Wednesday, November 26, 2008

PKBM Pelita: Penerang Warga Pelosok

Sambil menggendong anaknya, Ibu Uum menggerakkan pensil di tangan. Tak sedikit rasa lelah. Dengan tekun ia mengikuti instruksi dari tutor hari itu. Satu persatu huruf ia rangkai membentuk sebait kata dan kalimat. Sesekali ia menenangkan anaknya yang mulai rewel kepanasan. Kadang ia harus bangkit dari kursi. Sekedar membuat tenang sang anak. Ibu Uum, satu dari sekian peserta belajar kejar paket A. Sore itu, ruang kelas itu penuh sesak warga belajar. Di bangku yang lain, seorang anak terlelap di dekapan ibunya. Sementara sang ibu terus mencatat. "BERSIH ITU CERDAS". Itu yang tergores di papan tulis. Kelas ini satu dari beberapa kelas yang di buka PKBM Pelita. Selain kejar paket A, disini pula dibuka kejar paket B. Berpusat di desa Kadudampit, Kec. Saketi, Pandeglang, PKBM ini tak hanya menyelenggarakan kejar paket. Di kompleks PKBM ini juga tersedia ruang belajar bagi PAUD (anak usia dini), bimbingan al-quran, kelas memasak juga life skill.

Adalah Ahmad Suhaery, seorang putra daerah yang menggagas PKBM ini. Alumni UPI Bandung ini prihatin melihat kondisi pendidikan warganya. "Sekitar 60% dari jumlah warga sini hanya tamatan SD". "Penduduknya banyak yang bekerja sebagai buruh tani. Upahnya pun cuma Rp 10.000,- per hari. Sebagian lain merantau dengan berbagai pekerjaan."ujarnya. Sambungnya, seluruh kegiatan ini tidak dipungut biaya. "Semua masih saya usahakan sendiri dibantu teman-teman"ungkapnya. "Belum pernah ada bantuan dari pemerintah". "Saya tak pernah memaksa mereka untuk ikut". "Ini semua atas kemauan mereka sendiri". "Mungkin karena banyak diantara mereka yang melamar pekerjaan di Jakarta hanya mengandalkan keahlian bela diri. Eh tak tahunya tanpa ijasah mereka tidak bisa melamar pekerjaan" ungkap bapak dua anak ini.

Sambungnya, pendidikan itu harus berkelanjutan. Artinya tak hanya sebatas pada ijasah saja. Kemampuan mereka pun harus ditingkatkan. Makanya program life skill juga digagas. Dengan memanfaatkan sumber yang ada, akhirnya diputuskan untuk membuat emping. Maklum disekitar rumah warga memang banyak pohon melinjo. Ibu-ibu diberdayakan per kelompok. Mereka bekerja di rumah masing-masing tanpa harus meninggalkan anak-anaknya. Sementara kegiatan belajar tetap disesuaikan aktivitas. Jangan sampai pekerjaan terganggu jam belajar. "Makanya jam belajar ini pun masyarakat sendiri yang memutuskan". Jelas, penghidupan dapat, demikian pula pendidikan. Semua diserahkan kepada warga belajar.

Asep Muhammad Natsir, seorang warga belajar kejar paket B mengatakan ingin segera punya ijasah. Dengan begitu ia berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Ami, peserta lain, yang belajar bersama dengan ibunya yang sudah sepuh mengatakan pengen lancar membaca dan menulis. "Biar anak saya ketika bertanya soal PR saya bisa membantu. Nanti kalau gak tahu, saya diketawain anak-anak"ujarnya. "Harapan saya belajar ini semakin maju, meski saya semakin tua. Cari ilmu kan boleh sampai tua kan".

Ahmad Suhaeri yang akrab dipanggil Ade berharap, PKBM ini bisa segera mandiri. "Target saya, tahun 2009 PKBM ini sudah sepenuhnya dikelola masyarakat. "Dari, oleh, dan untuk masyarakat itu prinsipnya" tegasnya. Sebab ia berkeinginan mengembangkan PKBM sejenis di tempat lain. Sebuah niat yang sangat mulia. Di tengah dunia pendidikan kita yang masih agak gelap, tentu pelita-pelita yang dinyalakan Ade semoga bisa memberi terang benderang ke pelosok negeri ini.

(foto by Irena)

No comments: