Poni
Gukguk betina warna
hitam putih. Anjing kampung yang hampir selalu mengiringi langkah bapak ke
sawah. Beberapa kali melahirkan, tapi semuanya berpindah ke tangan orang. Yang saya
ingat Poni pernah menangkap garangan
pemakan padi bapak. Garagan ini kita
bawa pulang untuk dimasak. Bagian kepala jadi hadiahnya. Poni mati karena
ditabrak motor tak jauh dari rumah. Maklum rumah kami di pinggir jalan raya. Saya
ingat penabrak luka cukup banyak. Begitu juga motor Binternya rusak parah.
Bandit
Setelah Poni, kita kedatangan
Bandit. Anjing kampung berwarna coklat. Sebelum sekolah saya biasa buatkan
tajin untuk sarapan. Sepulang sekolah, Bandit biasa sudah menyambut di depan
pintu. Minta makan juga main. Tapi Bandit gak lama bersama kami. Bis mini
menyambarnya di siang bolong, setelah saya ajak main. Sempat saya gendong, tapi
tangan saya justru digigit erat. Berdarah. Sementara saya disuntik dokter, Bandit
akhirnya berpindah alam tak lama kemudian.
................
Namanya lupa, tapi
anjing kampung ini jadi penjaga di asrama kami. Lumayan galak karena sering
mengejar orang yang lewat. Ada yang cerita kalau anjing ini pernah menggigit
orang. Tapi saya tidak melihat langsung. Akhirnya hidupnya saya tidak ingat
jelas.
Boy & Moli
Ketika kuliah di
Semarang, rumah pacar yang kemudian jadi istri saya memelihara Boy & Moli.
Duo jantan-betina. Boy berperawakan tinggi besar, berwarna coklat menawan.
Sementara Moli agak gemuk, tapi pendek berbulu hitam legam. Boy & Moli juga
ikut diboyong ke Jakarta ketika keluarga mertua pindah ke ibukota. Tetelan babi
kesukaan meraka. Setelah beberapa tahun
bersama, Boy & Moli juga akhirnya berpindah alam karena usia. Mereka kami
titip kremasikan di drh Cucu Kartini Sajuthi, Sunter, Jakarta Utara.
Bruno-Bruto
Pasca Boy & Moli,
mertua sebetulnya ingin istirahat berurusan dengan anjing. Tapi saudara jauh
mengabari kalau butuh pengasuh Bruno, anjing golden retriever, karena anaknya akan studi ke Australia. Lengkap
dengan surat lahirnya. Baru tahu juga ternyata anjing juga ada surat lahir. Hehehe..:)
Bruno berganti
nama menjadi Bruto di keluarga kami. Bulunya coklat emas berkilau. Terlebih ketika
setelah mandi. Jika dulu di pengasuh lama, Bruno biasa makan dogfood, Bruto kita biasakan makan nasi.
Awalnya tidak mau makan, tapi lambat laun, apapun yang ada di piringnya tandas
tanpa sisa. Ini yang saya suka. Bruto juga sangat familiar dengan anak kecil. Terlebih
waktu itu anak kami yang pertama baru lahir. Bruto masih sekitar 7 tahun, tapi
entah kenapa tiba-tiba sore itu lemas dan akhirnya tak tertolong. Padahal paginya
masih seperti biasa bermain dengan orang serumah. Kata dokter hewan, Bruto
terkena serangan jantung. Karena drh Cucu penuh, Bruto empat kami bawa ke
dokter hewan di Pluit, tapi biayanya sangat mahal. Setelah browsing sana-sini,
Bruto akhirnya dikremasikan di Pondok Pengayom Satwa, Ragunan. Tak jauh dari
kebun binatang. Jika di tempat drh Cucu, keluarga terima beres, di Pondok
Pengayom Satwa, bekas abu kremasi harus diambil lagi keluarga. Karena kesibukan,
abu kremasi Bruto lama tidak kami ambil. Sampai suatu malam, mama mertua
bermimpi kalau Bruto berdiri di depan pintu. Hari berikutnya kami ambil abu
Bruto dan ditanam sebelah pohon alpukat depan rumah.
Coco
Setelah
Bruto, keluarga memutuskan betul-betul ingin istirahat dengan anjing. Tapi kejadian
yang saya dan istri alami di sebuah pagi, lagi-lagi membuat kami harus
berurusan dengan makhluk ini. Sepulang berkegiatan, saya melewati jalan biasa. Tapi
tiba-tiba seekor anjing coklat putih masuk ke kolong motor. Sempat terseret. Tapi
akhirnya berhasil meloloskan diri. Padahal motor juga tidak kencang. Sekitar 20
KM/jam saja. Karena berburu waktu, saya dan istri tidak begitu menghiraukan. Tapi
sesampai di rumah, istri justru kepikiran dengan anjing ini. Setelah berkabar
membatalkan kegiatan yang sedianya dia ikuti, istri justru mencari anjing
malang ini. Badannya tercebur ke selokan. Baunya campur aduk. Segera dibopong
ke rumah untuk dimandikan. Setelah bersih baru ketahuan, anjing ini kulitnya
juga bermasalah. Drh Cucu yang di Green Garden jadi rujukan untuk melihat
lukanya. Takut ada apa-apa. Hasil rotjen berkabar baik. Tidak ada luka serius
di badannya. Dokter justru concern
dengan penyakit kulitnya. Selain juga soal makanannya. Karena terbiasa di
jalanan, sampah sudah jadi makanan sehari-hari. Dokter menyarankan observasi
seminggu. Jika tidak terjadi apa-apa, berarti aman. Selang seminggu, kita
bermaksud memulangkan anjing ini ke pemiliknya. Di gang yang sama, kami tanya
beberapa orang. Tapi tak satupun petunjuk siapa pemilik anjing ini. Akhirnya anjing
ini kami bawa pulang. Coco jadi namanya, karena corak coklatnya lebih dominan
dibanding putih. Meski sering mbrobos
pagar, Coco juga banyak membantu menjaga rumah. Apalagi kalau ada orang datang.
Dia bertugas seperti bel rumah.
No comments:
Post a Comment