Saturday, March 23, 2013

Bumi Langit

Saya punya teman. Sebut saya yang pertama namanya Bumi. Saya kenal Bumi ketika masih di bangku kuliah. Umur kami tak berbeda jauh. Bumi orangnya agak tertutup. Tak semua yang dikatakan di mulutnya sesuai dengan apa yang dirasakan hatinya. Mungkin kecenderungan pada umumnya orang timur. Entahlah. Setiap kali berbicara seperti ada yang ditutupi dari saya. Tapi so far hubungan pertemanan kami baik-baik saja meski kondisi seperti ini. Bumi, sejak sekolah, cenderung suka sekali permainan yang berbau komputer. Perkenalan dengan beberapa kawan gamers membawanya berpetualangan dari satu ajang ke ajang lainnya. Karena hal ini pula, menurut saya, Bumi akhirnya "menelantarkan" pendidikannya. Bahkan hingga masa kuliah. Prinsip Bumi memang berbeda. Bahkan keluarganya sendiri sepertinya juga agak kewalahan. Keluarga maunya dia ke kiri, tapi dia memilih ke kanan. Hidup itu harus dinikmati, itu mungkin menjadi salah satu moto hidupnya. Di usia kawan-kawan seangkatannya yang mulai tertata hidupnya dengan bekerja, entah menjadi karyawan atau membuka usaha sendiri. Bumi cenderung masih "bermain" dengan mainannya. Dia pernah mengatakan tidak mau mengikuti kawan-kawannya yang bekerja formal. Dia ingin bekerja secara merdeka. Sesuka dia. Dia sangat tidak suka kerja formal yang harus berangkat pagi, pulang sore. Bumi memang pada akhirnya memilih bekerja mandiri, sendiri, dengan caranya. Kadang pergi sore, pulang malam. Ketika kita pulang kerja, dia justru sedang bersiap berangkat. Ya itulah Bumi.

Kawan saya satu lagi namanya Langit. Sebut aja begitu. Langit juga saya kenal ketika di bangku kuliah. Prinsip hidupnya sangat ketat. Bahkan termasuk soal keuangan. Sangat jarang saya melihat Langit membeli baju baru. Dia memang sangat memegang prinsipnya. Selesai kuliah, Langit memilih bekerja formal. Setelah sempat beberapa kali pindah perusahaan, akhirnya Langit memilih untuk mengundurkan diri dan membuka usaha sendiri. Ketika masih bekerja formal, Langit, menurut saya sangat mengikuti sistem ritme kerja formal pada umumnya. A ya A, tidak bisa B. Bahkan cenderung mengikuti apa yang memang menjadi tanggung jawabnya. Persoalannya, Langit, ketika bekerja formal hanya memenuhi apa yang diminta pimpinannya, jarang sekali saya melihat Langit melakukan pekerjaan formalnya dengan hati. Yang penting ada, yang penting sudah saya lakukan. Yang penting bla bla.....

Saya agak terkejut akhirnya dia memutuskan membuka usaha sendiri. Dan ketika kita suatu waktu bertemu, saya juga terkejut. Langit yang dulu saya kenal kurang begitu cerah wajahnya ketika bekerja formal, kini tampak beda. Langit sudah lebih percaya diri. Mungkin karena dia sekarang bos bukan karyawan lagi. Usaha sendiri memang berbeda. Saya melihat usaha rintisannya makin maju. Dia juga mulai melebarkan sayap bisnisnya. Saya banyak belajar dari Langit, bagaimana belajar bisnis. 

Langit dan Bumi memang tidak akan pernah sama. Dari keduanya saya bisa belajar. Belajar untuk memilih, apapun yang menjadi keputusan kita. Sama halnya memilih untuk berbelok, kiri atau kanan, kita tinggal belok saja.

No comments: