Setelah bertanya dengan penghuni wisma MBI, bule itu akhirnya keluar juga. Perawakannya tinggi besar. Rambut coklat pendek dengan dua kuncir kuda di belakang. Sekilas tak ada yang istimewa dari sosok bule yang satu ini. Namun semua itu berbeda ketika sudah bersapa. Orangnya ramah. Walau berasal dari Rusia, namun keramahannya seraya ia berasal dari Asia. My name is Mark, itu kalimat pertama yang keluar dari mulutnya. Mark berasal dari Rusia bagian utara. Namun semenjak sekolah ia menghabiskan sebagian besar waktunya di Moskow, ibukota Rusia. Pernah belajar ilmu kedokteran, namun hatinya berpaling pada psikologi. Pernah pula berkeliling beberapa negara karena pekerjaannya. Namun semua itu berubah. Pekerjaan mapan ia tinggalkan. Ia merasa tidak puas dengan hidup yang ia jalani kala itu. Ia lalu memutuskan berkelana dari satu negara dengan cara backpacker dan menumpang mobil yang lewat, tentu secara gratis. Tak banyak uang di kantongnya. Untuk bertahan hidup, ia bekerja beberapa waktu, tak jarang ia pun menumpang makan. Dari Rusia ia memasuki wilayah pecahan Uni Soviet, Kazakstan, lalu masuk Tibet, Cina, India, Filipina, Malaysia, hingga Indonesia. Semuanya dilakukan dengan cara jalan kaki dan menumpang. Kecuali perjalanan dari Filipina ke Malaysia ia lakukan dengan pesawat terbang, itupun dengan harga yang sangat murah karena ia tidak menemukan kapal laut menuju Malaysia. Dari Malaysia, ia memasuki Indonesia melalui Dumai, Riau. Lalu melintas Pematang Siantar, Aceh, Medan, hingga akhirnya bisa menyeberangi selat Sunda menuju Jakarta. Ketika ditanya bagaimana cara menyebrang ke selat Sunda, ia menjawab dengan penumpang kapal kargo. Sebab dengan kapal kargo kita tidak perlu lagi mengeluarkan uang. Hal baru yang tentu baru aku ketahui dari seorang Mark. Untuk bermalam ia biasanya menumpang pada siapapun yang bersedia menampungnya, namun jika tidak ada, maka tenda pun siap ia buka.
Apa yang dilakukan hampir mirip dengan perjalanan Che mengeliling benua Amerika Selatan dengan sepeda motor buntutnya, namun kali ini Mark melakukannya dengan jalan kaki dan menumpang. Mark berseloroh, kalau dulu Che berkeliling untuk melakukan perubahan bagi dunia, namun ia berkeliling untuk merubah dirinya sendiri.
Setelah dari Jakarta, ia berencana melanjutkan langkah kakinya ke seluruh penjuru Indonesia. Beberapa tempat sudah menjadi incarannya. Borobudur, Bromo, Bali adalah tempat-tempat yang ingin dituju, selain tentu daerah-daerah lainnya termasuk Papua. Ketika kami mendengar rencananya ke Borobudur, seketika kami bermaksud membelikannya tiket kereta api menuju Jogja. Namun dengan cepat niat baik itu ia tepis. Ia ingin tetap berjalan kaki dan menumpang saja hingga menuju Borobudur. "Kalau mau drop saja, saya di luar kota Jakarta" pintanya.
Total ia sudah meninggalkan Rusia sejak 1 tahun 5 bulan yang lalu. Mark memutuskan berjalan kaki karena ia ingin menyelami kehidupan orang-orang yang ditemuinya. Dengan berjalan kaki, ia bisa mengenal seluk beluk kehidupan masyarakat suatu daerah. "Hal ini tentu tidak akan bisa ditemui ketika kita menjadi turis" ujarnya. Lanjutnya, ketika kita menjadi turis yang terlihat sepertinya selalu indah. Tentu kita tidak bisa menyelami kehidupan dari obyek wisata itu.
Walau hanya sebentar, pertemuan dengan Mark terasa begitu dekat. Tidak neko-neko itu pula yang menjadi cirinya. Itu terlihat ketika kami ajak dia makan di warung tegal. Walau menjadi pusat perhatian di warung itu, ia dengan santai melahap. Ketika ia minta ditemani mencari sandal, ia pun mencari yang murah dan awet.
Diakui atau tidak, perjalanan Mark adalah perjalanan spiritual. Perjalanan praktik meditatif yang tidak pasif, namun aktif mengenal dan menyelam ke dalam suatu masyarakat yang ditemuinya. Memerdekakan diri dari silang sengkarut hidup itulah yang dilakukan Mark. Merdeka untuk memilih "berjalan kaki". (foto by Mark).
No comments:
Post a Comment