Wednesday, November 19, 2008

Darah Juang

Karena suatu keperluan, seorang teman memperlihatkan beberapa "lagu kiri" beberapa waktu lalu. Semua terasa asing di telingaku. Aku sendiri waktu mahasiswa tak pernah menyanyikan lagu ini. Maklum, ketika itu, demonstrasi sudah agak jarang. Dari total lagu yang disodorkan, lagu Darah Juang, yang paling menarik hati. Walau sudah agak lama, tapi apa yang ada di lirik lagu ini benar-benar masih terasa . Intinya sebuah pertanyaan besar dari mahasiswa terhadap keadaan negeri ini. Bagaimana pemerintah yang bobrok dan brengsek. Bagaimana tidak. Negara yang kaya raya, melimpah semua bahan alam, tapi dimana-mana rakyatnya kelaparan. Rakyatnya sengsara. Bagaimana bisa, negara penghasil minyak, tapi dimana-mana rakyat mengantri minyak. Negara kaya, namun rakyat terjepit kemiskinan.

Lagu Darah Juang adalah lagu perjuangan mahasiswa Indonesia yang lahir di era reformasi sejak menjelang jatuhnya orde baru. Lagu ini karangan aktivis John Sonny Tobing, Ketua KM UGM pertama, mahasiswa Fakultas Filsafat UGM sekitar 1990. Lirik lagu ini dikerjakan bersama Andi Munajat (Fakultas Filsafat UGM). Lagu ini kemudian menjadi ikon perjuangan setiap demonstrasi mahasiswa di seluruh Indonesia.

Rasanya lagu ini sampai sekarang masih tetap terasa semangatnya. Di tengah carut marut negeri, tak jua ada perubahan mendasar dari reformasi. Hidup makin sulit. Bahkan banyak banyak rakyat yang terusir di tanah sendiri. Negara masih belum berhasil mensejahterakan rakyatnya.

Darah Juang
Di sini negeri kami
Tempat padi terhampar luas
Samuderanya kaya raya
Tanah subur kami Tuhan

Di Negeri permai ini
Berjuta rakyat bersimbah luka
Anak kurus tak sekolah
Pemuda desa tak kerja

Mereka terampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Tuk membebaskan rakyat

Padamu kami berjanji
Padamu kami berbakti
Tuk membebaskan rakyat

(dari beberapa sumber)

2 comments:

Anonymous said...

Melihat kondisi bangsa yang begini-begini terus (ato malah tambah parah) memang bikin stres. Rakyat sudah cape menunggu kedatangan "Satrio Piningit" alias pemimpin bangsa yang sungguh-sungguh membela rakyat, namun yang ditunggu tidak datang-datang. Kadang untuk menghibur diri aku berpikir, Amerika aja dulu waktu awal-awal merdeka juga kacau kok, dan mereka dulu jauh lebih rasialis daripada kita. Tapi lantaran sekarang dia sudah tua, merdekanya aja sejak tahun 1776 (kalo gak salah), jadi ya wajar kalo sudah tambah bijak, dan sudah banyak Satrio Piningit bermunculan. Negara kita kan masih sangat muda, merdekanya baru tahun 1945 kemarin, jadi ya sabaaaaar... sabaaaarrr... Nanti kalo negeri kita usianya udah 200-an tahun juga rakyatnya bisa hidup enak kok, tunggu saja...

hidoep@perjoeangan said...

Bener sih. Problemnya rakyat sudah sangat kelewat sabar. Sementara penguasa malah bancaan duit rakyat. Lihat saja tiap hari selalu saja ada pejabat yang ditangkap karena korupsi duit rakyat. Jadi pejabat itu bukan lagi how to serve society, tapi how to take money saja. Bener-bener repot. Semalam ada teman sebangku kereta cerita. Temannya yang kerja di salah satu departemen harus selalu memanipulasi laporan perjalanan dinas. Ketika laporan itu dibuat sebagaimana mestinya, bosnya malah marah. Nah mental kayak begini kan bener-bener yang bikin negeri ini makin bobrok saja....