua anak pulau sini, semua lewat tangan Ibu Sum" tegasnya.

Meski sudah memasuki masa pensiun, namun jasa Ibu Sum masih dibutuhkan warga. Untuk itu pemerintah memperpanjang masa pensiunnya. "Ibu sebenarnya sudah mau istirahat, tapi gimana lagi?" "Ya sudah dinikmati saja" ujarnya. Dalam setiap memeriksa pasiennya, ia selalu mewanti-wanti untuk menjaga pola makan. Maklum sebagian besar pasiennya memang ibu hamil. "Mereka itu kan riskan, jadi mesti benar-benar menjaga pola makan".

Ibu Sum sebenarnya ditugaskan sebagai bidan di kecamatan. Namun karena kecamatan yang ditunjuk tidak memiliki kantor, ia akhirnya "membantu" di puskesmas pulau Panggang. Tenaganya di pulau terpadat ini justru dirasa banyak warga. "Ibu Sum itu cekatan kalau periksa"ujar Susanti seorang warga. "Memang orangnya bawel, tapi ya memang begitulah orangnya".

Tiap hari Ibu Sum menyebrang ke Pulau Panggang dari rumahnya di Pulau Pramuka. Semua itu ia lakukan atas nama kemanusiaan. "Sehari saja saya tidak masuk, wah besokannya bakalan antri tuh warga" ujarnya terkekeh. "Maklum kadang saya harus pergi untuk banyak urusan. Hampir semua pelatihan saya ingin selalu terlibat". "Sebab pendidikan saya memang tidak tinggi". "Biar begitu saya harus terus mengasah diri biar tidak tertinggal". Atas semua jerih payahnya itu ia di ganjar penghargaan dari WHO sebagai penyelamat ibu melahirkan. Ini karena angka kematian ibu melahirkan di pulau Panggang dan sekitarnya nol persen. Artinya tidak terjadi kematian ibu ketika melahirkan. Ia diundang untuk datang di Glasgow, Skotlandia untuk menerima penghargaan itu Juni lalu. "Dari Indonesia cuma saya lho" ujarnya bangga. "Selain saya, yang dapat penghargaan dari Kuba". "Seumur-umur ini pengalaman paling berharga". "Selain bisa ke luar negeri, banyak juga ilmu yang bisa ditimba".

Beberapa kali Ibu Sum juga diundang untuk berbagi pengalaman dengan bidan-bidan muda. Ia selalu menekankan bahwa menjadi tenaga kesehatan itu adalah panggilan kemanusiaan, bukan untuk mencari material semata.

6 comments:

Anonymous said...

Wow, Ibu Sum hebat banget!!! Pengabdian yang luar biasa. Kalo ada fotonya, wah keren banget Wid :p

hidoep@perjoeangan said...

Iya masih blm sempat nih upload fotonya.
Tahu gak, kita waktu itu pengen langsung balik Jkt, sayang banget ternyata hari itu gak ada kapal pulang. Akhirnya kita terdampar di Pulau Pramuka. Beruntung Ibu Sum menawarkan untuk tinggal. Dengan berat hati, kita istirahat, tanpa ganti baju. Hiks...

riset said...

ibu sumiati di kepulauan seribu kan ??

alamatnya mana yaa ??

kog aku cari d google gk ada !!

thx...

hidoep@perjoeangan said...

Alamat pastinya saya lupa. Tapi jika ke Pulau Pramuka, semua orang tahu kok kalau ditanya Ibu Sum. Karena hampir semua anak di pulau seribu, apalagi pulau pramuka, lewat tangan dingin Bu Sum.

Kawa Bercerita said...

kemarin saya baru dar rumah beliau.
dan diusianya yang tak lagi muda, beliau masi sangat gagah, dan siap membanu penduduk pulau yang sedang sakit.
kalau dari dermaga pulau pramuka, rumahnya tinggal lurus, ada balai warga ke kiri, ketemu masjid ke kiri lagi,dan rumahnya gak jauh dar situ. depannya pager bambu...

hidoep@perjoeangan said...

Terima kasih Bobo tambahan infonya ya.