Sunday, January 22, 2017

Istirahatlah kata-kata

Saya tidak kenal Wiji Widodo alias Wiji Thukul. Terlebih saya juga berada di generasi perlintasan. Kenapa saya sebut perlintasan, karena waktu gerakan 98, saya masih kelas 3 SMA. Saya juga tidak paham kenapa ketika melewati kampus Trisakti suatu siang banyak tentara menenteng senjata. Yang saya cuma pahami, sewa hotel yang sedianya digunakan untuk pelepasan kelulusan batal sebatal-batalnya. Penerimaan ijasah juga sendu. Banyak teman-teman yang tidak berani ke sekolah untuk ambil ijasah. Banyak juga teman yang mencari tempat yang lebih aman. Beberapa ada saya dengar sudah pindah ke negeri orang. Dan pada akhirnya peristiwa 98 juga membuat saya "menyingkir" ke Semarang. Dan di Semarang saya cuma merasakan demo sisaan. Karena demonya sudah tidak sebesar ketika 98. Jaman itu jadi mahasiswa kalau tidak demo, rasanya ada yang kurang. Meski demo sisaan, saya ikut merasakan bersama kawan-kawan  yang lain. Lambat laun, diskusi dan literasi soal apa yang terjadi di negeri ini mulai saya pahami. Dari situ saya sedikit terpapar puisi Wiji Thukul. "Hanya ada satu kata: "Lawan"! Jadi inspirasi jargon demo  yang sangat kuat ketika itu.  Saya juga tidak pernah melihat langsung wujud Wiji Thukul. Saya  cuma mendengar cerita dari kawan dan melihat dari bacaan kisahnya. Dan kemarin saya disuguhi wujud lain Thukul dalam bentuk film. Film yang banyak mengisahkan pelarian panjangnya di Pontianak. Dari film yang penuh interpretasi ini kita disuguhi kisah manusiawai yang begitu mendalam. Bagaimana sebuah keluarga bertahan ditengah pengawasan ketat aparat yang ketika itu begitu menakutkan. Bagaimana seorang istri cemas memendam rindu tapi tak tahu harus berbuat apa. Seperti tersaji dalam dialog "Saya senang kamu pulang tapi juga sedih kamu pulang". Dialog yang sangat menyentuh. Belum lagi siulan "Darah Juang" Sipon yang begitu menyayat.  Meski saya tidak kenal Thukul, tapi saya meyakini apa yang dilakukannya sangat berjasa terhadap kebebasan yang sekarang kita hirup. Demokrasi, kebebasan berpendapat, berserikat, berkumpul adalah hasil perjuangan Thukul dkk. Thukul bagi saya adalah sekeping mozaik dari sekian banyak keping mozaik lain yang menyebabkan kita bisa seperti sekarang ini. Semoga suatu hari Thukul bisa segera ditemukan. Dan jikapun Thukul sudah tiada, semoga bisa beristirahat dengan tenang, setenang istrihat kata-katanya.    Tabik

No comments: