Hari itu saya bertemu kawan lama. Ketika bersekolah dulu kami cukup dekat. Meski setelah itu kami lama tidak bertemu, terlebih saya melanjutkan kuliah di luar Jakarta. Setelah sekian banyak janji yang belum bisa dipenuhi karena kesibukan masing-masing, sore itu kami sepakat bertemu di salah satu mall di Jakarta Barat. Sebetulnya tidak terlalu bersemangat saya ketika meninggalkan rumah. Bukannya tidak mau bertemu. Bukan tidak mau silaturahmi. Bukan itu. Entah apa penyebabnya. Tersahut di telepon beberapa hari sebelumnya, kawan ini cerita kalau dia sekarang menjadi "pengusaha". Meski belum besar, tapi lumayan hasilnya. Itu cerita dia via telepon. Dia juga menanyakan apakah saya memiliki jaringan untuk memasarkan barang-barang dagangannya. Singkat cerita kami janjian bertemu.
Hari sudah agak gelap. Lalu lintas minggu sore tidak terlalu ramai. Agak kepagian dari jadwal yang kami sepakati. Akhirnya saya masuk toko buku Gramedia untuk membunuh waktu. Tak lama, pesan bbm masuk. Dia bilang kalau sudah sampai. Segera berkemas dan bergegas menuju lantai 3 sesuai janji kami. Banyak ide, pemikiran yang berseliweran di atas kepala. Apa jadinya ya kawan sudah lebih 10 tahun tak bertemu? Ada cerita apa? Akan ada tawaran apalagi? dll Pasti seru. Batin saya.
Tak berselang lama, dia muncul bersama kakaknya. Kami sengaja memesan tempat yang agak mojok biar bisa bertukar cerita banyak. Sembari pesan makanan, saya cek sekali lagi handphone. Kali saja orang rumah mencari. Ternyata tidak ada pesan apapun. Saya putuskan untuk menyimpannya di dalam tas. Berharap sekali waktu kami isi dengan obrolan. Bukan bertemu tapi sibuk dengan handphone masing-masing di tangan seperti meja sebelah. Agak lama, kawan ini baru meletakkan handphonenya di atas meja makan. Sembari makan kami ngobral sana-sini yang menurut saya sangat biasa. Tidak ada isinya sama sekali. Makanan sudah mulai tandas. Pikir saya, mungkin akan bisa ngobrol banyak lagi setelah makan. Tapi ternyata prediksi saya keliru. Si kawan sudah mulai sibuk dengan handphonenya. Sementara saya sekuat hati untuk tidak melongok handphone di tas. Saya sengaja ingin tahu, sebetulnya apa yang dia inginkan dari pertemuan itu.
Satu menit, dua menit, 10, 15 menit berlalu, tanpa ada sesuatu yang berarti. Saya mulai gusar, tapi gak enak kalau harus undur diri terlebih dahulu. Saya kuatkan pantat untuk tidak tercabut dari bangku yang mendadak terasa panas. Dia masih asyik dengan handphone di tangannya. Mungkin itu yang lebih berarti daripada pertemuan itu sendiri. Pada akhirnya kami bubar setelah tagihan makanan di bayar. Sama sekali tak ada kesan yang berarti.
Di perjalanan pulang, saya berpikir, sebetulnya apa yang dimaui orang-orang seperti ini ya? Keberadaan teknologi, gadget dan seperangkat alat penunjangnya bukan hanya sudah membantu, tapi juga sekaligus "mengganggu" hidup manusia.
Jadi maumu apa kawan?
www.wiedodo.blogspot.com
No comments:
Post a Comment