Monday, June 20, 2016

Rumah Duka

Saya termasuk yang memilih ke rumah duka daripada pergi kondangan. Entah kenapa. Dan entah sejak kapan kebiasaan ini terjadi. Tapi hal ini sudah lama saya lakukan. Di rumah duka biasa kita bertemu dengan orang beraneka rupa. Ngobrol sana-sini tanpa henti. Biasa ditemani kacang dan kuaci. Dua makanan wajib di rumah duka. Kadang ditambah roti dan jeruk, juga bubur ayam.  Rumah dukalah yang mempertemukan semua orang. Dari sejawat, kawan, bahkan termasuk orang-orang yang selama ini bersilang pendapat. Mendiang Pak Krish bahkan pernah berkelakar, rumah dukalah yang mempertemukan orang yang selama ini bermusuhan.  Dari rumah duka saya belajar belajar ketidakkekalan. Kita tidak tahu kapan giliran kita. Kita tidak bisa menawar atau mengulur waktu. Kita juga tidak bisa meminta injury time sama wasit "kehidupan". Dari rumah duka juga, saya selalu belajar "menyiapkan" diri sebaik-baiknya. Ketidakkekalan tidak mengenal usia, tidak mengenal kaya atau miskin. Juga tidak mengenal pangkat. Semua yang dilahirkan, pasti akan mengalami ketidakkekalan ini. Bahkan jauh hari Buddha mengatakan kelahiran adalah awal kematian. Rumah duka pulalah yang mengajarkan saya bahwa setiap hari, setiap detik, jatah hidup kita berkurang. Karena waktu terus berdentang ke depan. Tidak ada yang bisa diulang. Makanya manfaatkan setiap detik yang kita punya dengan hal yang bermanfaat. Sebab kita tidak tahu “detik” ke berapa jatah kita akan berhenti. “Detik” semuanya berhenti, meski tangisan mengiringi.



No comments: